"Grace ... Gracewill, apakah kau monster? tidak ada Healer yang bisa memulihkan dirinya sendiri," ucap Alfred. Aricia terkejut kemudian menoleh pada Alfred sembari terkekeh hambar. "hahaha ... asal berlatih bisa kok," kekeh Aricia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Mustahil, kita hanya pemberi sihir penyembuhan bukan menyembuhkan diri sendiri ... kau benar-benar diluar nalar!""Ya aku setuju," sahut Ksatria Rever yang menampaki dirinya. Pria rupawan berbalut zirah itu berjalan mendekati Aricia sembari tersenyum lebar. "Ya, hai, akhirnya aku bisa menemuimu secara langsung, Ricchie," ucap Ksatria Rever."K-ksatria Suci Rever!" kejut Alfred kemudian buru-buru memberi hormat, namun sebaliknya pada Aricia yang mematung dan membelalakkan kedua matanya."Bagaimana kau bisa tahu keberadaanku?" tanya Aricia heran.Pria Muda itu terkekeh pelan. "Itu perkara mudah, seluruh penjuru Plumeria heboh berkat kedatanganmu dan mengulang tahun pelajaran kembali di Markas Penyembuh, sangat bernostalg
Aricia menatap sengit Oscar Arlo. Koridor yang gelap dan sepi membuat keuntungan bagi Oscar Arlo, menjadikannya tak bisa menghindari pertarungan. Aricia menggengam erat gagang pedangnya."Apa yang kau inginkan?" tanya Aricia.Oscar Arlo hanya menatap Aricia, sosok Gadis itu mengingatkannya dengan Vincent Gracewill, sehingga rasa dendamnya yang sirna jadi kembali muncul. "Sejak kau tiba di Markas Penyembuh, sejak kau memotong rambutmu dan sejak kau berani menantang Tabib Agung Gracewill, kau ... mirip seperti dia," ucap Pengajar Arlo.Aricia menghela napas. "Ayah maksudnya?" kekeh Aricia menikmati wajah murka Oscar Arlo. "Kenapa kau masih hidup? keturunan Gracewill." Oscar Arlo berucap dengan sengit. Aricia terdiam. Ia tak tahu harus menjawab atau menanggapi Pria itu. Bagi Aricia tidak akan ada yang memercayainya. Keberadaannya di dunia ini. Kematiannya di dunia asal dan hidupnya yang melanjutkan jati diri dari Aricia Gracewill. "Kenapa kau menanyakannya? atau jangan-jangan ...," uc
"Aku tak sabar dengan upacara ini," ucap Alfred antusias pada Aricia yang berdiri di sisi kirinya.Aricia hanya menatap lurus ke depan. Sejak tiga bulan lalu pertarungannya dengan Oscar Arlo, Pengajar itu tak pernah lagi menampaki batang hidungnya sementara itu Tabib Agung Gilovich juga tidak mengetahui keberadaannya. "Tidakkah kau antusias? Aricia, Aricia, hey kau dengar aku?" tanya Alfred tak sabaran"Aku mendengarmu." Aricia menyahut kemudian berjalan memasuki aula. Kini Aricia bersama Alfred bergabung dengan murid-murid lainnya untuk melakukan upacara dari seorang penyembuh junior jadi seorang Healer meskipun akan ada satu ujian lagi untuk meraih Healer Senior. Aricia berbaris bersama para murid lainnya dengan seragam Markas Penyembuh yang dilengkapi dengan jubah putih bersihnya. Aricia sempat dilirik sinis oleh salah seorang Healer Senior. "Kau mengulang kelas tahun ini, Gracewill?" ledeknya pada Aricia. Aricia menaikkan kedua bahunya tidak tahu. "Entahlah, kurasa iya juga, ak
Aricia berdiri tegap. Ia mulai meregangkan kedua tangannya dan kakinya. "Ah, aku tidak bisa menghindar ternyata," ucap Aricia sembari merentangkan tangan kanannya. "Datanglah, Asvaldr," perintah Aricia pada pedangnya yang sedari tadi ia tinggalkan dikamarnya.Tranggggg Asvaldr langsung berada dalam genggamannya. Aricia langsung berdiri menghadang Monster itu. "Ingat Aslvaldr jangan melukainya, okay?" ucap Aricia sembari melakukan kuda-kuda yang akan melawan Monster itu. "Manusia sepertimu memerintahku?" celetuk Aslvadr dari telepatinya. "Maaf-maaf, ini permintaan darurat," sahut Aricia sembari mengayunkan pedangnya kemudian melompat demi menghindari serangan dari Monster itu. Aricia berlari dengan cepat ke sisi yang berlawanan untuk mencari kelemahan dari monster itu. Aricia hampir saja terkena paruh Monster itu yang hendak mencabik tubuhnya beruntung Aricia memiliki refleks tubuh yang cepat. Napasnya kini tersengal dan mulai merasa kelelahan. Sedari tadi hanya menghindar tanpa ma
