Saat ini Herrscher terdesak. Kedua raksasa itu terus saja menghujaninya dengan serangan gada mereka. Herrscher hanya bisa menghindar dari serangan itu. Beruntung Herrscher memiliki kecepatan diatas manusia pada umumnya. Hantaman demi hantaman dilayangkan oleh kedua raksasa. Beberapa hantaman mengenai Herrscher yang membuatnya terlempar beberapa meter.
Herrscher mencoba menusuk makhluk itu dengan vector miliknya. Namun vector tersebut hanya memberi goresan terhadap kedua makhluk tersebut. Sepertinya kulit makhluk tersebut terlalu keras untuk vector miliknya. Herrscher terus menerus menghindar dari setiap hantaman yang mereka lancarkan. Berulang kali juga Herrscher terkena hantaman dari kedua gada mereka yang silih berganti menyerangnya. Herrscher melihat Death yang hanya diam saja ketika ia diserang kedua makhluk astral.
“Death! Bantu aku! Teknologiku tidak bisa digunakan untuk melawan mereka!” pinta Herrscher dengan nada yan
Masih di hutan yang sama, sosok itu masih berbincang – bincang dengan Shamar.“Apa alasanmu, Shamar?” tanyanya.“Manusia di sana masih belum siap untuk menghadapi kedatangannya. Akan percuma mendatangkan dia yang akan menjadi pemimpin mereka,” jawab Shamar.“Kau benar. Sayang sekali, prinsip yang dibawa sejak ribuan tahun yang lalu sampai saat ini, tidak akan bisa membawa manusia pada pencapaian sempurna. Mereka terjebak oleh akal pikiran dan dualitas. Mereka masih mencari kebenaran menurut dualitas. Padahal sesuatu yang benar dan salah adalah hasil tarik menarik. Mereka mengumpulkan berbagai kebenaran, yang tanpa mereka sadari berasal dari kenangan buruk. Mata batin mereka pun akhirnya menjadi gelap.” Sosok itu menatap ke langit yang terhalang oleh dedaunan pohon nan tinggi. “Sama seperti pandangan ini. Ingin melihat langit namun terhalang oleh pohon – pohon ini. Cahayanya bahkan tak bisa menembus tanah.&rdq
Suasana hening sekarang menjadi nuansa di hutan tersebut. Dagaz masih di sana bersama Shamar. Dagaz melangkahkan kakinya mendekati Shamar. Suara gemerisik daun mengikutinya. Shamar menunjuk portal hijau yang terbuka di dekatnya, kemudian mengajak Dagaz mengikutinya. “Mari, ikutlah denganku.”Tanpa rasa curiga, Dagaz mengikuti ajakan Shamar. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam portal tersebut dan tibalah mereka di suatu tempat yang juga berupa hutan.“Di sinilah sebenarnya aku berada selama ini,” sambut Shamar saat Dagaz pertama kali mendatangi sisi lain hutan. Dimensi yang berbeda dari hutan sebelumnya.Suatu pertanyaan muncul di benak Dagaz. Demi memuaskan penasarannya, Dagaz segera bertanya kepada Shamar. “Apakah hutan ini sebenarnya adalah bagian dari kerajaan tersebut? Apakah tempat ini memang sengaja disembunyikan ketika kerajaan lain menghancurkan kerajaanmu dulu?”Shamar tidak langsung menjawab pertanyaan Dagaz
TAHUN 1996Herrscher tiba di masa yang sama dengan Dagaz. Dia berdiri di atap gedung yang tinggi. Seperti yang sudah – sudah. Karena dari ketinggianlah, dia bisa melihat kondisi wilayah itu. Ketinggian dalam bukan arti harafiah. Herrscher mencari informasi tentang kondisi negara itu melalui media. Dari media yang dia baca, Herrscher mengetahui bahwa saat ini negara tersebut sedang dikuasai oleh penguasa yang diangkat secara kebetulan. Dia kembali menelusuri sejarah negara tersebut melalui gawainya.“Sia – sia perjuangan penguasa pertama. Dia sudah akrab dengan nuansa penjara hanya untuk membebaskan negara ini dari penjajah. Namun dia telah dilengserkan secara halus.”“Hahaha... negara ini hanya kebetulan saja mendapatkan kemerdekaannya. Penjajah mereka diserang musuh sehingga penjajah itu harus menarik pasukannya dari sini. Negara ini hanya berada di waktu yang tepat untuk menyatakan kemerdekaannya.”
