Sbastian terperanjat, ia kembali memeriksa nadi Carla, “Syukurlah denyut nadimu sudah kembali normal,” ucap Sbastian dengan suara datar.
Carla tersenyum kecil, ia melepaskan oksigen yang terpasang di hidungnya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Sbastian.
“Aku sudah baik-baik saja, aku tidak membutuhkan oksigen ini lagi,” ucap Carla sambil menatap Sbastian lekat-lekat.
“Kau yakin sudah membaik?” tanya Sbastian dengan raut khawatir.
Carla tersenyum riang, “Ah…rupanya kau mengkhawatirkanku ya?” Carla meledek.
Sbastian menelan salivanya, “Aku akan mengkhawatirkan siapa pun yang tiba-tib apingsan di depanku,” ucap Sbastian dengan suara dingin.
Carla mencoba untuk duduk dari posisinya yang berbaring, Sbastian ingin membantu tetapi mengurungkan niatnya itu, ia tidak mau membuat gadis bermata abu-abu itu semakin meledeknya.
“Anggap saja aku mempercayainya.
Sbastian menyetir mobil mewahnya dengan wajah dilipat. Carla terus memperhatikan wajah tampan dokter itu. Mereka berdua meninggalkan mansion Sbastian setelah Carla menghabiskan sup ayam buatan Sbastian.“Kenapa kau terus menatapku?” tanya Sbastian dengan dingin.“Karena kau terus menekuk wajahmu,” ucap Carla sambil terus menatap wajah Sbastian.“Itu karena kau terus membuatku kesal,” Sbastian melirik Carla beberapa detik.Carla menggeleng-gelengkan kepalanya, “Meski aku tidak membuatmu kesal, kau pasti akan tetap menekuk wajahmu, itu sudah kebiasaanmu dan kebiasaan itu susah dihilangkan.”“Bukan urusanmu!” bentak Sbastian.Carla menghembuskan nafas kesal, gadis itu menyenderkan punggunya di sandaran kursi mobil Sbastian, kini tatapan matanya menatap lurus jalanan depan. suasana jalanan London mulai dipenuhi kendaraan bermotor.“Antarkan aku ke Oxford Street,” ucap
Kota New York memanglah kota yang selalu sibuk. Lalu-lalang kendaraan bermotor dan para pejalan kaki nampaknya tak pernah berhenti. Hingar-bingar kehidupan dunia dapat ditemukan di setiap bagian kota. Siang itu ketika matahari musim gugur bersinar cukup terik, beberapa bintang model perempuan dan pria sedang melakukan pometratan untuk iklan baju renang di kolam renang terbuka.Renatta nampak seksi dengan baju renang model Monokini berwarna merah menyala. Pakaian renang itu membentuk setiap lekuk tubuh tinggi dan langsung si perempuan berambut pirang itu. pemotretan berjalan lancar hingga akhir. Namun, saat Renatta keluar dari kolam renang dengan dengan menaiki tangga bagian dalam kolam renang, kakinya mengalami kram dan membuatnya tergelincir.Orang-orang di sekitarnya berteriak karena terkejut. Teman-teman model Renatta dan beberapa kru lapangan ikut membantu perempuan berambut pirang itu untuk keluar dari kolam renang.“Kau baik-baik saja?” tanya A
Tiada hari tanpa bertemu dengan Sbastian, itulah moto baru dalam hidup Carla. Ia tak akan membiatkan dokter bermata hijau itu sehari saja tak melihat wajahnya. Tak peduli berapa kali pun ia ditolak dan diusir, Carla akan tetap membayang-bayangi hari-hari Sbastian.Di pagi musim gugur yang hampir berakhir, Carla pagi-pagi sekali masuk ke ruangan Sbastian. Gadis bermata abu-abu itu meletakkan bunga Daisy berwarna oranye ke dalam vas kaca yang selama ini menganggur dan disimpan di pojok ruangan. Ia ingin membuat ruangan Sbastian nampak lebih hidup dan indah“Kau?” Sbastian kembali dikejutkan dengan kedatangan Carla yang sepagi itu sudah ada di ruangan kantornya.Carla tersenyum manis, menyambut kedatangan sang pemilik ruangan.“Apa kau benar-benar tidak bosan selalu datang menggangguku?” tanya Sbastian dengan kesal.Carla menggelengkan kepalanya, “Sama sekali tidak. Ini menyenangkan untukku.”&ldq
“Ada apa memanggilku?” tanya Carla pada seorang pria tua yang sedang berada di ruang perawatan vip rumah sakit St Thomas’. Ruangan itu adalah ruangan terbesar dan terlengkap yang ada di rumah sakit itu.“Kau ini bisa tidka bersikap lembut padaku? Selalu saja ketus,” keluh si pak tua.Carla menghembuskan nafas kesal, “Maaf, suasana hatiku sedang kacau.”Pak tua itu menatap lamat-lamat si gadis bermata abu-abu, “Ke marilah! Aku ingin berbicara padamu,” pinta si pak tua dengan suara yang lebih lembut.Carla menurut, ia berjalan mendekati pak tua itu. Kemudian, duduk di kursi yang ada di samping ranjang perawatan pria tua itu.“Aku dengar dari Jane kau sedang berusaha mendekati seorang dokter di rumah sakit ini,” Pak tua memulai pembicaraan.“Aish...kenapa Suster Jane jadi suka bergosip,” gerutu Carla sambil mengerucutkan bibirnya.Pak tua itu menyentil kening C
Carla kembali ke ruangan Sbastian saat tengah hari, namun udara di luar masih terasa begitu, pertanda awal musim dingin akan segera tiba. Gadis bermata abu-abu itu membawakan Sbastian burger keju dan segelas Americano, ia tahu bahwa dokte angkuh itu sedang melakukan operasi sejak pagi.Saat tiba di ruangan Sbastian, dilihatnya bunga-bunga daisy yang ditatanya di pagi hari masih berada di tempa semula. Carla menyunggingkan senyum kecilnya, “Kau tidak jadi menginjak-injak bunga-bunga ini rupanya,” gumam Carla.Gadis bermata abu-abu itu memutuskan untuk menunggu kedatangan Sbastian sambil berselonjor kaki di atas sofa yang ada di pojok ruangan. Ia akan memeriksa bunga-bunga yang hari ini datang ke tokonya melalui ponsel karena ia sedang tidak ingin datang ke toko bunganya.“Apa kau tidak bosan menggangguku?” ucap seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu, Carla yang terlalu berkonsentrasi dengan ponselnya terkejut karena tidak mend
Salju yang berhamburan turun ke bumi menandakan resmi datangnya musim dingin. Popohonan nampak berkilau dalam balutan salju putih. Udara dingin terasa menusuk hingga tulang, tetapi tak mengendorkan semangat Carla untuk kembali datang ke rumah sakit St Thomas.“Harusnya di hari Sabtu pagi musim dingin seperti ini kau habiskan waktu dengan bermalas-malasan di kamarmu,” ucap Suster Jane pada Carla yang sedang membantunya untuk menata peralatan medis di ruang penyimpanan.“Itu pasti akan menyenangkan, tetapi aku tidak akan bertahan di dalam kamar lebih dari setengah hari,” ucap Carla sambil tersenyum manis pada Suster Jane.“Kau ke sini bukan hanya untuk membantuku menata alat-alat dan obat ini bukan?” Suster Jane menatap Carla dengan tatapan penuh selidik.Carla memamerkan cengiran kudanya, “Suster pasti sudah sangat ahli dalam membaca isi otakku.”Suster Jane berjalan ke sisi lain rak penyimpanan,
Carla berdiri di depan pintu menuju taman rumah sakit. Dari pintu itu dia bisa melihat taman rumah sakit yang telah dipenuhi oleh salju. Gadis itu rasanya ingin sekali bermain bola salju atau sekadar membuat boneka salju di luar sana, tetapi sayangnya dia tidak bisa melakukan itu di halaman rumah sakit. Para pasien di larang keluar bangunan rumah sakit di saat salju turun. Mereka hanya boleh berkeliaran di dalam gedung. Jika dia melakukannya seorang diri akan terlihat aneh dan menyedihkan.“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya seorang anak laki-laki berusia sekitar sebelas tahun yang tiba-tiba berdiri di samping Carla sambil menarik-narik tangan gadis bermata abu-abu itu.Carla menoleh ke sumber suara, setelah melihat anak laki-laki itu, ia pun tersenyum manis. Kemudian, Carla membungkukkan badannya untuk menyamai tinggi badannya dengan bocah laki-laki itu, “Aku sedang melihat salju di luar sana,” ucap Carla sambil menunjuk ke arah tamna yang te
Sbastian menarik paksa Carla untuk ikut dengannya. Dokter berhati dingin itu membawa si gadis bermata abu-abu ke gudang penyimpanan, tak jauh dari tempat mereka berdebat karena Sbastian tak ingin perdebatan mereka berdua menjadi tontonan orang-orang yang ada di sekitar mereka.“Apa kau tak puas hanya dengan mengganggu hidupku? Sekarang kau juga melibatkan pasienku?” Sbastian melepaskan cengkraman tangannya di pergelangan tangan Carla, gadis penjual bunga itu merasakan ngilu di pergelangan tangannya karena cengkraman Sbastian yang terlalu erat.“Aku sama sekali tidak mengganggu pasienmu,” ucap Carla sambil memijat-mijat pergelangan tangannya.“Kau membawa pasienku pergi dari kamar rawatnya, apa itu artinya kau tidak mengganggunya?” Sbastian memukul tembok yang ada di sampingnya, Carla sempat berjingkat karena terkejut.“Bisa tidak kau itu jangan langsung marah-marah dan mengambil simpulan begitu saja, kau kan belum