Sebelumnya ..."Ah ... Gracewill, kau sama sepertinya, berkilau dan sangat jauh," sahut Pengajar Arlo dengan suara paraunya. Sekilas ia melihat sosok Vincent Gracewill pada sosok Aricia yang saat ini berada di depannya. Beberapa lama kemudian kedua matanya mulai terasa berat.Aricia menunduk di depannya. "Energi Suci Tak Terbatas ... Heal ...," ucap Aricia tertahan saat tangan Pengajar Arlo menyentuh pipinya. "Sudah terlambat, jangan gunakan berkah sucimu untuk aku yang sudah bersekutu dengan Iblis, Wahai Muridku ... Aricia Gracewill," ucapnya dengan senyuman tulus. Oscar Arlo menatap Aricia, kemudian ingatannya kembali ketika melihat senyuman Vincent Gracewill. "Ah, akulah yang menjebaknya, akulah pelaku yang menyebarkan rumor kemudian menatap kematian teman baikku." Oscar Arlo semakin melemah apalagi dengan kutukan yang terus melahapnya. Tangan Aricia yang mengulur itu kemudian disentuh oleh Asvaldr. "ucapannya benar, semuanya sudah terlambat karena kutukan itu sudah sampai ke in
Seharian ini Aricia tidak keluar dari kamarnya, ia hanya setengah duduk bersandar di ranjang kasurnya sembari termangun. Ia sedang memikirkan perasaan dan isi benak kepalanya yang tidak seiras itu, akan sosok Victor Frederic padanya. Hubungan ini dan segalanya. Kemudian tak lama suara pintu terbuka mendapati Pria bermata biru memasuki kamarnya sembari duduk di pinggiran kasur. "Kau melewatkan sarapan, makan siang dan malam," ucap Pria itu dingin. Dia masih belum membalikkan tubuhnya hanya untuk melihat Aricia. Ia menatap lurus ke depan sembari duduk dengan tegap. Aricia langsung berbaring sembari menutupi tubuh dan wajahnya dengan selimut. Sebenarnya aksi mogok bicara yang dilakukan Aricia ini tak lepas dari perlakuan Duke yang menjadi terobsesi padanya. "Padahal kau bisa menikah saja langsung dengan Ratu Clara, bukankah kalian sudah sepakat?" celetuk Aricia dengan nada bergumam lirih. Kedua mata Victor membulat usai mendengar perkataan Aricia, dalam sekejap Pria itu murka. Ia mera
"Oh ya? kau jadi tangguh saat ini, Healer." Ratu Clara terkekeh sembari terus mengayunkan belatinya pada Aricia, berkali-kali itu juga Aricia berhasil menghindarinya. Aricia menghindar karena mengamati pergerakan Ratu Clara. "Bukannya kau Gadis manis yang tidak akan bergerak semberono seperti ini?" celetuk Aricia dengan sengaja karena ia sedang memancing amarah dari Ratu Clara.Ratu Clara berhenti mengejar kemudian tersenyum. "Teruslah memainkan peranmu," ucap Ratu Clara.Miasma merupakan wabah. Setidaknya itulah yang Aricia ketahui. Ia bergerak dengan cepat menyerang Ratu Clara meski tebasannya hanya melukai sebagian kecil lengannya. Ratu Clara tidak tinggal diam, ia membuat serangan dari hempasan kedua tangannya. Ketika Aricia menghindar, ia melihat tumbuhan di sekitarnya jadi mati dan membusuk. Kedua mata Aricia membelalak sempurna. "Apa yang kau pikirkan? Ratu dari Plumeria, Negara Para Penyembuh!" bentak Aricia memperingati dengan penuh kemurkaan."Karena aku muak dengan semua
Di tengah terik matahari dengan perut yang keroncongan. Seorang gadis memakan roti yang dibeli dari Toko Serba dengan bibir manyunnya. Sesekali menyeka keringat yang mengucur di dahinya. Ini kali kesekiannya dia luntang lantung di jalan untuk mencari pekerjaan, meskipun tidak mudah dia tak mau menyerah. "Mau Rumah Sakit mana lagi ya yang harus aku kunjungi? kenapa susah sekali mencari pekerjaan," keluh Gadis muda ini. Seharian menghampiri setiap Rumah Sakit untuk melamar pekerjaan yang sesuai kualifikasi dirinya sebagai Perawat. Tidak hanya di rumah sakit bahkan klinik-klinik kecil pun sudah dihampiri demi kabar baik untuk pekerjaan tapi semuanya nihil. "Uang hasil kerja freelancer sudah semakin menipis, gajian juga kecil tidak akan cukup untuk bayar kos yang nunggak tiga bulan ini," ucap Gadis muda itu sembari duduk bersandar di salah satu kursi kayu di depan sebuah toserba. Perut keroncongan sudah biasa asalkan jangan diusir dari tempat tinggal karena belum membayar uang sewa tem