Jalanan Oxford memang tidak pernah mati, semakin sore suasana semakin ramai. Toko-toko berderet sepanjang jalan, menyediakan berbagai macam barang-barang bermerek, suvernir, kafe, dan lain-lain. Surga belanja bagi mereka yang hobi berbelanja.
Sore itu ketika jalanan Oxford mulai bercahaya karena lampu-lampu jalanan dan pertokoan mulai dinyalakan, Carla masih sibuk dengan bunga-bunga di tokonya. Orchid, itulah nama tokonya. Diberi nama demikan karena ibunda Carla sangat menyukai bunga anggrek. Berbagai macam warna, jenis, bentuk, dan wangi bunga dapat ditemui di toko bunga miliknya. Terletak di salah satu sudut jalan Oxford. Bersebelahan dengan kafe dan toko buku.
Di toko dengan interior bergaya Inggris modern itulah Carla menghabiskan hari-harinya jika sedang tidak menjadi relawan di rumah sakit. Toko peninggalan ibunda tercintanya itu ia rawat dengan penuh cinta. Dia sangat mencintai toko bunganya, selain karena alasan Carla begitu menyukai bunga dan tanaman, dia juga
“Hai, apa yang kau lakukan di sini?” tegur Suster Jane pada Carla yang sedang mengintip-intip di balik tembok tak jauh dari ruangan Sbastian.Gadis bermata abu-abu itu terkejut ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya, “Oh Tuhan Suster Jane,” ucap Carla sambil memegang dada kirinya.“Apa aku mengejutkanmu?” tanya Suster Jane dengan wajah sedikit khawatir.“Ya, sedikit,” ujar Carla sambil mengerucutkan bibirnya.“Tapi, kau baik-baik saja bukan?” Suster Jane nampak khawatir.Carla tersenyum lembut, “Aku baik-baik saja Suster Jane.”“Syukurlah, tapi apa yang sedang kau lakukan di sini? Kenapa kau seperti bersembunyi?” tanya Suster Jane sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.Carla menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tindakannya memang tak masuk akal karena terlihat seperti seorang pengintai, tapi dia benar-benar merasa penasaran ddengan si dokter
Suster Jane menatap Carla dengan tajam, gadis bermata abu-abu itu menggosok-gosok telinganya yang terasa panas karena mendapatkan jeweran yang cukup lama dari sang suster. Mereka kini berada di kantin rumah sakit.Carla berpura-pura mengamati kantin rumah sakit itu, ia tidak ingin langsung menatap Suster Jane yang masih terlihat sangat kesal padanya. Suster Jane meminum jus jeruk yang dipesannya, tatapannya tetap berkonsentrasi pada Carla.“Kau meman gadis keras kepala,” ucap Suster Jane dengan sinis.“Itu sudah takdirku,” ucap Carla dengan santai.Suster Jane melipat kedua tangannya di atas meja, “Kenapa kau tidak bisa sekali saja mendengarkan nasihatku?”“Aku hanya tidak bisa melakukannya. Aku tahu itu salah, tapi aku tidak bisa berhenti sebelum rasa penasaranku terobati,” ucap Carla sambil memainkan bunga plastic yang ada di atas meja mereka.Suster Jane menghembuskan nafas berat, menatap Ca
“Aku harap setelah kau mendengarkan ceritaku, kau tidak akan lagi memiliki niat untuk mengintai Dokter Sbastian,” ucap Suster Jane ketika Carla berpamitan padanya untuk kembali ke toko bunga.“Aku memang sudah tidak berniat untuk mengintainya lagi atau sembunyi-sembunyi memperhatikannya,” ucap Carla diiringi senyum misterius.“Aku tidak menyukai senyuman itu, aku sangat tahu arti senyuman itu Carla,” ucap Suster Jane dengan tatapan kesal.Carla memainkan matanya, “Jangan terlalu khawatir, aku akan baik-baik saja,” Carla mencoba untuk menyakinkan Suster Jane.“Kau memang keras kepal.”Carla tersenyum kecil, “Ya, itulah aku. Tapi aku masih penasaran bagaimana Suster tahu tentang ancaman yang diberikan oleh Kakek Sbastian?” Carla menatap penuh selidik suster kenalan baiknya itu.“Aku tidak akan mengatakan alasannya, lagi pula bukankah kau harus kembali ke toko bunga?&
“Gaun itu sangat cocok untukmu Carla,” ucap Joy dengan raut bahagia ketika gadis bermata abu-abu itu keluar ruang ganti.Halter dress berwarna cokelat muda nampak begitu indah dipakai Carla. Membuat leher gadis berambut panjang itu terlihat jenjang. Gaun sepanjang kaki Carla itu terbuat dari bahan Barbie Crepe kualitas nomor satu hingga terasa nyaman saat dipakai dan kainnya yang jatuh akan mengikuti bentuk tubuh. Terdapat belahan di bagian samping gaun itu dari bagian paha hingga ujung gaun yang akan terbuka jika digunakan untuk berjalan. Hal itu menambah kesan seksi dan membuat kaki jenjang Carla tampak terlihat indah.“Kau membuatnya dengan sempurna Joy. Ini indah sekali,” puji Carla dengan tulus.“Aku senang jika kau menyukainya,” Joy merapikan gaun itu sambil melihat jika ada kekurangan di gaun rancangannya.“Aku sangat menyukainya, bagiamana bisa kau membuat gaun ini begitu
