Aku mengabaikan pesan itu, ah.. Arga pasti hanya bercanda, pikir ku. Tapi tidak butuh waktu lama, suara motor Arga terdengar di depan pagar, pintu diketuk cukup keras."Fara! Kak Fara! Buka pintunya, cepat!” Suara Arga jelas terdengar panik. Dengan sisa tenaga, aku berdiri goyah, berjalan ke pintu, dan membukanya. Di sana, Arga berdiri dengan wajah penuh cemas, rambutnya acak-acakan karena helm yang asal dicopot. “Ya Allah, Kak, kenapa pucat banget?!” serunya, buru-buru masuk tanpa izin. Aku berusaha tersenyum tipis. “Aku cuma… demam. Nggak apa-apa. Kamu pulang aja, jangan repot-repot.” Dia langsung menggeleng keras. “Mana bisa aku pulang, lihat Kakak kayak begini!” “Udah kakak Tidur aja. Aku beli obat sama makanan dulu buat kakak.” Aku hanya bisa terbaring, napas terengah. Tak lama kemudian, Arga kembali dengan segelas air putih, obat penurun panas dan sebungkus bubur ayam kesukaanku. “Ayo, minum dulu,” katanya lembut. Suaranya berbeda, sama sekali bukan nada jahil yang biasa
Terakhir Diperbarui : 2025-09-02 Baca selengkapnya