TAHUN 1996Dagaz menelusuri kota yang nuansanya jauh berbeda dengan jamannya. Benar – benar suasana yang membawa kita nostalgia ke jaman dulu. Kota bernuansa tua bagi manusia di masa depan. Dagaz mendatangi kios koran yang menyediakan berbagai koran yang sudah kadaluarsa. Dia mengambil salah satu koran di meja kios itu lalu ia baca.Dari koran itulah, Dagaz tahu bahwa pernah terjadi sebuah peristiwa yang tiba – tiba menjadi topik hangat di masa itu. Dagaz membaca berita yang tersiar bahwa istri penguasa telah meninggal beberapa hari lalu. Dagaz tidak heran dengan berita itu karena ia yakin kalau itu adalah ulah Herrscher. Kejadian itu adalah bagian dari rencananya. Dagaz hendak mencari di mana Herrscher di masa itu.“Kita harus segera menemukannya!” ajak Dagaz.“Percuma! Kita terlambat. Dia sudah selesai menjalankan aksinya di tahun ini. Lebih baik kita pergi ke tahun depan. Dia pasti ingin menyaksikan ha
Herrscher bersiap mengeluarkan kemampuan matanya. Bola matanya menjadi putih seluruhnya. Ditengah bola matanya, muncul sigil berwarna merah darah menyala. Dengan kemampuan mata tersebut, Herrscher mampu mengendalikan makhluk halus itu sesukanya. Salah satu makhluk astral yang paling dengan Herrscher menjadi imbas serangan pertama. Hanya dengan sedikit menyipitkan mata, makhluk astral itu langsung tersungkur dan menghilang bagaikan debu. “Kalian ternyata berani denganku...” suara Herrscher menggema di gedung tersebut. “Darimana kau memiliki mata itu?” tanya salah satu makhluk astral. Aura kemarahan tampak di sekeliling Herrscher. Udara di gedung tersebut menjadi dingin seketika. Dengan cepat Herrscher berlari ke salah satu makhluk itu dan mencengkram kepala mereka. Cengkraman tersebut ternyata bertujuan mengambil energi dari makhluk itu. Aura energi makhluk astral itu menyebar mengelilingi tangan Herrscher dan masuk ke tubuhnya. Makhluk itu p
Herrscher melangkahkan kakinya dan berdiri di samping Death.”Aku ingin kau segera memunculkan dirimu. Aku ingin kau segera menyatakan janji akan kedatanganmu,” pinta Herrscher dengan nada halus.Shamar tidak merespon permintaan Herrscher. Ia menggeleng – gelengkan kepalanya.“Apa yang kau tunggu? Bukankah tanda – tanda kedatanganmu sudah terlihat? Sudah waktunya kau menyatakan diri. Apa perlu sampai sehancur – hancurnya baru kau akan hadir di tengah publik?”Shamar menggeleng – gelengkan kepalanya lagi, “Belum saatnya aku datang. Jaman ini sedang berproses untuk menuju ke sana. Bila sudah waktunya, tentu tanpa kau minta, aku akan datang.”Seketika suasana hutan berubah. Waktu terhenti. Daun pohon yang hendak jatuh ke tanah pun melayang karenanya. Waktu benar – benar berhenti. Kini mereka berdua berada di dunia lain. Seluruh obyek menjadi bernuansa hijau. Mereka berada di lokasi yang
Tetap di lokasi dan tahun yang sama dengan sebelumnya. Di atap gedung tertinggi di salah satu kota. Herrscher telah kembali ke markasnya. Dalam pikirannya, Herrscher mencerna kembali pemikirannya selama ini tentang Leader yang sering diagung – agungkan oleh masyarakat disini. Dan kebalikannya, banyak masyarakat yang kontra dengan penguasa di jaman ini. Herrscher terjebak ke dalam suatu kebenaran yang tidak dia ketahui. Kalau saja Shamar tidak membawanya ke masa itu, mungkin pemikirannya terhadap Leader akan tetap sama seperti sebelumnya.Herrscher ingin bertemu dengan Leader secara empat mata untuk menanyakan secara langsung tentang apa yang dia pikirkan saat ini. Karena untuk sementara, informasi yang dia dapatkan hanya berasal dari Shamar dan media. Herrscher mulai duduk dan membuka perangkatnya untuk menelusuri data di masa lalu.Death melihat Herrscher masih sibuk memikirkan kejadian tadi. Death mengaktifkan penghentian waktu lalu pergi ke dunia yang lain. Di
“Bisakah kita langsung masuk ke sesi latihan?” pinta Dagaz sambil mendongkol.“Tapi sebelum masuk ke sesi latihan. Aku ingin bertanya. Kenapa kamu ingin sekali memiliki mata yang bisa melihat makhluk astral?”“Aku ingin melihat sosok yang bersama dengan Herrscher,” jawab Dagaz singkat.“Tampaknya kau tertarik sekali dengan Herrscher. Apa ada sesuatu pada Herrscher yang mempengaruhimu?”Dagaz menceritakan pendapatnya tentang Herrscher kepada Veda. Bagi Dagaz, Herrscher adalah seseorang yang ambisius. Ia bahkan tidak segan – segan membunuh orang hanya untuk menjalankan rencananya. Istri dari penguasa adalah contoh korban dari ambisi Herrscher. Kejadian badai petir yang terjadi di masa depan sudah membuktikan bahwa Herrscher menggunakan kemampuannya dengan semena – mena. Dagaz tidak suka dengan cara Herrscher.Veda hanya tertawa mendengar curhatan Dagaz. Veda tahu, bila tujuan Herrscher adala