Share

Fitnah Keji Lainnya

Penulis: Radieen
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-24 08:32:22
Aku membeku, menutup mulutku. Aku tak percaya dengan apa yang telah Rian lakukan. Arga, yang selalu kukenal sebagai sosok kuat dan bangga dengan keluarganya, kini harus menghadapi kenyataan bahwa nama baik mereka tercabik-cabik di depan umum karena ulah Rian.

Rian menunduk, suaranya penuh sesal. “Aku minta maaf… Aku hanya ingin kalian merasakan sakit yang sama. Tapi aku akui aku salah. Aku terlalu jauh…”

Arga menarik kerah baju Rian, urat wajahnya tampak begitu jelas. “Terlalu jauh? Kau sudah menghancurkan keluargaku, Rian! Kau sudah membuat ibuku menangis, membuat semua orang memandang kami hina! Bagaimana kau bisa bilang itu hanya ‘terlalu jauh’?!”

Aku meraih tangannya, mencoba menenangkannya. “Arga…”

Tapi matanya merah, penuh amarah bercampur luka.

Rian bangkit, wajahnya penuh penyesalan. “Aku akan bertanggung jawab. Aku akan mencari cara agar ini selesai. Aku akan menarik semua ucapanku. ”

“Sudah terlambat!” potong Arga keras. Suaranya menggema di kafe, membuat beberap
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Hatiku direbut Berondong   Jalan Buntu

    “Kalau mereka mau main kasar lagi, kita rekam. Kita kumpulkan bukti,” katanya. Aku tahu ia bermaksud baik, tapi polisi masih terasa seperti jurang, aku tak berani menyeberanginya.Aku menatap surat Ayah berulang-ulang, mencari kata atau tanda yang mungkin terlewat. Tapi surat itu hanya berisi permintaan maaf dan kalimat-kalimat yang kabur. ”Kenapa ayah kabur lagi?” aku berkata lirih, dadaku terasa begitu sesak. Keesokan harinya, Arga mulai bergerak. Ia menemui tetangga-tetangga lama, menanyakan apakah ada yang melihat orang asing atau motor mencurigakan lewat malam-malam ini.Di sela-sela itu, aku mencoba mencari barang-barang Ayah sekali lagi. Mungkin ada sesuatu yang ia tinggalkan di kamar yang bisa jadi petunjuk. Aku membuka laci meja, kantong jaket, dan di bawah tumpukan kunci lama aku menemukan sebuah kertas kecil, sebuah tiket bus yang kusam. Tanggalnya tiga hari yang lalu. Rute? Medan — Jambi. Jantungku serasa terhentak. Aku menempel tiket itu di dada, menahan harap dan tak

  • Hatiku direbut Berondong   Melarikan Diri

    Pukul sembilan malam, saat aku sedang membereskan pekerjaan di kamar, terdengar suara keras dari pintu depan rumah.Aku terlonjak, berlari ke ruang tamu. Ayah dan Nenek juga keluar dengan wajah panik. Dua pria berbadan besar berdiri dengan wajah garang. “Mana Farah?!” salah satu dari mereka berteriak.Aku merasakan darahku membeku. Nenek langsung memelukku, sementara Ayah mencoba menghadang mereka dengan tubuhnya.“Tolong jangan ribut di sini, tetangga bisa dengar,” suara Ayah bergetar.Pria itu mendorong Ayah hingga hampir jatuh. “Bos kami kasih waktu sebulan! Sekarang sudah lewat dua minggu, dan kalian belum setor sepeser pun! Jangan main-main ya! Kami bisa bikin rumah ini hancur kalau perlu.”Aku tidak tahan lagi. Dengan gemetar, aku maju selangkah. “Tolong… kami sudah berusaha. Kami tidak kabur. Beri kami waktu.”Pria itu menatapku tajam, lalu mendekat hingga wajahnya hanya beberapa inci dari wajahku. Nafasnya yang berbau alkohol menusuk hidungku. “Waktu? Kamu pikir bos kami saba

