[Plumeria, Kerajaan Para Healer]
Pemberitahuan muncul dari pandangan Aricia saat tiba di depan sebuah istana megah serba permata hijau. Aricia menuruni anak tangga dari kereta kuda namun sebuah tangan dengan sigap menangkap dengan gentleman. Aricia melirik ketus Duke yang rupanya berusaha membantu Aricia menuruni tangga.
"Aku bisa sendiri," ketus Aricia garang.
Duke Si Wajah datar menatap Aricia dengan dingin. Ia menunduk sedikit agar setara dengan telinga Aricia. "Perbaiki perkataanmu, Healer," peringatnya. Suara nan dingin dan penuh ancaman itu berhasil membuat bulu kuduk Aricia meremang.
"Aricia Gracewill, Selamat datang kembali di Plumeria," ucap seorang Pria berzirah yang mendatangi Aricia.
[Ksatria Rever Francieli, Ksatria suci dari Plumeria]
Panel pemberitahuan itu muncul dan Pria itu menarik perhatian Aricia seperti seorang tokoh novel romansa remaja. Pria yang jadi tipikal madu menarik perhatian. Pria yang tampan rupawan dan ramah, tentu saja pandai bergaul. Pria itu mendatangi Alessa lebih dulu seolah mengenalnya cukup lama.
"Aricia, ini sungguhan dirimu," ucap Pria itu.
Aricia menatap heran. Pria yang charming ini tak pernah sekali Aricia kenali. "Maaf ... siapa?" celetuk Aricia.
"Demi Dewi, Aricia ini aku Rever Francieli, kita berteman sejak kecil!"
Duke menjadi risih dengan interaksi Ksatria itu. Duke lantas mendeham basah. "Healer, aku menunggumu," sela Duke.
"Sejak kapan kau berinteraksi dengan Monster Dingin ini, Ricchie?" celetuk Ksatria itu tampak familiar dengan Aricia.
Aricia melirik wajah masam Duke saat itu. Ingin sekali Aricia tertawa terbahak-bahak karena sikapnya Duke saat itu sama sekali bukan seperti sikap biasanya yang dingin dan kaku. "Seperti yang Anda tahu, aku ini baru bangkit dari kematian jadi ingatanku sedikit .... hilang." Aricia beralasan.
"Oh, pantas saja, kalau begitu Ratu sudah menunggu kedatanganmu, Ricchie," ucap Ksatria itu sembari meraih pergelangan tangan Aricia dengan santai.
Duke membelalakkan kedua mata biru terangnya kemudian meraih tangan Aricia. Ia menahan pergerakan Ksatria yang hendak menggandeng Aricia memasuki istana. "Perhatikan posisimu, Francieli," tegas Duke tampak marah.
"Wahai Duke Ashkings, Anda bersusah payah dan jauh-jauh dari Helian menuju Plumeria untuk keributan ini?" sindir Ksatria Ashkings. "Ricchie berasal dari Plumeria, ini negaranya, rumahnya," ucap Ksatria itu.
Aricia menggeleng sebelum kepalanya meledak karena pusing. Tampaknya Kerajaan Helian dan Plumeria memang tak begitu akur. Maka dari itu Aricia melepaskan kedua tangan Pria yang sedang merebutkannya. "Aku bisa sendiri, jadi Duke lebih baik kembalilah ke Helian dan kau, Francieli tunjukkan jalanku menemui Ratu," ucap Aricia kesal.
Aricia terpukau oleh koridor istana yang megah dan luas, belum lagi ornamen batu-batu permata hijau disetiap pilarnya yang megah itu. Aricia hanya berjalan lurus mengekori langkah Sang Ksatria. Beberapa saat lalu Aricia meninggalkan Duke Ashkings seorang diri di dekat kereka kudanya.
"Ricchie katakan sesuatu, bagaimana kau bisa hidup lagi?" tanya Ksatria Rever dengan nada yang sendu.
Aricia tertegun mendengar pertanyaan itu. Tidak mungkin ia ceritakan jika dia dari zaman berbeda kemudian tewas dan ada di tubuh Aricia Gracewill yang kebetulan saat ini seharusnya sudah mati muda. Aricia menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.
"Karena ... aku menolak takdir mati muda," jawab Aricia dengan asal.
"Oh, ternyata Dewi mengabulkan doamu ya," sahut polos Ksatria itu.
