Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah nasib yang harus ditanggung Kiara. Pernikahannya di tahun keempat harus kandas karena Ray, suaminya, berselingkuh dengan teman semasa kuliahnya. Kiara pun harus kehilangan calon anak yang dikandungnya, mendadak jatuh miskin karena ulah ibu tirinya dan menjadi janda muda. Lantas, Kiara bertemu dengan Gian, CEO agensi PR ternama. Mereka saling jatuh cinta namun semua tidak semudah yang dibayangkan. Ray kembali mengganggu kehidupan Kiara dan mengancam akan membuka rahasia kelamnya. Credit cover : Petr Ovralov on Unsplash
View More“Ray,”
Suara itu sontak membuat Raymond melonjak kaget. Ray, nama panggilan pria itu, mendapati istrinya yang duduk di ruang makan dengan cahaya yang temaram.
"Astaga, Ki," Ray menarik napas lega. "Aku pikir kamu hantu. Lagian, ngapain sih kamu duduk di situ sendirian?""Aku nungguin kamu, Ray."Ray menoleh ke pergelangan tangannya sembari mengernyit. "Sampai tengah malam begini?"
Kiara bangkit dari kursi makan. Sementara itu kedua mata Ray menyapu meja makan. Tersedia hidangan mewah yang sepertinya sudah dingin."Kamu pasti lupa." Kiara tersenyum getir di hadapan Ray. "Pagi ini kamu kan sudah janji akan pulang cepat dan dinner bersamaku di rumah. Ini adalah dinner untuk merayakan anniversary pernikahan kita yang keempat."
Ray berdecak lantas menatap kedua mata istrinya yang sudah berkaca-kaca itu. "Bisa repot kalau dia sampai nangis." gumam Ray dalam hati.
Lantas, Ray segera menggenggam kedua bahu Kiara dengan lembut. "Sorry, Ki, aku lupa. Biasa, banyak kerjaan di kantor. Kamu tahu itu kan? Gimana kalau akhir pekan ini kita makan di restoran? Oke?"
Kiara hanya bisa mengangguk lemah. Kemudian Ray berlalu begitu saja dari hadapannya. Tanpa senyuman rasa bersalah atau kecupan di kening yang biasa Ray lakukan di awal-awal pernikahan mereka.
Sekelebat Kiara dapat mencium wangi parfum manis yang menguar di udara saat Ray melangkah pergi.
"Tidak, tidak," batin Kiara seraya menggelengkan kepalanya, berusaha menghalau pikiran buruk yang menyergapi kepalanya belakangan ini.
***Pagi itu, ponsel Ray berdering nyaring dari dalam kamar tidur sementara Ray masih di kamar mandi. Kiara yang sedang menyiapkan sarapan untuk suaminya segera menghentikan kegiatan dan bergegas menghampiri suara ponsel suaminya.Kedua alis Kiara bertautan begitu mendapati nama penelepon yang muncul di layar ponsel Ray.
"Petugas PAM?" baca Kiara terheran-heran. "Untuk apa petugas PAM menelepon Ray pagi-pagi begini?" batin Kiara sambil menggeser tombol hijau. "Halo."Namun, Kiara tidak mendapati jawaban dari seberang sana. "Halo?" tukasnya lagi.
"Kiara!"Pekikan dari balik punggung Kiara membuat jantungnya hampir copot."Ya ampun, Ray."
"Lancang kamu ya, buka-buka HP-ku tanpa izin!" Sorot mata Ray memancarkan amarah seolah Kiara telah melakukan dosa besar padahal dia hanya mengangkat telepon saja, tidak lebih dari itu.
"Tadi ada telepon dari petugas PAM, Ray. Siapa tahu penting, jadi aku angkat aja." jawab Kiara.Ray langsung menyambar ponsel itu dari tangan Kiara."Memangnya," lanjut Kiara, "saluran air di rumah kita kenapa Ray? Bocor? Kok aku nggak tahu?"
Ray menepiskan tangannya di depan Kiara. "Bukan apa-apa. itu cuma sales yang menawarkan meteran air baru.""Kenapa kamu save nomornya?"
Ray mendengus. "Soalnya kalo dia nelepon lagi nggak akan aku angkat. Paham!"
"Kenapa nggak kamu block aja nomornya?"Ray berdecak kesal sambil menuju ke lemari pakaian. "Astaga, Ki. Bisa nggak sih kamu nggak nyerocos melulu. Masih pagi nih!"
