Di lain tempat, Celine masih kesal dengan kejadian yang menimpanya. Siapa sangka dia bertemu dengan sosok pemuda sombong seperti Niko.
Duduk di kursi penumpang Celine masih terus nyerocos, kali ini yang menjadi sasarannya adalah suaminya.
“James, kalau saja tadi kau tidak meleraiku, aku sudah menampar pemuda sombong itu.” Kata Celine giginya bergemeretak saking kesalnya.
“Celine, sudahlah! Kenapa kau selalu mencari gara-gara. Sudah bagus dia masih berbaik hati pada putri kita.” Jawab James dengan tenang. Dia melirik pada sopir, kedua matanya bertatapan dengan Caesar.
Caesa yang mendengar kalimat perempuan di kursi penumpang hanya bisa menghela napas. Dia berpikir kenapa masih ada orang seperti wanita ini, dia sungguh jauh berbeda dengan Amerika. Sungguh malang
Hai ... Hai ... masih penasaran nggak sih sama masa lalu Amerika, baca bab selanjutnya ya. Makasih ... -ratna
Amerika hampir tersungkur ke lantai saat itu juga Niko dengan cepat berlari meraih tangan Amerika, adegan berikutnya mereka sudah berpelukan. Tangan Niko melingkar pada pinggang Amerika, posisi keduanya seperti orang tengah berdansa. Amerika mengerjapkan kedua matanya saat sadar wajahnya begitu dekat dengan wajah Niko. Meski begitu tatapan Niko pada Amerika masih terlihat dingin. Amerika menahan napas saat dia mencium aroma manis pada tubuh Niko. Semua orang yang berada di sana ikut tercengang, sungguh adegan yang sangat luar biasa. Aspen mulutnya terbuka lebar, dia tidak bisa berbuat apa-apa saat kejadian tersebut, tangannya terlambat meraih Amerika. Gadis berambut pirang melihat kejadian tersebut semakin geram, dia awalnya ingin membuat Amerika terjatuh dan malu ta
Setelah Aspen berhasil memperingati semua orang dia akhirnya keluar. Beberapa perawat yang melihatnya terkagum-kagum dengan sosok Aspen. Mereka saling bergosip satu sama lain, dalam pikiran mereka sungguh beruntung gadis yang tadi bersama kedua pria tampan itu. Semua orang pada akhirnya membubarkan diri, beruntung kejadian itu belum sempat terlihat orang penjaga keamanan dan pihak rumah sakit, kalau saja Toni tidak cepat pergi ceritanya akan lain lagi. Aspen sudah di luar saat dia melihat Amerika tengah berjongkok di tanah dengan wajah menunduk tenggelam pada kedua lututnya. Niko hanya berdiri memperhatikan Amerika tanpa bisa berbuat apa-apa. “Nik, aku akan membawa mobil ke sini. Sebaiknya kita segera pulang. Ada beberapa orang yang mengawasi kita dari tadi.” Bisik A
Mendengar perkataan kakaknya itu Amanda tertawa terbahak-bahak. “Hahaha … Kakakku yang tampan, sungguh kau percaya diri sekali. Biar aku ingat-ingat ya kapan kamu bisa mengalahkan Niko …” Amanda memegang dagunya sendiri, manik matanya bergerak ke kanan ke kiri, dia mondar mandir di depan Alex. Alex yang melihat sikap Amanda merasa kesal, meski dia sendiri menyadari kekurangannya. Benar apa yang dikatakan adik semata wayangnya, tapi tetap saja saat ini Alex sungguh percaya diri. Saat memikirkan betapa menderitanya dia selama ini karena harus selalu menjadi cemoohan semua orang di istanah yang selalu membanding-bandingkan dirinya dengan Niko, meski mereka tidak mengatakannya tapi dari tatapan semua orang kepadanya jelas sekali Alex bisa merasakannya. Bukan salahnya kal
“Halo Tuan Aspen.” “Caesar bagaimana, apa kau sudah menemukan orang itu?” “Aku baru saja melakukan penyelidikan dan dibantu oleh seseorang untuk memeriksa semua kamera di rumah sakit, tapi orang itu tidak bisa kita lacak. Wajahnya tertutup dan tidak jelas, bahkan kita tidak bisa mengenalinya. Tapi, ada salah satu karyawan yang melihat mobil yang dikendarainya.” “Baguslah, apa kau masih menyelidikinya sekarang?” “Iya, aku tidak akan kembali sekarang sampai aku benar-benar menemukannya. Sekarang aku dalam perjalanan.” “Baiklah, segera hubungi aku kalau sudah mendapatkan informasinya. Hati-hati Caesar.” “Terima kasih Tuan, aku tutup sekarang teleponnya.”
Setelah Aspen mengintip mereka berdua tengah asyik mengobrol, begitu terlihat akrab, suara dari sambungan telepon terdengar. “Tuan Aspen, kita sudah mendapatkan informasi pelakunya.” Suara Caesar terdengar antusias di seberang telepon. “Syukurlah …” jawab Aspen mendesah lega. Dia masih melirik Niko yang tengah asyik makan di depannya Amerika memasang wajah sedikit kurang senang. Aspen tersenyum kecil saat melihat raut wajah Amerika menatap Niko. Jelas sekali Amerika masih belum menerima Niko bisa bersikap begitu sopan. Siapa pun pastinya akan menduga kalau Niko memiliki perangai yang aneh, seperti bunglon, berubah begitu cepat seenak hatinya sendiri. “Tuan Aspen, apa kau masih mendengar suaraku.”
Saat Niko keluar dia berjalan mendekati Aspen yang berdiri di balkon. Melihat Niko berjalan menghampirinya Aspen langsung menarik napas. “Gimana?” tanya Niko dengan suara tegas dan terlihat berwibawa. Melihat sikap seperti ini Aspen langsung berubah wajahnya menjadi serius lalu dia berkata, “Semuanya sudah jelas, berdasarkan informasi yang didapatkan Caesar. Pastinya kau tidak akan percaya siapa pelakunya?” Alis kanan Niko berkedut saat mendengar apa yang dikatakan Aspen. “Orang yang aku kenal?” Niko lalu menyeringai dan melanjutkan kalimatnya, “Pasti Bibiku sendiri, kan. Aku sudah menduganya, wanita itu belum juga puas ternyata.” Aspen menggeleng tegas. Niko memicingkan ked
Di sebuah rumah besar di sekitar istanah Rosen.Keluarga besar Adrian tengah duduk bersama menikmati hidangan kecil dan teh hijau di taman.Alex terlihat tidak tenang duduk dengan salah satu kaki kanannya disilangkan lalu dia goyang-goyang.Amanda yang duduk di sampingnya, melirik sikap Alex merasa kesal. Kenapa kakaknya ini tidak bisa sama sekali bersikap elegan dan menawan seperti Niko. Setidaknya dia kan juga pangeran di sini. Tapi memikirkan itu semakin membuat Amanda semakin kesal.Amina yang tengah mengambil hidangan kecil untuk suaminya melirik pada salah seorang pelayan wanita yang tengah menatap Alex, Amina mendesah menatap geram pelayan wanita itu yang tengah berdiri dengan kedua tangan dilipat di atas perutnya.Pel
Mendengar Alex berteriak seperti itu Adrian langsung menegakkan posisi duduknya, kali ini dia terlihat serius. “Alex, jangan seperti itu. Walau aku tidak dianggap oleh nenek tetap saja aku adalah ayahmu. Camkan itu! Dan kau tidak selayaknya bersikap seperti ini. Aku salah selama ini tidak benar-benar mendidikmu dengan baik karena ibumu terlalu memanjakanmu. Besok aku akan berbicara pada nenekmu untuk membuat keputusan penting masa depanmu. Aku rasa benar kata nenek, kau seharusnya sudah bergabung dengan pasukan militer untuk mendidikmu lebih baik lagi.” “Adrian …” Amina ikut terkejut mendengarnya, dia berteriak meski suaranya terbilang pelan. “Kau, cukup! Amina, jangan berlebihan. Alex sudah keterlaluan. Aku tidak ingin dia nantinya menjadi orang yang tidak berguna. Cukuplah bersenang-senang, sudah waktunya kamu