Aricia menghela napas dan tersenyum seadanya. Hidup lamanya begitu kejam dan ia tak bisa percaya dengan orang-orang sekitarnya berkat hal itu. "Mungkin saja," ucap Aricia saat tiiba di depan sebuah pintu berukiran emas.
Ratu sudah duduk di atas takhtanya, matanya terpaku pada kedatangan Aricia. Wanita bermahkota berlian yang indah pula. Wajahnya ditutupi oleh selendang tipis namun masih menampaki siluet Wanita muda yang cantik rupawan dengan gaun megahnya itu. Dia hanya menatap Aricia tanpa ekspresi apapun.
"Aricia Gracewill, selamat datang," ucap Ratu.
[Ratu Clara Rosendale, Virgin Queen yang memimpin kerajaan Plumeria]
Lagi-lagi panel yang hanya bisa Aricia lihat itu terpampang jelas di depannya. Aricia segera menunduk memberi hormat pada Ratu itu. "Hamba mendatangimu Yang Mulia, sesuai dengan undangan yang Anda perintahkan," ucap Aricia.
Suara langkah derapan kaki terdengar dari arah anak tangga singasana. Ratu tiba-tiba ada di depan Aricia kemudian mengarahkan tangannya untuk menyentuh dagu Aricia agar menghadap padanya. Tangannya terasa dingin meski tampak cantik.
"Tatap aku Wahai Healer, keajaibanmu usai tiada dan hidup kembali," perintah Ratu.
Aricia membalas tatapan Sang Ratu. Kedua mata merah rubynya menatap sepasang mata hijau yang mirip dengan permata-permata di istana ini. Saat itu Aricia menyadari satu hal, Ratu memang berbicara lembut tapi tatapannya sinis pada Aricia.
"Ratu, apakah ada yang aneh dariku?" tanya Aricia.
Aricia, sosok yang seharusnya telah pergi dari dunia ini, kini bangkit kembali. Sebuah berita yang mengguncang kekuasaannya. Dia tak pernah mempercayai bahwa Aricia akan kembali dari kematian, seperti legenda hidup yang menjelma kembali. Kini sosok yang Ia benci itu ada di hadapannya.
"Aku turut berduka atas kematianmu dan turut berbahagia atas kehidupanmu lagi," sahut Ratu sembari melepaskan tangannya dari dagu Aricia.
Ha ... tipikal Wanita penipu seperti anatagonis dalam sinetron, batin Aricia seolah sudah bisa menerka sifat dari Ratu Clara ini.
"Namun ... kau seharusnya masih mengingat sumpah setiamu sebagai rakyat bangsa Plumeria," ucap Ratu.
Aricia menaikkan sebelah alisnya karena bingung dengan ucapan Sang Ratu. "Apa maksudmu, Yang Mulia?" tanya Aricia berani.
"Kau harus melaksanakan tugasmu sebagai Healer, kau harus menetap di Plumeria dan tinggalah di Markas Penyembuh," titah Ratu.
Kedua mata Aricia membelalak sempurna. "Yang Mulia, Anda pasti bercanda?"