"Maaf, Ray, bukan maksudku turut campur tapi--"
"Mana nih kemeja garis-garis putihku?"
"Oh, itu masih di tumpukan setrikaan. Mau kusetrika dulu?"
"Haduh, gimana sih?! Jadi istri kok nggak becus."
"Maaf Ray, tapi kemeja itu kan baru dua hari lalu kamu pakai. Dan aku nggak tahu kalau kamu mau pakai kemeja itu hari ini."
Ray berkacak pinggang seraya menggeleng heran. "Kamu itu selalu aja punya seribu satu alesan. Makanya jangan cuma ngurusin bisnis jahitan yang nggak penting itu! Cih, mentang-mentang banyak yang beli. Memangnya gajiku selama ini kurang, hah?"
Kiara menghirup napas dalam-dalam. Perdebatan ini muncul lagi ke permukaan.
"Ray, kamu sendiri kan sudah setuju kalau aku membuka bisnis ini. Lagi pula ini nggak ada hubungannya dengan uang bulanan yang kamu kasih ke aku kok. Kamu tahu kan aku menjalankan bisnis jahitan ini hanya untuk mengisi waktu luangku di rumah." Kiara mengingatkan.
"Ya tapi jangan sampai menelantarkan suami dong!" Ray berujar dengan kesal. "Kemeja aja sampai nggak ada.""Ray, kemeja kamu yang lain kan masih banyak." Kiara melemparkan pandangannya ke arah lemari pakaian yang terbuka. Di dalamnya mengantung kemeja-kemeja kerja Ray yang sudah rapi disetrika Kiara.
Ray menelan ludah dengan sedikit malu tapi dia berusaha untuk menutupinya. "Tapi, mood-ku hari ini pakai kemeja itu!"
"Baiklah, akan kusiapkan kemeja itu."
"Nggak usah!" Sergah Ray cepat. "Mood-ku sudah hilang untuk pakai kemeja itu. Lagian, aku juga buru-buru."
Ray pun langsung menyambar asal salah satu kemeja di lemari.“Di kantor sibuk banget ya, Ray?” tanya Kiara dengan hati-hati, mengancingkan kemeja Ray.
“Aku harus memenangkan proyek terbaru dari Papa, Ki. Kalau aku bisa mengalahkan Alex kali ini, pasti Papa akan mempercayakanku menjadi CEO di salah satu anak perusahaan tekstilnya.” Ungkap Ray menggebu-gebu. Lantas dia menatap mata sang istri. “Aku nggak bakalan jadi manajer lagi, Ki. Kalau aku berhasil jadi CEO, kita akan keluar dari rumah kontrakan ini. Hah, Alex juga pasti akan ternganga melihat pencapaianku nanti.”
Kiara membenarkan posisi kerah Ray. “Ray, uang yang kamu berikan padaku itu lebih dari cukup kok. Lagian, pencapaian kamu sebagai manajer di perusahaan Papa juga udah bagus. Inget, kamu itu baru 23 tahun dan menjadi manajer di usia semuda itu adalah hal yang luar biasa. Jadi seorang CEO itu bukan perkara mudah.”
Ray mendengus. “Ha, jadi kamu nggak percaya kalau aku mampu jadi pemimpin perusahaan?”
“Bukan gitu maksudku, Ray.” Tukas Kiara yang kini memerhatikan punggung Ray. Sementara Ray sibuk mematut dirinya di cermin. Dia mengoleskan gel rambut sambil bersenandung pelan. “Mungkin Papa menempatkanmu sebagai manajer agar kamu bisa belajar dari pengalaman dulu.”
Kemudian Ray menyemprotkan minyak wangi di sekujur tubuhnya.
Hidung Kiara mengerut. Wanginya terlalu menyengat dan itu bukan parfum yang biasa Ray pakai. “Sejak kapan dia punya parfum itu?” tanya Kiara dalam hati.
“Aku berangkat,” ujar Ray dengan nada datar setelah menyambar tas kerjanya.
“Lho, kamu nggak mau sarapan dulu, Ray?” tawar Kiara dari ambang pintu kamar. “Aku sudah memanaskan makanan semalam untuk bekalmu.”
“Nggak usah.” Teriak Ray dari ruang tamu. Sesaat kemudian, Kiara mendengar pintu yang tertutup keras.
