"Jadi, benar kan kalau kamu memperlakukan semua wanita sama saja?" "Bersikap manis, perhatian, ya... Seperti lelaki pada umum nya." Demi Tuhan, kalimat itu masih tengiang-ngiang di kepala Jeff, bahkan ketika dia hendak memejam kan kedua mata nya. Waktu sudah menunjuk kan pukul sebelas malam dan Jeff sulit memejam kan mata nya hanya karena kata demi kata yang Jianna ucap kan tadi siang. "Wanita memang rumit." Gumam Jeff seraya menghembuskan napas frustasi nya. Kemudian, pria itu memilih untuk bangkit dari ranjang, lantas bergegas keluar. Sebelum itu, terlebih dahulu dia menyambar hoodi cokelat milik nya yang ada di lemari. Jeff butuh udara segar. Maka nya, dia memilih untuk berjalan kaki. Di pikir-pikir, sudah lama juga Jeff tidak jalan santai seperti ini. Dulu, waktu dia masih sekolah, dia sering melakukan nya. Rumah Jeff masuk gang sempit yang hanya bisa di lewati satu kendaraan sepeda motor. Namun, ketika keadaan mulai berubah, semua itu Jeff tinggal kan, sebab, dia terlalu sib
"Seperti nya, ada satu hal yang harus kamu tahu tentang saya." Ucap Jeff pada akhir nya. Hal itu membuat Rinji tidak bergeming untuk beberapa saat, sebelum akhir nya berdeham dan bertanya penasaran."Apa itu?" "Saya tidak mudah berteman dengan perempuan." Entah apa yang ada di kepala Jeff saat itu, sampai dia harus mengatakan kalimat tersebut."Benar kah? Lalu kenapa mau berteman dengan ku? Kamu juga mau berteman sedekat itu dengan anak boss mu." Hardik Rinji, membuat Jeff menarik napas nya dalam-dalam dan menghembus kan nya perlahan. "Vella, dia itu sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri." "Lalu bagaimana dengan ku?" Tanya Rinji, yang sejujur nya, dia pun menyesal telah menanya kan kalimat itu. Tapi, sungguh, dia benar-benar penasaran perihal alasan Jeff mau berteman begitu saja dengan nya. Karena seharus nya, jika Jeff benar-benar tidak mudah berteman dengan wanita, Jianna Alatas tidak akan pernah berteman dengan Jeff. Rinji pun demikian, apalagi sampai di ajak ke pantai, h
Rinji tidak habis pikir dengan diri nya sendiri malam ini. Bagaimana bisa dia menangis tersedu-sedu dalam dekapan seorang pria asing yang bahkan belum satu tahun dia kenal. Dildar yang sudah dia kenal dua tahunan ini, tidak dia biar kan melihat sisi rapuh nya, tapi Jeffrey, pria yang sekarang sedang menikmati ice cream itu sudah tahu sisi lemah Rinji, ya meskipun sisi lemah yang di tampil kan adalah milik Jianna. Tapi tetap saja, Rinji dan Jianna adalah orang yang sama. Entah lah, Rinji pun bingung. Mungkin karena ini hari merah nya. Bukan kah perasan perempuan menjadi campur aduk ketika sedang dalam masa periode nya. Tapi tidak bisa di pungkiri juga, Rinji suka dengan perlakukan Jeff. Dia nyaman dengan bagaimana lelaki itu memperlakukan nya tadi. Memeluk nya sambil membisik kan kalimat penenang, Rinji benar-benar suka, sampai dia sedikit berdebat ketika mata nya bersirobok dengan mata Jeff. Dan sontak, dia langsung berdeham sambil mencoba untuk terlihat biasa saja, padahal jantung
Pukul tiga pagi, Jeff masih terjaga di sebuah apartmen yang beberapa waktu lalu menampung nya saat hujan badai dengan gemuruh petir yang lantang, singgah di ibu kota. Adalah apartmen milik Rinji yang saat ini sedang bermain peran sebagai Jianna. Awal nya, Jeff hanya mau mengantar kan gadis itu pulang, karena tidak bisa membiar kan wanita pulang sendirian malam-malam. Di tambah lagi, saat itu angin mulai bertiup kencang dari biasa nya, lalu di susul suara petir beserta kilat nya mulai menampak kan diri, menerangi bumi di kota Jakarta untuk seperkian detik secara terus-terusan. Maka dari itu, Rinji menyaran kan Jeff untuk singgah. Meskipun pada awal nya Jeff enggan, tapi semesta berkata lain. Saat kaki nya hendak kembali menyentuh tanah-- setelah memastikan Rinji selamat sampai unit nya, hujan dengan deras nya membasahi seluruh kota Jakarta, di susul amukan petir yang membuat malam menjelang pagi kala itu terasa mencekam, dan Jeff berakhir singgah di unit Rinji. Sebab, lelaki gagah pe
