"Dia seperti sedang koma, ada tanda kehidupan tapi tidak ada kesadaran, kondisi seperti ini bisa karena penyakit atau kecelakaan tapi sulit bagiku percaya ... luka seperti ini bisa membuatnya koma seperti ini?" celetuk Aricia sembari melirik bekas luka pada Zumra. "Pasti ada sesuatu yang lain," ucap Duke Victor menatap langsung kedua mata ruby milik Aricia yang berkilau. Aricia mendadak mendeham karena canggung dengan tatapan tajam Duke yang senantiasa memandanginya itu. Bagaimana aku bisa bekerja dipandangi seperti itu terus? batin Aricia berceloteh sendiri. Alih-alih menemukan cara membantu Istri Pria Tua itu, Aricia malah bergulat dengan isi kepalanya sendiri. "Apa kau kesulitan?" tanya Duke Victor menghampiri Aricia. Sejenak Aricia terdiam sembari mengguman tidak jelas namun tak lama ia menjentikkan kedua jarinya. "Aha! aku tahu, harus bertanya siapa?!" jerit Aricia senang. Aricia pun beranjak keluar dari kediaman itu dengan Duke yang senantiasa mengekorinya. Aricia memejamkan
“Kabar baik, Oh ho ... kau membawa kekasih kali ini, ayo masuk nona manis,” ucap Tabib tua pada Aricia.Victor tersenyum canggung. “Paman, dia seorang Healer,” ucap Victor pada pamannya ini.Tabib tua itu menurunkan kacamatanya yang sudah retak itu. Dia memperhatikan Aricia dari atas hingga bawah. “Jarang sekali, matamu merah dan rambutmu hitam.” Tabib Tua itu terperangah pada Aricia.“Benar, Tuan,” jawab Aricia. “Masuklah, kita berbincang di dalam saja Anak muda,” ajak Tabib tua mempersilahkan masuk.Aricia memperhatikan ruangan rumah yang sederhana ini. Tabib tua ini adalah tabib handal di istana, mengherankan jika dia hidup dengan penuh kesederhanaan seperti ini. "jadi kalian ada perlu apa denganku?" tanya Pria tua itu.Aricia dan Victor saling berpandangan. "Kami mau bertemu Morpheus." Aricia berucap sembari mengikutsertakan Victor yang bersamanya. Aricia melirik Victor yang kala itu hanya diam memandanginya dengan tatapan tajamnya."Siapa Gadis kecil ini? hendak bertemu Dewa se
"Aku salut jika Healer sepertimu rela membantu menyebuhkan seseorang dengan tulus," ucap Tabib. "Kenapa kau mau membantu Elf itu, wahai Healer Gracewill?" tanya Tabib.Aricia memang tidak punya alasan khusus, jika karena balas budi kebaikan Pria Tua itu karena sudah menumpanginya menuju Nariha, tentu bukanlah alasan yang tepat tapi karena Aricia tersentuh dengan cinta yang mereka miliki. "Seseorang menantimu selama bertahun-tahun, melalui musim demi musim dengan harapan jika kau akan membuka mata dari mimpi yang panjang, Nah Tabib, bisa kau bayangkan bagaimana rasa bahagia itu jika akhirnya kau mendapatkan harapan jadi kenyataan?" tanya Aricia dengan lembut. Aricia menepikan beberapa helaian rambutnya ke belakang telinga. "Cinta yang seperti itu ... semua orang akan menginginkannya." Duke baru tiba diambang pintu, langkahnya cukup pelan namun ia dapat mendengar suara Aricia yang berbincang dengan pamannya itu. Saat berada diambang pintu menuju ruangan, ia tertegun ketika mendengar
"Apakah kau dewa Morpheus?" tanya Aricia. "Ah itu ... haha, kau kenal Verdandy ternyata," jawab Wanita itu tertawa hambar.[Morpheus, Dewa Mimpi]Seketika panel menampaki identitas dari Sang Dewa, dugaan Aricia benar kemudian Aricia beranjak dari duduknya kemudian menyambar tangan kanan Wanita itu dan menggengamnya. "Aku membutuhkan bantuanmu," ucap Aricia. "Eh?" Wanita itu mengeryitkan dahinya dengan heran. Aricia menatap dengan penuh harapan pada kedua mata merahnya yang berbinar. Ia tak memerdulikan wajah Morpheus yang kala itu menatap degan bingung sampai pada akhirnya Morpheus pun menghela napas. Ia menyerah menatap kegigihan dari Aricia. "Baiklah namun kau harus menerka jawaban dari pertanyaanku," ucap Morpheus. Aricia tersenyum lebar atas keberhasilannya bertemu dengan Dewa Mimpi itu. "Katakan, aku akan berusaha menjawabnya." Aricia menyahut dengan semangat. "Mengalir dengan perlahan mengikuti inti bumi, menjadi sebuah kehidupan?" tanya Wanita itu. Aricia lama terdiam. P
Sebelumnya ..."Lama tidak berjumpa Aricia," "Dewi Verdandy, maafkan aku ... namun, aku butuh bantuanmu," ucap Aricia. "AKu hanya takdir masa kini, lantas apa yang bisa aku bantu?" tanya Dewi Verdandy."Di sana terbaring Elf yang terkena penyakit mimpi, apakah mimpi saat ini bisa kita lihat melalui bantuanmu? aku yakin, jiwanya terkutuk di dalam sana karena tubuhnya baik-baik saja, tidak seperti orang yang sakit," ucap Aricia. "Memasuki mimpi seseorang tentu butuh bantuan Teman Lama, namun sepertinya dia akan senang hati membantu,""Untuk saat ini aku hanya bisa memberitahumu jika ia masih hidup," ucap Dewi Verdandy. "Aku setuju dengan saranmu.""Oh maaf, astaga ... ini Dewi Verdandy, dia seperti ibu periku dan ini Duke Victor Frederic Ashkings," ucap Aricia mengenalkan keduanya. "Kekasihmu seorang mahluk suci yang dekat dengan kami, salam ... Naga Api Suci," ucap Dewi sembari menunduk hormat."Salam, Dewi Verdandy ... sungguh sebuah kehormatan dapat bertemu denganmu yang keberad
Aricia kembali pada rutinitasnya di kediaman Ashkings. Hari ini Aricia tengah membaca buku mengenai ramuan obat dari koleksi buku-buku di perpustakaan kediaman ini. Ia sudah berhasil mengembalikan Zumra terbangun dari mimpi panjangnya sekaligus memurnikan luka dari Iblis yang ada pada Zumra. Nerius dan Zumra sudah kembali hidup bersama meski beberapa hari kemudian, Aricia menerima kabar kematian Nerius karena Pria itu sudah dimakan oleh usia. Aricia menatap sendu karena teringat dengan sepasang kekasih itu. Ia melamun sejenak dengan buku yang terbuka di hadapannya. Aricia mengingat salam perpisahan Zumra usai menabur abu dari suaminya di Sungai Oru yang suci dan jernih. Zumra akan berkelana sembari terus membasmi para Iblis yang ia temui. "Bagaimana jika Zumra tidak pernah terkena penyakit itu dan mereka hidup bersama?" "Itu tidak akan bisa terjadi karena manusia memiliki umur yang lebih pendek daripada Elf." Aricia menoleh mendapati Duke Victor yang ada diambang pintu sehabis m
Aricia kini memandangi Pangeran dengan raut merasa bersalahnya. "Asvaldr kenapa kau tidak mengatakannya dari awal?" celetuk Aricia berbicara sendiri. "Karena aku baru bisa melakukan telepati padamu, Dasar Bodoh." "Satu hal lagi, bukankah tadi Pangeran itu bilang jika dia baru bertemu Ratu dari Plumeria itu? bukankah Duke juga sedang pergi menuju perbatasan Plumeria dan Helian?" "Apa yang tengah kau coba katakan?" "Pikirkan lagi, apakah kebetulan ini terlalu aneh?"Aricia tidak lagi menanggapi ucapan Asvaldr yang menggema dibenaknya itu. Aricia beranjak meski ia dicegah oleh Pangeran Alphonse. Ia menatap Pangeran itu dengan tatapan datarnya. "Aku harus kembali," ucap Aricia dingin. "Baiklah, kita bisa tunda makan malamnya, di lain waktu," ucap Pangeran dengan senyuman tenangnya. Aricia memberi hormat pada Sang Pangeran kemudian pergi tanpa sepatah kata apa pun. Pikirannya berkecamuk karena memikirkan Ratu Clara yang memang memiliki kebencian padanya, meski Aricia tahu tipuan dari
Aricia menerjabkan kedua matanya. Pandangan yang ia lihat pertama kali adalah bintang-bintang kerlip pada langit yang gelap. Aricia terbangun saat malam hari, ia masih berada disebuah kapal pengangkut batu bara yang akan menuju kerajaan Plumeria. Ia keluar menuju geladak, suasana kapal yang sepi kecuali awak kapal yang masih terjaga dianjungan. "Nona, ini sudah malam, kapal tiba di Plumeria saat subuh nanti," ucap Awak Kapal yang kebetulan berjalan melintasi Aricia."Aku hanya ingin bersantai," sahut Aricia."Kalau begitu ambillah, meski kain selimut ini berasal dari bahan domba yang tak berkualitas sehingga tipis," ucap Awak Kapal itu. Aricia mengangguk sembari meraih kain itu. "Terima kasih." Aricia berucap sembari berjalan lebih jauh sembari menyelimuti dirinya dengan kain tipis yang didapatkan dari awak kapal. Angin malam menerpa membuat rambut panjang bergelombangnya ikut bertiup. Aricia memandangi lautan luas tanpa ujung. Ia menghela napas, untuk merasakan perasaannya yang be