Kiara hanya bisa menghela napas panjang. Pernikahannya yang menginjak tahun keempat ini menjadi begitu hambar. Ray benar-benar berubah total belakangan ini.
Semua itu terjadi setelah Ray lulus kuliah setahun yang lalu. Ray mengira Papanya, Arianto Djaya, akan langsung menyematkan jabatan CEO padanya. Namun, tidak semudah itu. Arianto Djaya malah menyuruh Ray memasukan lamaran ke kantornya. Ray merasa terhina. Masa dia harus melamar ke kantor ayahnya sendiri?!
Berkat bantuan sang Mama, Ray, yang tadinya diterima sebagai junior staf, akhirnya bisa langsung menduduki jabatan manajer di perusahaan Djaya Tekstil.
Lamunan Kiara buyar saat mendengar deringan ponsel suaminya yang tertinggal di atas meja rias.
Kening Kiara kembali mengernyit. Nama Petugas PAM itu muncul lagi di layar ponsel suaminya. Saat Kiara angkat hanya sunyi yang menjawab.
Klakson mobi Ray membuat Kiara menuju keluar rumah. Dia sudah tahu bahwa suaminya itu pasti kembali untuk mengambil ponselnya yang tertinggal.
“Ray, petugas PAM itu menelepon lagi,” Kiara menjulurkan ponsel melaui kaca mobil yang setengah terbuka. “Lebih baik kamu block saja nomornya. Daripada mengganggu.”
“Ya, nanti aku block.”
Kiara menantap mobil SUV hitam suaminya yang menghilang di belokan depan. Pikirannya masih tertuju pada petugas PAM yang nekat menghubungi suaminya itu pagi-pagi begini. Kiara pun segera mengecek meteran air di halaman depan rumah. Sepertinya berjalan normal.
“Ini aneh,” Kiara mengigit bibirnya. Namun, sedetik kemudian dia berusaha mencegah pikiran buruk yang kembali membayangi pikirannya lagi.
Ponsel di kantung celananya berbunyi. Kiara segera mengangkatnya. Senyum mengembang dari bibir Kiara. Nama Nabila, sahabatnya, muncul di layar.
“Kiara!!!” suaranya yang cempereng memekik dari seberang sana. “Ketemuan yuk.”
“Yuk!”
#59Awan putih bergerak pelan, membuka hamparan langit biru yang cerah. Deburan ombak terdengar berderu memecah batu karang.Pelaminan putih dengan ornamen bunga-bunga yang membingkai indah berdiri kokoh membelakangi lautan. Jejeran bangku kayu tertata rapi di sekelilingnya. Tidak jauh dari sana sudah dipersiapkan meja-meja panjang yang berisi makanan untuk jamuan para tamu.Beberapa tamu penting terlihat mulai berdatangan yang membuat para pengatur acara pernikahan ini mulai sibuk.Sementara itu di ruangan terpisah, Kiara berdiri menatap cermin panjang yang menggantung di depannya. Sambil memegang buket bunga mawar putih, tubuhnya dilapisi gaun pengantin putih gemerlap dengan ekor yang panjang. Rambutnya digelung sempurna dan di lehernya melingkar kalung berlian yang berkilau.“Astaga, lo begitu cantik.” Tukas Nabila dari balik punggung Kiara. “Orang-orang pasti bakalan terpukau dengan kecantikan lo.”Kiara tidak bis
#58Utami Djaya menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Berita di televisi nasional itu mengabarkan perihal keterlibatan Alisa yang ditemukan tewas bunuh diri atas penyekapan Kiara. Juga Bobby yang ditangkap di pelabuhan saat dia akan menyelundup masuk ke salah satu kapal yang akan berlayar.Berita soal Ray yang menyelamatkan mantan istrinya juga tersiar luas. Orang-orang menanggapnya sebagai kisah heroik. Banyak media yang ingin mewawancarai Ray maupun Keluarga Djaya, namun tentu saja semua itu mereka tolak.Keluarga Djaya tidak level untuk masuk ke dalam pemberitaan infotaiment atau pun acara bincang-bincang yang tidak jelas.“Sekarang anak kita jadi sorotan.” Keluh Utami.Arianto bersedekap seraya matanya tidak lepas dari layar televisi. “Aku tidak habis pikir semua ini terjadi pada keluarga kita.”“Tapi aku tetap bersyukur Ray selamat.” Balas Utami.“Tapi keri