Bukan tanpa alasan kenapa Jeff takut dengan suara hujan di malam hari. Semua itu berawal saat usia nya enam tahun. Jeff kecil terbangun dari mimpi indah nya, ketika suara hujan pada malam itu mengusik tidur nya. Dia menangis sambil berharap Mama nya akan segera menghampiri nya. Namun sayang nya, belasan menit telah berlalu dan Mama nya tak kunjung datang, akhir nya Jeff memutus kan untuk berjalan mencari sang Mama. Dia membuka pintu kamar nya pelan, dan segera di sambut suara dari televisi yang menyala dengan volume besar. "Mama?" Jeff kecil bersuara pelan, berharap sang Mama akan menyadari kehadiran nya, namun beberapa kali Jeff memanggil Mama nya, sosok itu masih tetap tak muncul, sampai akhir nya, dengan penuh tekad, Jeff berjalan menuju sofa buluk yang ada di ruang tv, berniat untuk mengambil remot dan mematikan televisi tersebut. Namun sayang nya, belum sempat dia melakukan hal tersebut, langkah nya terhenti saat telinga nya mendengar suara desahan di antara berisik nya suara
DHARMAWANGSA GROUP.Jeff kontan mengendorkan dasi yang terikat dileher nya, saat kedua matanya tanpa sengaja membaca plang nama tersebut, ketika mobil yang dia kendarai melewati kantor pusat dari perusahaan itu. Napasnya tersenggal, dan refleks, satu tangan nya langsung mencengkeram stir dengan kuat, diikuti kedua mata yang juga menatap tajam ke arah kantor besar nan tinggi itu, meskipun hanya sekilas.Well, Dharmawangsa Group adalah sebuah perusahaan waralaba ritel, yang memiliki minimarket hampir di seluruh Indonesia dengan nama Dharma Mart, minimarket yang menjadi favorit sebagian warga negara, karena mudah ditemui dimana pun ketika bepergian.Iya, Jeff tahu kalau Dharmawangsa Group memang perusahaan yang sebesar itu. Hanya saja, dia benci mengakuinya.Dia benci karena orang yang ada di balik kesuksesan perusahaan itu, adalah sosok yang tidak bertanggung jawab terhadap sesuatu yang beresiko yang sudah dia lakukan.Pikiran Jeff seketi
"Ma, kenapa kita enggak di bolehin masuk?" Tanya Jeff dengan raut sedih nya. Seolah-olah suara mungil Jeff adalah air yang dapat memadamkan api dalam diri Tamara, wanita itu kontan berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan sang anak. "Papa di dalam lagi sibuk, sayang. Kita tunggu disini ya?" Jeff mengangguk lesu. Padahal, dia ingin sekali masuk ke dalam istana Papa nya. Mengelilingi satu-persatu ruangan yang ada, supaya nanti bisa dia ceritakan ke Kevin dan teman-teman nya yang lain. "Jeff sedih ya, enggak bisa masuk ke dalam?" "Sedikit. Tapi enggak apa-apa. Yang penting hari ini Jeff ketemu Papa." Raut sedih yang ada di wajah Jeff berangsur menghilang, tergantikan senyum menawan nya. Dan itu kontan membuat wajah Tamara ikutan tersenyum. "Anak pintar." Ucap Tamara sambil mengelus kepala Jeff. "Di mana? Di mana tamu yang mengancam-ngancam saya, hah?!" Tamara sontak berdiri dan menyembunyikan tubuh kec
Hari ini, adalah hari terakhir Rinji bekerja sebagai resepsionis di sebuah hotel bintang tiga di Jakarta. Dia tidak resign atau pun apa, hanya saja kontrak nya sudah habis, dan tidak di perpanjang.Rinji menghela napas, seraya melepaskan heels nya. Ini jam istirahat, dan dia sedang berada di warung pinggir jalan yang berada tepat di depan hotel tempat nya bekerja."Mbak Rinji, kata nya hari ini terakhir kerja ya?" Tanya Ibu Marni, pemilik warung itu yang sudah Rinji anggap sebagai Ibu sendiri, karena saking akrab nya.Rinji mengangguk lesu, dia sedih karena harus meninggalkan orang-orang baik yang ditemui di sini. Satu tahun enam bulan adalah waktu yang tidak singkat. Rinji sudah sangat nyaman dengan lingkungan dan rekan-rekan kerja nya. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Mungkin ini sudah jalan yang paling baik dari Tuhan."Nanti Ibu bakalan kehilangan pelanggan yang royal kayak Mbak Rinji nih." Eluh Ibu Marni