"Cucu oma jadi botak ya?" ujar Syerli sembari mengusap kepala Jeno yang baru saja di pangkas.
Acara aqiqah Jeno berjalan dengan khidmat di kediaman Gerry. Selain mengundang para tetangga dan kerabat, Anjani dan Arsya juga turut menyantuni anak yatim dan piatu, mengamalkan sebagaian rezekinya sebagai rasa syukurnya kepada sang Maha Pencipta karena sudah memberikan Arsya dan Anjani anugrah terindah berupa buah hatinya.
Acara Aqiqah Jeno hanya berlangsung selama dua jam, dan kini para tamu sudah mulai menyurut karena acara sudah selesai. Hanya tinggal beberapa saudara dan kerabat terdekat saja yang masih menetap di kediaman papahnya Anjani.
Salah satunya Syerli -Mamahnya Anjani, mantan istri Gerry. Syerli yang selalu sibuk dengan butik dan pekerjaan nya menyempatkan diri untuk hadir di acara aqiqah cucu pertamanya. Syerli bahkan rela datang ke rumah mantan suaminya. Rumah yang dulu sempat mereka tinggali bersama sebelum mer
Dulu Juna pernah beranggapan bahwa dirinya bisa hidup meski sendirian, tanpa menikah dan tanpa memiliki rumah tangga.Baginya, rumah tangga adalah suatu yang rumit yang tidak akan bisa ia tanganin, menjalani hidup dengan seseorang yang mungkin akan selalu bertolak belakang dengannya.Terlebih ada sang mamah yang harus ia jaga. Kalau nanti Juna menikah, perhatian dan kasih sayang nya ke sang mamah pasti akan terbagi dua.Pokoknya, ada seribu alasan mengapa Juna enggan jatuh cinta dengan perempuan, kecuali mamahnya.Perempuan itu rapuh, hatinya sangat lembut. Sedangkan sifat laki - laki dominan kasar dan egois, meski tidak laki - laki semua seperti itu tapi Juna, ia mengakui kalau ia memiliki sifat seperti itu.Dan sebelum bertemu dengan Nalla, tidak ada yang bisa membuat Juna sadar bahwa jatuh cinta itu suatu hal mudah. Hanya saja, saat itu Juna belum menemukan tambatan
"Kan tadi mas udah suruh kamu masukin laptopnya kedalam koper." "Ya aku mana ingat, mas lihat sendiri aku sibuk sama Jeno karena dia tadi lagi rewel." Sepasang suami istri itu tengah berdebat karena laptop Arsya yang tertinggal di rumah Mamahnya dan mereka baru menyadari ketika sudah tiba di bandara. Untung saja masih ada waktu satu jam sebelum pesawat lepas landas. Anjani dan Arsya memutuskan untuk pulang ke Jogjakarta sore ini karena besok Arsya harus masuk kantor. "Kamu bukan sibuk sama Jeno, tapi sibuk foto - foto." ketus Arsya membuat Anjani melotot tidak terima. "Kok mas jadi nyalahin aku?" balas Anjani sewot, padahal Anjani sudah mencoba menahan mulutnya untuk tidak berbicara keras karena Jeno sedang tidur di gendongannya, tapi Arsya malah membuatnya semakin kesal."Kerjaan mas yang udah kelar di sana laptop semua Jan, belum mas kirim ke atasan. Kamu tau sendiri mas
Jangan lupa kasih ranting dan review ya, baca juga stories ku yang lainThank you and happy reading❤***Hendra: Ar, bisa ketemu ga?Arsya melempar ponselnya asal, merenggangkan otot-otot badannya yang kaku karena duduk berjam-jam di kursi kerjanya. Sudah beberapa hari belakangan ini Hendra selalu mengirimnya pesan dan meminta waktu untuk bertemu, tapi Arsya selalu mengabaikan nya.Sudah Arsya katakan kalau ia tidak mau lagi berhubungan dengan keluarga Nisya. Bukan Arsya memutuskan tali silahturahmi, tapi bukankah lebih baik memang seperti ini? Lagipula, wajar bila Arsya tidak ingin bertemu lagi, setelah di fitnah dan mencemarkan nama baiknya, apa mungkin Arsya masih bisa menjalin hubungan yang baik dengan Nisya?Arsya kembali mengambil ponselnya, daripada pusing mikirin hal yang tidak penting, lebih baik ia melakukan video call dengan istrinya.