#57Beberapa hari sebelumnya.“Anton, aku butuh bantuanmu.”Prita duduk di sebuah ruangan yang lembab. Di sekitarnya terdapat beberapa kabinet yang berkarat. Cat tembok di ruangan itu begitu kusam dan beberapa bagian bahkan terlihat mengelupas.Sebuah kipas angin yang reyot berputar di atas. Kipas itu hanya memutar angin panas yang bersirkulasi di ruangan ini.“Prita, sudah lama sekali aku enggak bertemu denganmu.” Pria yang bernama Anton itu menyibakkan rambut ikal gondrongnya itu. Matanya memindai Prita yang sedari tadi mengipasi dirinya dengan kertas, dari atas sampai bawah. “Kamu terlihat begitu berbeda.”“Yah, tentu saja. Terakhir kita bertemu itu saat reuni SD. Ingat?”Anton mengangguk. “Lantas, apa yang bisa kubantu?”“Aku tahu kamu masih berkecimpung di bisnis itu kan?” Prita menyipitkan matanya.“Bisnis apa?” ula
#56“Kiara!” Gian berlari ke arah tunangannya yang duduk di ranjang rumah sakit. Gaun yang dipakainya lusuh dan robek serta ada luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, kondisinya tidak begitu parah.“Gian…” Kiara memeluk kekasihnya itu dengan erat. Air mata langsung mengalir dari matanya. “A..aku…”“Sudahlah, Kiara.” Sergah Gian cepat, menghapus air mata yang membasahi pipi Kiara. “Aku sudah mendengar semuanya dari polisi. Yang penting kamu selamat, Sayang.”“Ray.” Tukas Kiara. “Dia yang menyelamatkanku, Gi.”“Aku tahu.”“Lantas, gimana keadaaannya sekarang?” tanya Kiara dengan suara yang agak gemetar.“Dia…dia sedang ada di ruang operasi. Dokter berusaha mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya.” Terang Gian. “Dia sepertinya banyak kehilangan darah juga.”Kiara kembali ter
#55Lampu mobil Ray membelah jalanan yang gelap. Jalan yang dia lewati kini tidak beraspal. Di kanan kirinya terdapat beberapa bangunan kosong, tanah luas yang terbengkalai serta pepohonan yang lebat.Jantungnya berdentum cepat. Pikirannya begitu pening. Di kepalanya terlintas fakta bahwa memang benar wanita yang dia kenal selama ini bernama Jessica itu adalah mantan kakak iparnya. Lantas, Kiara yang dalam bahaya dan soal pembalasan dendam Alisa dan pria asing yang sedang dia untit ini.Untungnya, Ray masih sempat melihat Bobby di pelataran parkir dan berhasil mengikutinya sampai ke sini. Dengan menjaga jarak aman, Ray terus mengikuti mobil Bobby dari belakang.Ray menghentikan mobilnya di depan tanah kosong. Dengan kaki yang gemetar, dia berjalan menembus kegelapan. Ditemani cahaya senter dari ponselnya, Ray menerangi jalanan tanah yang basah. Samar-samar, dia melihat cetakan ban mobil yang menuntunnya ke sebuah gudang kosong yang gelap gulita.Ra
#54Mobil Ray berhenti di pelataran parkir Apartemen Sunny Hill. Jantungnya berdentum keras. Dia akan mengendap masuk ke dalam unit tempat tinggal Jessica untuk memastikan kebenaran identitas wanita itu.“Ah, sungguh bodoh. Aku nggak tahu kata sandi apartemennya!” tukas Ray dari balik kemudi. Dia mengigit bibirnya keras-keras. “Apa yang harus kulakukan?”Tiba-tiba mata Ray menangkap sosok Jesica yang berjalan tergesa melintasi pelataran parkir. Ray segera turun dan menghampirinya.“Jess!” seru Ray.“Astaga, mau apa si bodoh itu ada di sini?” batin Alisa kesal.“Jess, kebetulan.” Ujar Ray begitu dia berada di depan Alisa yang kali ini mengenakan rok mini dan tank top hitam. Alisa mengapit tas tangan cokelat.“Sepertinya dia habis dari kelab Madam,” pikir Ray dalam hati.“Oh, hai Ray. Gimana istrimu? Dia selamat kan? Nggak ada yang mencurigai kamu kan?&
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments