Share

17. Konfrontasi Kiara

Awan hitam yang menggantung kala itu membuat suasana di sekitarnya semakin kelam. Embusan angin menerbangkan daun-daun kering dan menyapu lembut dahi Kiara.

Dia hanya bisa tertunduk. Di balik kacamata hitamnya, air matanya tak henti-hentinya mengalir.

“Ayo, kita pulang,” pinta Tante Ayu, mengelus punggung Kiara. “Kamu sudah terlalu lama di sini. Kamu harus mengikhlaskan kepergian ayahmu.”

Kiara masih terisak. Sekali lagi, dia meraba nisan ayahnya itu. Perasaan tidak percaya bahwa Kusuma telah tiada masih mendera dirinya. Kakinya masih lemah dan hatinya masih tidak rela beranjak dari makam ayahnya. Namun, gemuruh petir terdengar dari kejauhan. Akhirnya, Kiara bangkit. Sambil dipapah oleh Tante Ayu, Kiara melangkah gontai menjauhi pusara makam ayahnya itu.

Saat menerima telepon itu, Kiara langsung mencari penerbangan ke Batam di hari itu juga. Namun, penerbangan paling malam pun sudah fully booked. Dia baru bisa berangkat ke

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status