"Yang Mulia, Anda pasti bercanda?" cecar Aricia dengan membelalakkan kedua mata rubynya. Kedua tangannya tampak meremat ujung gaun merah marunnya itu. Aricia sebenarnya tidak tahu tapi perintah Ratu akan mengharuskannya menjauh dari Duke Ashkings, Pria Datar nan menyebalkan itu.Ratu menatap Aricia dengan tatapan tak suka. Ia memicingkan kedua mata hijau cerahnya itu. "Apa kau keberatan mengemban tugas ini?" Ratu bertanya dengan nada ketus. Aricia mengatupkan sepasang bibirnya. Ia tak mungkin terus terang mengatakan jika saat ini tengah terikat janji dengan Duke namun Aricia memikirkan siasat lain. Sebenarnya melarikan diri dari Duke Datar itu tidak buruk juga, batin Aricia. "Sebenarnya hamba sedang bekerja dengan Duke, beberapa misi yang menerima bayaran besar," ucap Aricia beralasan, sebenarnya penasaran dengan tanggapan Sang Ratu. "Jadi kau membantahku?" tanya Ratu Clara bernada sinis.Terlalu subjektif dengan menggunakan ku daripada kami, batin Aricia menimbang. Ratu jelas-jela
Seharian ini Aricia dijemur dibawah terik matahari usai berlari mengelili lapangan latihan. Aricia kelelahan karena pelatihan yang diberikan dari Duke ini lumayan menyiksa raganya yang lemah. Aricia memelankan tempo berlarinya namun dengan segera Duke yang berlari santai di sebelahnya memukur betis Aricia menggunakan sarung pedangnya."Bagaimana kau bisa lari dari terkaman hewan buas jika lelet seperti ini?" sindir Duke Victor yang tampak tidak kelelahan, padahal sudah ikut berlari degan Aricia sejak pagi. Aricia menggeleng karena ia merasa kelelahan kemudian Aricia menghentikan langkahnya. "Duke, aku lelah," ucap Aricia dengan napas tersengalnya. Duke memiringkan kepalanya kemudian mendekati Aricia. Ia mengulurkan tangannya pada Aricia, semula Aricia mengira jika Duke hendak membantunya berjalan karena Aricia merasakan kedua kakinya mulai terik dan tak seimbang.Benar saja, saat itu pula kedua pijakan Aricia tak seimbang dan sebelum ia jatuh, Duke lebih dulu menangkap tubuhnya. Ari
"Aku tidak perduli! persetanan dengan penyembuhan!""Tunggu saja kau Ular sialan!" Aricia mengendap-endap keluar dari mulut gua. Ia memengang gagang pedang yang berhasil ia ambil dari gua misterius ini. Aricia tidak tahu cara bertarung namun yang pasti tekat bertahan hidupnya begitu tinggi, tiba-tiba bayang-bayang kematiannya dulu terbesit. Langkah Aricia yang semula mantap jadi ragu. Aricia berlindung dibalik sebuah batu besar usai melihat Ular itu baru saja melahap seekor sapi betina. "Astaga, astaga, astaga, aku bisa mati instan lagi, masa aku mau mati kedua kalinya," gumam Aricia menahan suaranya.Aricia mengatur napasnya yang menderu karena panik. Aricia sampai berkeringat dingin karena Ular besar itu tampak menyeramkam. "Aku tak mau mati lagi, jadi aku harus melawan," gumam Aricia lagi.[Pedang Asvaldr ingin membuat kontrak dengan Player]"Apa? aku tak mengerti," gumam Aricia heran, pasalnya panel misterius tiba-tiba muncul di depannya.Sang Pedang yang Aricia pegang juga bers
"Seperti pesan Duke Victor, jangan membuatnya malu," ucap Davis memperingati. Pria muda itu menyodorkan peti berisi gaun yang mahal pada Aricia. Tak lama Davis tampak terdiam memerhatikan Aricia. "Kau ... atau perasaanku saja? tubuhmu lebih kurus dari sebelumnya," celetuk Davis. Aricia tersentak kaget. "Ini ... perasaanmu saja," sahut Aricia. Ia pun menyambar gaun itu dari Davis. "Aku harus bergegas agar Duke tidak marah lagi," ucap Aricia kemudian menutup pintu rapat-rapat. Aricia buru-buru menatap cermin. Ia membuka pakaiannya, kenyataannya ia bukan jadi kurus melainkan lebih ramping dengan beberapa bagian otot lengan yang terbentuk. "Hm, memang rasanya tubuhku lebih ringan," gumam Aricia. Aricia segera menggeleng usai mendengar lonceng dari gerbang mansion berbunyi, menandakan para tamu undangan mulai berdatangan. Aricia buru-buru berganti pakaian dan mengikat ekor kuda rambut hitam panjang bergelombangnya. Aricia memakai gaun panjang berwarna merah tua dengan permata hijau yan