  • Hatiku direbut Berondong   Sandaran Jiwa

    Aku menatap lama catatan itu, lamunanku melambung jauh entah kemana. Tiba-tiba ponselku kembali bergetar, dari Arga."Farah, aku lihat kamu makin kurus. Kamu nyembunyiin sesuatu ya? Aku nggak mau kamu sakit karena nyimpen semua sendiri. Aku bisa datang kalau kamu mau."Aku terdiam lama. Hati kecilku ingin sekali berkata jujur, menceritakan semua yang menyesakkan dadaku. Tapi ketakutan juga masih membayangi. Bagaimana kalau keluarga Arga membenciku setelah tahu masalah ini? Bagaimana kalau mereka menganggapku hanya membawa beban?Aku mengetik balasan perlahan."Arga… masalahku terlalu besar. Aku nggak mau nyeret kamu. Tapi… aku nggak sanggup lagi sendirian."Kali ini aku tidak bisa menahan air mata. Aku benar-benar butuh seseorang.Beberapa menit kemudian, pesan balasan datang lagi."Besok aku jemput ya, kita bicara."Hatiku berdebar hebat membaca pesan itu.Keesokan paginya, Arga benar-benar menepati ucapannya. Ia datang ke depan rumah dengan motornya, wajahnya penuh kekhawatiran. “Fa

  • Hatiku direbut Berondong   Untuk Ayah

    Tangisku makin pecah ketika kuucapkan doa itu. Dalam hatiku hanya ada rasa takut dan cemas, bercampur dengan amarah yang tak kunjung reda. Nenek duduk di sampingku, mengusap bahuku pelan.“Nak… kita serahkan pada Allah. InsyaAllah ada jalan keluar.”Aku mengangguk, meski dadaku masih sesak. “Tapi Nek… lima ratus juta, dari mana kita bisa dapat uang sebanyak itu dalam sebulan? Bahkan kalau aku bekerja siang malam pun, tidak akan cukup. Aku tidak sanggup melihat Ayah dipenjara.”Nenek menarik napas panjang, matanya basah. “Farah… dulu ketika ibumu pergi, kita pun tidak punya apa-apa. Tapi Allah selalu beri jalan. Sekarang pun sama, Nak. Mungkin ini cara Allah menguji kita, agar kau tidak terikat lagi dengan janji-janji orang yang tidak baik. Kau masih muda, masih bisa berjuang.”Aku menunduk, menggenggam erat tangan Nenek. Di sudut ruangan, Ayah masih terduduk lemas. Matanya kosong, seperti orang yang kehilangan arah. Entah karena rasa bersalah, atau karena dia sadar semua sudah di luar

  • Hatiku direbut Berondong   Hutang Sebuah Penolakan

    Sesampainya di depan rumah Arga langsung pulang, tidak mampir karena besok dia ada ulangan dari kampus, hujan juga masih turun begitu deras.Saat aku memasuki rumah, aku mendapati suasana yang tegang menunggu di ruang tamu. Nenek duduk dengan wajah pucat, sementara Ayah tampak gelisah mondar-mandir. Di hadapan mereka, tampak duduk dengan wajah yang tidak bersahabat. Ayah dan Ibu Rian.Langkahku terhenti di depan pintu, jantungku berdegup keras. “Nek… ini kenapa?” tanyaku hati-hati.Ibu Rian menoleh cepat, matanya melihatku penuh dengan kebencian. “Oh, jadi ini anaknya. Bagus.. Kamu datang di waktu yang tepat.”Aku menelan ludah. “Kalau boleh saya tahu, ada apa ya Bu?” Belum sempat aku melangkah maju, Ayah Rian memukul meja dengan keras. “Jangan pura-pura nggak tau! Ayahmu ini sudah menghabiskan uang yang bukan haknya. Mana uang mahar dari Rian yang dulu diberikan ke keluarga kalian? katanya untuk persiapan nikah! Sekarang kalian malah membatalkan pertunangan dan uangnya malah raib en

  • Hatiku direbut Berondong   Berondongku

    Senin itu aku bangun lebih pagi dari biasanya, mengenakan kemeja putih dan rok hitam sederhana yang sudah kusiapkan dari tadi malam. Rambutku kuikat dengan rapi.Terdengar salam dari pintu. Arga sudah datang menjemputku dengan Toyota Corolla Altis Hitam miliknya. Dia mengenakan kemeja kasual biru muda. Senyumnya lebar begitu melihatku keluar dari rumah. “Wah, calon karyawan baru nih. Kok cantik banget? Jangan sampai karyawan lain jatuh cinta ya!” godanya sambil menatapku dari ujung kaki ke ujung kepala.Aku mencubit lengannya pelan. “Jangan ngawur! Aku ini mau kerja, bukan cari jodoh.”Dia tersenyum senang dengan jawabanku. “Iya donk, kan jodohnya uda ada di sini," sambil menyikut lenganku. "Udah yuk, jangan sampai telat di hari pertama.”Sepanjang perjalanan, aku merasa begitu gugup tapi juga semangat di saat yang bersamaan. Arga menggenggam tanganku, seolah paham apa yang aku rasakan."Tenang rah, nggak ada yang perlu ditakutin. kamu uda oke banget, " ucapnya sambil mengelus punggu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status