Nero tertegun. Mereka semua memiliki akses dan cara sendiri untuk menggali informasi. Tapi dirinya, apa yang sudah dia lakukan untuk sahabatnya? Tapi satu hal yang mengganggu pikirannya. Dan itu membuat hatinya teriris. Dia dengan pelan menyuarakan isi hatinya."Kalian, tak pernah memandang Ellina dan Ethan sebagai sebuah pertemanan yang tulus kan?"Semua diam saat Nero mengatakan itu semua."Kalian, selalu memanfaatkan satu sama lain,"Dan lagi-lagi semua diam.Nero menatap kecewa. Harusnya dia tahu itu, saat Lykaios dan Alvian terlihat biasa saja saat Ethan tiada. Mereka hanya terlihat kehilangan sesaat lalu kemudian berekspresi seperti biasanya. Seperti tak pernah memiliki teman yang mati. Atau seperti tak masalah besar jika Ethan tiada. Dan hal itu melukai perasaan Nero."Maaf, kami bukan tak memiliki pikiran seperti itu. Tapi kami di besarkan dengan cara seperti itu," jawab Alvian jujur. Tak ada rasa bersalah di wajahnya saat mengatakan kejujuran itu."Dari kecil, kami di didik u
Hari-hari itu tak terasa telah berlalu. Minggu ini, Ellina terlihat jauh lebih baik dari hari sebelumnya. Dia baru saja membuka matanya saat melihat tubuhnya tak bisa bergerak. Dan matanya mendapati satu tangan kokoh tengah memeluk pinggangnya erat.Hal itu membuatnya menahan napasnya sesaat. Dia dengan hati-hati menoleh ke samping, melihat sebuah wajah yang terlihat lelap dengan sangat damai. Tiba-tiba ekspresinya berubah buruk. Jelas dia terlihat tidak suka dengan hal yang dia alami.Dia tak tahu sejak kapan Kenzie tertidur di sampingnya. Tapi selama satu minggu ini dia yakin bahwa tak pernah menemui Kenzie saat pagi. Tapi bagaimana bisa pria ini menyelinap masuk ke dalam selimutnya dan memeluk erat tubuhnya. Mau di pikirkan Bagiamana pun, dia tetaplah tak beretika dan pria mesum yang kurang ajar."Kenzie, lepaskan!"Bisik Ellina tegas. Suaranya tidak keras tapi itu cukup untuk membangunkan Kenzie. Dia mencoba melepaskan diri. Tapi nyatanya tubuhnya terseret semakin dekat saat tang
"Kau benar-benar tak ber-etika!"Kenzie diam saat kata-kata tajam itu terdengar. Entah sejak kapan, posisinya telah berubah menjadikan Ellina di bawah tubuhnya. Tapi saat melihat riak marah di wajah cantik wanita di bawahnya, dia tertegun. Mata jernih berair yang biasa indah menampilkan bintang bintang malam itu kini terlihat penuh kabut lahar. Sangat berapi-api dengan kilatan penuh kebencian.Hal itu membuatnya tak mengerti. Sebenarnya, apa yang telah gadis itu lalui hingga memiliki api kemarahan yang besar di matanya? Kenapa dia seakan tertarik dan terbakar dalam api kebencian yang di tunjukkan. Ketenangan, kelembutan dan sosok manis itu menghilang dalam waktu singkat. Tapi hal yang lebih menganggunya adalah, kenapa semua tatapan itu tertuju padanya?Apa yang sudah kulakukan? Kenapa aku merasa rasa benci itu tertuju padaku? Apakah aku melakukan kesalahan? Dan kenapa, dia terkadang memperlakukan aku seperti telah lama mengenalku? Aku sangat yakin, bahwa pertemuan malam itu adalah p
Di rumah utama keluarga Reegan malam ini, Azzura tampak murung dan kurang sehat. Dia melirik Raven yang terlihat tenang dengan koran di tangannya. Tentu, koran tersebut masih saja memuat berita tentang hancurnya pertunangan anaknya juga Lexsi yang merupakan bintang besar. Ini sudah beberapa minggu sejak rencana pertunangan yang hancur dan keluarga Rexton yang jatuh hingga mengalami kesulitan. Karir Lexsi pun langsung menurun hingga tingkat sulit. Hal itu membuat Azzura dan Raven sangat tertekan terlebih seluruh panutua keluarga besar Reegan menegur sikap Kenzie dengan kasar."Sayang, aku merasa tak harus merestui hubungan mereka. Aku tak bisa,"Raven menoleh, meletakkan koran di tangannya dan berjalan mendekati tempat tidur. "Dia bukan anak kecil yang harus kita atur. Kau sangat tahu bagaimana dirinya. Pilihannya tak akan salah. Dan dia selalu bertanggung jawab atas pilihan yang dia buat. Ada pun rapat keluarga, aku akan mencari jalan keluar untuknya.""Tapi, dia Ellina. Dia tak me
Villa di ujung utara itu tampak sunyi pagi ini. Deburan ombak terdengar dengan suara burung camar sesekali. Ellina membiarkan perawat merawat luka di punggungnya. Matanya menatap laut lepas melalui jendela kaca."Nona, luka nona telah pulih. Dan kesehatan nona jauh lebih baik.""Hmm," jawabnya pelan. "Bisakah aku memiliki waktu untuk menggerakkan tubuhku sedikit lebih banyak? Aku merasa lelah berada di kamar ini,"Perawat itu tercenung. "Itu, aku tak memiliki jawabannya. Sebenarnya semua keputusan ada di tangan Tuan Muda Kenzie. Kami hanya mengikuti semua aturannya."Ellina terlihat sedikit kecewa.Jadi ini dia lagi? Kenapa begitu sulit?Saat perawat baru saja keluar dari kamar pengobatan, Ellina membersihkan dirinya. Karena luka di punggungnya telah pulih, dia bisa membersihkan dirinya sendiri. Seorang pelayan membawakan sebuah gaun putih tak berlengan dengan motif guguran bunga mawar merah. Gaun di atas lutut itu tanpak sangat cocok di atas kulitnya yang putih.Tak menyentuh sarapan
Sudut mata Kenzie berkedut saat tubuh lemah itu menabrak tubuhnya. Tatapannya jelas menghujam ke gadis yang jauh lebih pendek dari tinggi tubuhnya. Tangannya menahan lengan gadis itu keras. Membuat lengan gadis itu memerah dengan desisan pelan yang tak ingin dia dengar."Apa yang kurang dariku? Kenapa kau tak menginginkan menjadi wanitaku?"Mata Ellina bergerak takut. Dia mencoba menarik tangannya tapi tenaganya tak cukup kuat. Saat ini tubuh mereka sangat dekat. Tapi dia jelas melihat kilat kemarahan di mata pria dingin di hadapannya. Itu seperti badai api yang akan membakar seluruh tubuhnya."Lalu kenapa kau mengurungku?"Tak menjawab pertanyaan Kenzie dan kembali melemparkan pertanyaan yang dipikirkannya. Ellina berusaha mundur dan sialnya langkah Kenzie mengikutinya. Hal itu terus belanjut hingga punggung Ellina membentur dinding.Kenzie jelas merasa tertekan dengan petanyaan Ellina. Dia seorang pria, tapi kenapa dia tak bisa menjelaskan perasaannya? Kenapa dia tak memiliki jawaba
Sudut mata Ellina meneliti kerapian Lander dalam berpakaian. Ia mengerutkan keningnya sesaat. "Lander, kau akan pergi?"Lander mengangguk. "Untuk hari ini, aku akan pergi bersama Tuan Muda.""Kemana kalian pergi?" tanya Ellina antusias. Itu artinya sehari ini tak akan ada orang yang mengawasinya."Kesebuah pertemuan di Hight Mountain Club.""Oh, itu artinya kau tak bisa menemaniku?" tanya Ellina memastikan. Lander mengangguk lagi. "Nona akan di temani oleh --""Tidak," potong Ellina sebelum Lander menyelesaikan kata-katanya. "Aku tidak akan pergi kemanapun, jadi aku tak membutuhkan pengawal. Aku hanya ingin berkeliling Villa. Lagi pula ada banyak pelayan disini. Aku bisa meminta salah satu dari mereka untuk menemaniku."Mendengar itu Lander baru menyadari bahwa Ellina menjadi sangat patuh. Dia tak lagi melihat kemauan Ellina yang ingin melarikan diri dari sini. "Bisa kau tunjukkan padaku, letak dapurnya?" tanya Ellina sambil mengedarkan pandangannya. "Karena kau sangat baik dalam me
"Kalian," tanya Kenzie tak menemukan kata-kata yang pas. Dia melihat piring yang terhidang roti di meja makan."Tu-tuan, ini tak seperti yang kau pikirkan," ucap Lander kacau. Dia merasakan seakan hukuman mati baru saja di jatuhkan untuknya. "Ini, Nona memintaku untuk, untuk--""Ini sarapanmu,"Lander bungkam sata tiba-tiba Ellina meyodorkan sebuah piring pada Kenzie."Kau tak perlu marah pada Lander. Aku yang memintanya untuk menemaniku sarapan,"Lander mengangguk. Dia mundur beberapa langkah meninggalkan tempat duduknya. Melirik Kenzie yang hanya diam. Sedangkan Ellina masih menikmati sarapan paginya, seakan akan tak peduli pada kehadiran Kenzie.Tiba-tiba perasaan Lander menjadi buruk. Bibirnya terbuka dan ingin mengucapkan sesuatu. Tapi tak ada satu suara pun yang keluar. Dia merasa suaranya tercekik di tenggorokan. Membuatnya menahan napas dan mengeluarkan keringat dingin.Ya Tuhan, aku merasa seakan tertangkap tengah berselingkuh dengan majikanku sendiri. Kenapa aku duduk dan m