"Memangnya lucu menjadikan perasaan orang lain sebagai mainan?" tanya Aricia pada dirinya sendiri. Ia menatap pantulan dirinya dari air kolam itu. Air yang mengalir tenang dari patung naga yang mengeluarkan air pancuran. Aricia menghela napas cukup panjang kemudian menatap sendu dirinya sendiri. "Jatuh cinta katamu? jangan bercanda," gumam Aricia seorang diri. Ia mengepalkan kedua tangannya untuk meredam rasa emosionalnya di sana.Sepasang mata biru menangkap sosok Aricia yang duduk seorang diri di pinggiran kolam. Duke Victor Frederic Ashkings hanya menatap Gadis itu dari kejauhan, ia tak memasang ekspresi pada wajah rupawannya itu. Ia memutuskan berjalan mendekati Aricia yang saat itu hanya meratapi dirinya."Kau yang terburuk Duke," sahut Aricia yang ternyata menyadari kedatangan Duke. "Ini kesepakatan yang saling menguntungkan antara kau dan aku," ucap Duke. Aricia menoleh pada Duke dengan tatapan nanar dan murkanya. "Menjadikanku sebagai kekasihmu? kau sangat tak mengerti cin
"Cukup, perang dimenangkan oleh kita," ucap Duke. Aricia menoleh menatap Duke Victor dengan tatapan sendunya. "Aku ... aku akan mengobatimu," ucap Aricia sembari meraih tangan Duke.Duke Victor heran, bahkan ia tak menyadari jika ia sudah terluka dibagian tangannya. Bagi Duke luka ini tak seberapa. Ia pun hanya menatap Aricia yang menyembuhkan lukanya, setelah itu Duke mengarahkan tangannya pada puncak kepala Aricia. "Kerja bagus, Healer," ucap Duke sembari menatap Aricia.Aricia mengangguk. "Aku ... akan menyembuhkan yang lainnya," ucap Aricia kemudian menghampiri prajurit-prajurit yang terluka. Ia melakukan tugasnya sebagai healer, namun Aricia menyadari sesuatu. Luka yang ada tak kunjung menyembuh. Tidak semuanya tapi beberapa Prajurit mulai mengalami gejala yang aneh.[Penyakit baru telah ditemukan : Virus Anggrek][Quest bonus : Penakluk Virus][Ya/Tidak]Kedua mata Aricia membelalak sempurna. Panel misterius muncul di depan kedua matanya sebagai tantangan baru, Aricia tahu han
“Ini antidote, isinya air dengan campuran darahku, yang katanya bisa memurnikan dan aku bertaruh benda ini bisa melawan mereka.”"Tenanglah, lebih baik mati mencoba dari pada tidak sama sekali," ucap Aricia.“Cukup menduga-duganya, kau benar-benar gila!" bentak Duke. Aricia tersenyum simpul. “Baiklah kalau begitu aku akan jadi orang pertama yang menguji cobanya," ucap Aricia sembari beranjak berdiri. Kedua mata Duke membelalak sempurna. Sontak, ia tarik tangan Gadis bermata ruby itu. Perasaan terdalamnya tidak rela melihat Aricia berbuat nekat, ia tak mau Aricia dalam bahaya. "Apa yang ada dikepalamu, Aricia?!" tanya Duke berbarengan membentaknya.Aricia mematung, ini kali pertamanya Duke menyebut namanya bukan memanggilnya sebagai 'Healer' karena itu Aricia mengulas senyuman simpul. "Aku hanya mencoba membuktikan ucapanku," sahut Aricia. "Kalau begitu, kau pergi bersamaku," putus Duke. Belum usai Aricia hendak memberontak keputusan Duke. Pria itu menggengamnya erat. Aricia menata
Bunyi burung-burung bersiul pada pagi hari yang cerah. Aricia terbangun dibesok harinya, ia merasakan sekujur tubuhnya terasa pegal. Aricia mengucek kedua matanya kemudian beranjak berdiri dari ranjang kasurnya.Aricia menghela napas cukup panjang kemudian dia menyanggul seluruh rambut hitam panjangnya itu. Aricia membasuh wajahnya kemudian berkumur-kumur. "Tidak ada sikat gigi di zaman ini," gumam Aricia. Pikirannya mencari-cari akal namun buntu, akhirnya Aricia menggunakan buku apokrifa demi mendapatkan jawabannya.Ia duduk di pinggir ranjang kasur kemudian membuka buku itu. "Aku ingin tahu apa yang mereka gunakan untuk membersihkan gigi," ucap Aricia.Apokrifa memberi jawaban berupa tulisan yang muncul dari halaman buku. Aricia membawa berbagai alat yang digunakan untuk membersihkan diri, ternyata setiap kerajaan punya ciri khasnya sendiri. Helian menggunakan semacam kuas dari tumbuhan siwak, Plumeria sendiri lebih maju dengan membuat kuas seperti sikat kecil mirip sikat gigi dari