"Arjenoooo, Ayah pulang!"Suara Arsya terdengar gembira, dengan raut wajah cerianya laki-laki yang baru pulang kerja dan langsung masuk kedalam kamar itu berlari kecil menuju ranjang mungil milik Jeno."Jangan cium mas, mandi dulu." Namun baru saja Arsya ingin mencium pipi Jeno yang menggemaskan, suara tegas Anjani sudah mewanti-wantinya, membuat Arsya mengurungkan keinginan nya itu.Anjani yang sadari sibuk dengan laptopnya lantas beranjak dari atas ranjang, mengambil alih tas kerja milik Arsya dan menaruh ketempatnya. Usai menaruh tas kerja Arsya, Anjani kembali menghampiri Arsya, membantu suaminya itu melepas jas serta dasi yang melilit di leher Arsya."Mas langsung mandi ya, aku ambilin handuk dulu." kata Anjani yang Arsya anggukin saja. Melihat Anjani yang sudah menghilang di balik pintu, Arsya segera mengelap wajahnya dengan tissue basah lalu menjatuhkan kecupan pada pipi gembul Jeno, padahal kelak
Manik hitam Nisya menatap kearah Hendra dengan datar, seakan menggambarkan tak ada gairah hidup dari kedua bola mata cantik itu. Bola mata Nisya bergerak mengintai Hendra yang berjalan kearahnya dengan bahu melemas.Tangan Hendra terangkat mengelus pucuk kepala Nisya tanpa berkata apa-apa. Sapuan tangannya pada surai Nisya begitu lembut dan penuh kasih sayang. Hati Hendra berdenyut nyeri, menyadari tak ada ekspresi apapun yang Nisya berikan ketika tangannya mengusap lembut surai sang adik. Biasanya, Nisya langsung memamerkan deretan gigi rapih dan putihnya ketika tangan Hendra mendarat di pucuk kepalanya."Besok kita jalan-jalan yuk, Sya?" tanya Hendra dengan tatapan penuh harap.Nisya menundukan kapalnya, lalu menggeleng kecil menolak ajakan Hendra tanpa suara. Hendra menghela nafas pendek mendengar itu. Tapi Hendra tidak putus asa secepat itu."Nonton bioskop yuk? Atau kamu mau ke gramedia? Abang
Usai pulang dari jalan-jalan, Anjani dan Arsya langsung bergantian membersihkan diri. Mereka sampai di rumah pukul 10 malam, dan Jeno sudah tertidur pulas sejak di mobil menuju perjalanan pulang. Kondisi lalu lintas yang macet membuat mereka sampai di rumah lebih larut, untung saja Anjani membawakan baju hangat untuk Jeno supaya tidak masuk angin karena kedinginan."Mas, rumah itu tempat buat istirahat." tegur Anjani saat dirinya baru saja selesai membersihkan badan dan masuk kekamar mendapati pemandangan suaminya yang tampak mumet berkutik dengan laptop dan beberapa berkas di sampingnya.Arsya mengulum bibirnya, ia tidak protes dan memilih untuk menuruti ucapan istrinya. Menutup laptop lalu menaruh ke tempatnya."Mau tidur aja ribet banget sih, bun." sekarang giliran Arsya yang mengomel saat melihat Anjani yang sedang duduk di depan cermin rias sembari mengusap wajahnya dengan kapas yang sudah di bubuhi skincare yang Ar
Suara tangis Jeno menggema di ruang kamar itu berhasil mengusik tidur Anjani, buru-buru Anjani menegakkan tubuhnya dan berjalan ke ranjang bayi meski matang masih terasa berat untuk terbuka. Dengan sigap Anjani mengangkat tubuh mungil Jeno yang dibalut selimut, membawa jagoan kecilnya itu kedalam gendongan lalu memberinya ASI.Helaan napas lega Anjani hembuskan ketika suara tangis Jeno sudah meredam, Anjani mengucek matanya, menatap kearah jam dinding, kedua mata langsung melebar ketika pandangannya yang buram kembali nornal dan melihat jarum pendek berhenti tepat di angka setengah 5. Tungkai Anjani bergegas menghampiri Arsya yang masih tertidur pulas di bawah selimut."Mas, bangun!" ujar Anjani seraya mengguncang baju Arsya dengan tangan kanan nya, sementara tangan satunya menopang tubuh kecil Jeno di gendongannya."Mas, bangun! Waktunya shalat subuh!" Anjani kembali mengguncang baju Arsya karena percobaan pertama
"Mas, tolong jagain Jeno dulu, aku mau masak." ujar Anjani usai melipat mukena dan sejadah nya, mereka baru saja selesai melaksanakan sholat subuh bersama.Hari ini hari minggu, Arsya tidak memiliki kegiatan apapun, jadi Anjani bisa menitipkan Jeno yang sudah bangun dari tidurnya itu ke Arsya selagi ia memasak sarapan."Siap, bunda!" jawab Arsya antusias, dengan cepat Arsya melipat sejadahnya kemudian berlari ke ranjang tidur Jeno tanpa membuka peci dan kain sarungnya lebih dulu. Jeno yang sedang anteng langsung Arsya angkat dan taruh di gendongannya. Ayah muda itu lantas berjalan keluar kamar mengikuti langkah sang istri."Mas, gas habis!" teriak Anjani seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal, Anjani mencoba menyalakan kompor gasnya meski hasilnya tetap sama. Tak lama kemudian, Arsya datang dengan Jeno di gendongannya."Aku udah telfon tukang gas, katanya setengah jam lagi di antar." lapor