“Candra!”
Dia menoleh, suara itu adalah suara mamanya. Segera candra berdiri dan menyongsongnya.“Ma, kok, tumben Mama ada di sini, ayo makan siang bersama kami,” ajak Candra pada mamanya. Hayu pun berdiri menyalami Mama Candra, Selamat Siang, Bu.”“Siang Hayu, silakan duduk, maaf, Ibu mengganggu kalian berdua. Tadi Ibu habis bertemu dengan teman Ibu di sini, tak sengaja melihat kalian, ya sudah, Ibu hampiri saja kalian. Ibu tidak mengganggu kalian, kan?” tanyanya menggoda putra dan sekretarisnya.“Ma, nggak usah aneh-aneh, Candra sedang berjuang, tapi belum tahu hasilnya.”Hayu yang mendengar itu pun menunduk dalam, telinganya memanas, mungkin sekarang wajahnya sudah merona, mendengar perkataan bosnya yang cerewet itu.“Jangan menggodanya Candra, Hayu malu, kamu mau sekretarismu yang cantik ini kabur, kembali ke mantan kekasihnya itu.”Hayu berdeham, bisa-bisanya mereka berdua membahas dirinya secara terang-terangan.“Hayu, Ibu tidak sHayu dan Candra kembali ke kantor. Candra sudah terlebih dulu masuk ruangannya, sedang Hayu masih harus mondar-mandir mengurusi segala hal yang akan mereka butuhkan untuk proyek mereka selanjutnya. Dengan langkah cepat Hayu menuju ruangan Bosnya. Hayu mengetuk pintu, melangkah masuk ke ruangan Candra, heelsnya menggema di ruangan Candra, membuat Candra yang sibuk menatap layar komputernya mendongak menatap Hayu. “Bagaimana semua, beres?” Hayu mengangguk, menyerahkan setumpuk berkas pada sang atasan. “Kerja bagus, aku tahu kamu bisa diandalkan. Langkah selanjutnya, aku sudah mengirimkan surel padamu, jadi sekarang, kamu bisa cek surel kamu, kita pikirkan strategi apalagi yang akan kita lakukan, semakin cepat semakin baik, apalagi sekarang Bisma yang menjabat sebagai CEO, papinya sedang terjerat panah asmara hingga membuatnya lupa diri, itu artinya kesempatan kita kali ini akan lebih besar.” Hayu mengangguk-angguk mengerti, dia bukannya balas dendam dengan mantan k
“Ndra,” panggil Hayu dengan suara seraknya. Suara khas bangun tidur. Candra menoleh, menatap hayu dan menulis senyum.“Hm, sudah bangun?”Hayu mengangguk, “Ini dimana? Masih lama ya, kenapa belum sampai, apa kita terjebak macet?”Candra mengangguk, rasanya adem, mendengar Hayu memanggil namanya tanpa embel-embel bapak. Ingin rasanya dia merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya.“Tidurlah lagi, kalau kamu masih mengantuk, sepertinya ini akan lama, sebaiknya kamu telepon Ibu dulu, kasihan beliau pasti khawatir.”Hayu mengangguk, dia menuruti perintah atasannya itu, segera mengambil ponselnya dan menelepon ibunya. Mengatakan padanya untuk tidak menunggu Hayu, karena Hayu dalam perjalanan pulang ke rumah dalam keadaan jalanan yang macet parah.Hayu melirik jam di tangannya, hampir pukul sepuluh malam, berati perjalanan mereka kali ini benar-benar lama sekali. “Ndra, apa kamu lelah, ini ada apa sebenarnya kenapa, tumben macet sampai sepanjang ini, apa ada pe
“Ndra, please listen to me!”Candra mendudukkan kembali tubuhnya di kursi pengemudi, dia diam dan mulai menghidupkan mesin mobilnya. Mengabaikan Bisma yang masih saja menggedor-gedor kaca mobil Hayu. Dengan kecepatan penuh, Candra melajukan kendaraannya meninggalkan cafe tersebut, dia baru memelankan laju kendaraannya setelah agak lumayan jauh dari cafe.“Maaf, Ndra, kamu harus terlibat hubungan toxic ini.”“Kenapa baru sadar, setelah sekian tahun kalian bersama,” ucapnya kesal.“Kenapa kamu jadi emosi, jangan menyulut emosiku, Ndra. Aku masih slow, lho, ini. Kamu tahu, rasanya jatuh cinta bukan? Jatuh cinta itu bikin orang bodoh.”“I know, makanya aku nggak mau jatuh cinta, aku maunya menikah dulu baru jatuh cinta, biar enggak bodoh-bodoh amat, aku nggak mau ditinggalkan,” ujar Candra tanpa menoleh sedikit pun ke arah Hayu.“Ndra, sepertinya aku akan mengabulkan kabar yang beredar di luaran sana, jadi kamu bersiap-siaplah aku akan memanfaatkan kamu se
Hayu dan Candra saling melempar tatapan, bagaimana mungkin, wanita itu sekarang ada di depan rumahnya, entah apa maunya kali ini, apa masih belum puas dia merendahkan Hayu. Baru saja Hayu senang karena ibunya bahagia dengan adanya Candra di antara mereka berdua, tapi pagi ini, dia harus menghadapi biang masalah yang mau tak mau, dia harus meladeninya, dia tidak mau ibunya sampai bersedih lagi. Hayu menghampirinya, “Ada apa Mbak Jelita kemari, kita tidak memiliki urusan apapun, bukan? Kalau ada yang perlu dibicarakan lebih baik kita ke tempat lain, atau mau di kantor juga boleh, di sana ada kafetaria.” Jelita mengangguk, dia segera masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan rumah Hayu. Hayu sedikit agak lega karena Jelita mau menuruti kemauannya. Dia menghampiri ibunya dan mengajak Candra berangkat. Ibu Hayu tak bertanya apapun, dia seolah—olah acuh tak acuh, meski di dalam benaknya banyak tanya yang ingin dia tanyakan pada putrinya. Hayu masuk ke dalam mobil Candra, dia d