Jalanan London terlihat begitu berkilau di malam hari. Lampu-lampu bergaya clasik menghiasi jalanan kota yang sedang menyambut musim gugur itu. Kafe-kafe di sepanjang jalan menuju rumah sakit St Thomas’ nampak ramai pengunjung. Itu memang sudah waktunya untuk makan malam.Carla dengan wajah ceria kembali ke rumah sakit St Thomas’, ia tahu hari itu Suster Jane sedang bertugas malam dan siang sebelumnya dia juga mengecek ke bagian adiministrasi bahwa Sbastian ada jadwal untuk mengoperasi pasiennya pukul enam sore. Oleh karena itu, Carla memutuskan untuk kembali berkunjung ke rumah sakit yang hanya berjarak sekitar dua puluh menit dari toko bungannya itu.“Kau ada di sini?” Suster Jane yang sedang berada di pos jaga bagian depan terkejut dengan kedatangan Carla.Gadis bermata abu-abu itu tersenyum riang sambil memberikan pelukan hangat pada sang suster.“Carla, apa yang kau lakukan di sini malam-malam begini?” tanya Suster
Carla tak menyerah meski di malam sebelumnya ia menerima penolakan dari Sbastian bahkan menerima amarah pemuda itu. Ia akan berusaha untuk mendekati si dokter angkuh dan dingin itu. Siang hari, ketika jam makan siang tiba, Carla kembali mengunjungi rumah sakit St Thomas’ dengan membawa makan siang berupas Fish and Chips. Salah satu hidangan yang umum di sajikan di Inggri. Ikan yang telah dibersihkan bagian durinya digoreng dengan baluran tepung yang telah diberi bumbu. Kemudian, disajikan dengan kentang goreng dan dipadukan dengan saus tartar dan saus sambal. Carla berharap agar kali ini Sbastian menerima makanan yang dibawanya.Pada saat Carla hampir tiba di ruangan si deokter bermata hijau itu, ia melihat seorang perempuan yang sangat dikenalnya dengan baik keluar dari ruangan sang dokter dengan wajah berurai air mata. Rasa panik menyergap diri Carla. Buru-buru ia menghampiri perempuan itu.“Evelyn, apa yang terjadi? Kenapa kau keluar dari ruangan ahli ka
Carla berjalan ke ruangan Sbastian dengan rencana di kepalanya. Kali ini ia tidak akan membiarkan dirinya kalah dari sang dokter keras hati. Kali ini ia akan pastikan bahwa Sbastian pasti akan memakan siang yang dibawakannya.Sesampainya di depan ruang Sbastian, Carla mengetuk pintu itu beberapa kali, suara Sbastian yang terlihat kesal mempersilahkannya masuk. Tangan Carla meraih gagang pintu ruangan itu, membukanya perlahan. Kemudian, dengan hati-hati ia melangkahkan kakinya, masuk ke dalam ruangan dan setelah itu kembali menutup pintu dengan hati.Sbastian yang saat itu nampak sedang menundukkan kepalanya sambil memijat-mijat keningnya dengan tangan segera mengangkat kepalanya ketika mendengar suara pintu ditutup kembali setelah dibuka.“Kau?” Sbastian nampak terkejut melihat Carla berada di depan pintu ruangannya. Ia tak menyangka yang mengetuk pintu itu adalah si gadis yang dianggapnya sebagai pengganggu. Ia kira orang yang mengetuk pintu ruangan
“Perempuan itu pasti yang meminta bantuanmu untuk mengusik hidupku bukan?” Sbastian kembali berbicara setelah duduk di kursi kerjanya.Carla menghentikan gerakan tangannya yang akan kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya, “Perempuan itu? Ah…maksudmu Evelyn? Kakakmu?”Sbastian menghembuskan nafas kesal, “Terserah apa katamu!”“Kau harusnya tidak menyebut kakak kandungmu sendiri dengan sebutan ‘perempuan itu’,” Carla mencoba unutk menasihati si dokter berkepala batu itu.“Itu bukan urusanmu, jawab saja pertanyaanku!” bentak Sbastian.“Aku sudah menjawabnya tadi. Aku baru tahu kau adik Evelyn dan aku tegaskan sekali lagi kakakmu itu tidak pernah meminta bantuanku untuk mendekatimu,” ucap Carla asambil menatap tajam Sbastian yang berjarak beberapa meter darinya.Sbastian tersenyum sinis, “Apa kau pikir, aku akan percaya ucapanmu itu?”