Jelita membuka pesan yang dikirimkan Candra padanya.[Aku peringatkan padamu! Jangan usik Hayu! Jika tidak, kamu akan berurusan denganku, sebaiknya kamu jaga kekasihmu itu agar tak menemuinya! Katakan padanya untuk menjadi pria sejati, bukan seorang pecundang.]Jelita menghela nafasnya, dia tak suka dengan pesan yang dikirimkan Candra padanya, pesan yang mengatakan bahwa dia akan berhadapan dengan sahabatnya yang dulu begitu memujanya itu. Pertemanan mereka yang sudah terjalin bertahun-tahun, akhirnya menjadi terpecah belah hanya karena perempuan. Perempuan yang sama, yang hanya seorang sekretaris, dan bukan dari kalangan mereka, yang hanya orang biasa saja.Jelita tertawa miris, menertawakan dirinya yang tampak menyedihkan, kalah dengan perempuan yang bukan selevel dengannya.Jelita keluar dari kafetaria, tujuan utamanya adakah ke kantor Bisma, dia ingin tahu apa yang dilakukan calon suaminya itu di kantor, kenapa akhir-akhir ini dia mendengar selentingan yang t
Hayu kembali ke kantornya, tampak candra sedang duduk di kursinya dan melamun. Hayu memicingkan matanya, entah apa yang sedang dilakukan atasannya itu, di meja kerjanya, hingga dia termangu. “Pak, Bapak kesambet?” Candra menatap Hayu, melotot ke arah Hayu. “Kamu ini ,aku khawatir denganmu, kamu malah seenak jidatmu mengatai saya kesambet, kamu pikir di sini ada setannya, setannya baru saja datang. Jadi mana mungkin aku kesambet.” Hayu terkekeh, dia tahu atasannya itu mengatainya, tapi Hayu acuh tak acuh, dia mendorong Candra, agar menyingkir dari kursi kebesarannya. “Please, kembali ke habitat Bapak, i need work!” Candra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia sendiri bingung kenapa begitu mengkhawatirkan sekretarisnya. Hayu menatapnya tajam, membuat Candra mau tak mau kembali ke ruangannya. Dengan Hayu, dia benar-benar kalah dan mengalah. Hayu sudah memegang kendali atas dirinya. Candra tak mampu membantah wanita yang dia cintai itu sedikit pun. Dengan la
Candra diam membisu, dia tahu betapa kejamnya dunia bisnis, karena itulah dia tidak mau mengurus perusahaan keluarganya, dia lebih suka menjadi pegawai ketimbang harus mengurus banyak orang dan berhadapan dengan klien mereka atau mereka yang terang-terangan memperlihatkan persaingan yang sengit.Hayu masuk membawa secangkir kopi, menaruhnya di meja yang berada di depan Bisma, Candra melirik mereka berdua, tampaknya Hayu benar-benar sudah tidak mau peduli lagi dengan mantan kekasihnya. Ada rasa tenang di hati Candra melihat interaksi mereka, katakan saja dia jahat, tapi kali ini dia tidak ingin melepaskan Hayu begitu saja. Dia mau Hayu kali ini, dan juga seterusnya.“Minum, Bisma. Kamu kenapa, sepertinya sedang ada beban berat begitu. Apa Om Adibrata tidak membantumu kali ini, apa dia lepas tangan sehingga kamu salah mengambil langkah?”“Papi sudah hampir tiga hari ini menghilang, kami juga sedang mencarinya, saat yang urgen seperti, ini dia malah menghilang entah ke m
Candra otomatis menoleh, mengarahkan pandangannya, ke arah yang dituju Hayu, dia hampir saja tertawa, ketika melihat mami Bisma sedang berada di sana serang diri. Mungkin sedang menunggu Bisma atau Jelita.“Durhaka, kamu. Kualat sama orang tua. Nanti kalau kamu dikutuk bagaimana? Apa kamu tak takut kalau dia mengutukmu jadi kaya raya.”“Oh, tentu saja, saya tidak menolak kutukan semacam itu, hanya orang bodoh yang menolak kutukan menjadi kaya raya.”Candra mengulum senyum, diacaknya rambut Hayu gemas, namun pemilik rambut itu segera menepiskan tangan Candra, dia kesal jika rambutnya acak-acakan, apalagi sebentar lagi mereka akan bertemu dengan klien yang merangkap partner kerja Candra.Candra merangkulnya, Hayu membiarkannya, sekalian saja dia memanasi Bu Ayu yang sedang melihatnya.Mereka melihat Sean dan juga Dina yang sudah menunggunya di sudut restoran, mereka berdiri menyambut Candra dan juga Hayu. Dia menaik-turunkan aslinya menatap ke arah Hayu, bagai