Share

Tiga - Informasi

Aileen pergi ke sekolahnya diantar oleh sang ibu hari ini. Kejadian pingsan semalam terjadi karena Aileen yang kelelahan dan melupakan makan siang. Sosoknya terlalu sibuk bercerita bersama Olin dan hanya memakan makanan ringanㅡ tidak memasukkan sesendok nasi. Maagnya kambuh dan ia kelelahan karena sempat mengelilingi sekolah yang tidak bisa dibilang kecil. Aileen pun akhirnya mendapat omelan dari Mommy setelah siuman di rumah sakit.

Aileen masih bisa sekolah hari ini, namun sang ibu sudah mewanti-wanti anak tengahnya itu harus menelepon jika memang sudah tidak kuat lagi. Aileen hanya mengangguk patuh menuruti perintah sosok yang melahirkannya itu. "Ya udah aku masuk dulu ya, Mom. Mommy hati-hati pulangnya, makasih udah nganterin ke sekolah." Mommy mengangguk, beliau mencium kening Aileen setelah putrinya itu mengecup pipi kiri. "Cepet sembuh, jangan nakal di sekolah, makan jangan lupa." Aileen kembali mengangguk, "Iya, Mommy." Lalu ia pun keluar dari dalam mobil dan melambaikan tanganㅡ menunggu ibunya memutar mobil untuk kembali ke rumah setelah mengantarnya.

Aileen baru saja berbalik dan hendak melangkah, namun ia dipeluk dari belakang oleh seseorang secara tiba-tiba. "Morning!" Aileen mencoba melepaskan pelukan itu. "Brian ih! Lepas! Nanti pacarmu liat!" Brian pun tertawa lalu melepas pelukannya itu. Ia memperbaiki letak tasnya lalu merangkul Aileen sambil melangkahkan kaki memasuki area sekolah. "Sana ih! Beda kelas juga!" Brian kembali tertawa, "Galak banget sih cantik." Aileen menatap Brian tajam sambil mengepalkan tangan kanannya, "Gue kalo mukul beneran lho, nggak main-main." Brian pun melepaskan rangkulannya pada Aileen sambil mengangkat kedua tangannya, "Oke, oke. Iya ini gue balik ke kelas." Aileen berdecak melihatnya, "Ya udah sana!" Brian mengangguk, "Hati-hati." Aileen merotasikan bola matanya, "Tinggal naik doang ini, ngapain dihati-hatiin." Brian mengedikkan bahu, "Siapa tau kesandungㅡ" Belum sempat Aileen bersuara, Brian melanjutkan ucapannya, "Cintaku." Lalu sosoknya berlari ke gedung yang berseberangan dengan gedung kelas Aileen. Aileen lagi-lagi berdecak karena tingkah teman semasa kecilnya itu. "Gaje banget pagi-pagi."

Aileen pun segera menaiki anak tangga untuk meletakkan tasnya di dalam kelas. Masih hari kedua, para siswa baru masih melakukan kegiatan MOS hingga esok hari. Aileen tersenyum kecil saat mengingat di hari terakhir ia melaksanakan MOS dulu ia disuruh memberikan coklat untuk anggota OSIS yang ia sukai dan permen untuk anggota OSIS yang tidak ia sukai. Aileen memberikan coklatnya pada ketua OSIS, kakak kelasnya yang dulu menjadi idola para siswa. Namun tak disangka ia justru berpacaran dengan sosok yang ia beri permenㅡ walau tidak lama karena Aileen tidak yakin benar-benar menyukai sosok itu.

"Baru dateng malah ngelamun? Mau kesurupan?" Aileen menoleh pada Reyvan dan memukulnya menggunakan tas yang belum jadi ia letakkan. "Aduh!" Reyvan menarik tas yang Aileen gunakan untuk memukulnya, lalu meletakkan tas itu di atas mejanya. "Hobi banget sih kdrt." Aileen mengerutkan dahinya tidak suka, "Kdrt matamu." Reyvan berdecak mendengar itu. "Heh, mulutnya kasar banget. Mau dicium?" Aileen memelototkan matanya, lalu memukul Reyvan berkali-kali. Yang dipukul hanya tertawa karena berhasil membuat wajah Aileen merona.

"Ck, malesin!" Reyvan mencoba meredakan tawanya, lalu menepuk pelan kepala Aileen, tentu saja Aileen menepis tangan itu. "Si Danil ke mana? Kok belom keliatan?" Reyvan mengedikkan bahunya setelah meletakkan tas Aileen sedikit ke pinggir lalu mendudukkan diri di atas meja. "Nggak tau. Bolos kali." Aileen pun mendesah tidak suka. "Aaah, kenapa nggak bilang kalo mau bolos? Aku kan mau bolos juga." Reyvan mendengus, "Kayak boleh aja lu bolos." Aileen pun kembali memukul Reyvan kali ini, di pahanya, sekali. "Lu tau sakit nggak? Coba sini deh gue bales pukul mau?" Aileen mengerucutkan bibirnya karena Reyvan terlihat serius dan sedang memarahinya. "Ish, ya reflek tau. Lo ngeselin sih!" Reyvan kembali berdecak, "Ya nggak usah main tangan juga." Aileen menghembuskan napasnya dengan bibir yang masih mengerucut, "Ya udah, iya, sorry." Reyvan hanya menggelengkan kepalanya pelan karena setelah itu Aileen bungkam.

"Ayo ke kantin." Ucap Reyvan karena Aileen masih saja diam sambil melihat ke arah luar jendela. "Gue traktir." Aileen sempat nyaris melirik, namun ia mengalihkan pandangannya lagi. "Beli apa aja deh, terserah." Kali ini Aileen menoleh menatap Reyvan. "Beneran?" Reyvan mengangguk. "Oke ayo kita let's go." Lantas Aileen tertawa sambil berjalan keluar dari kelas. Ini masih pagi, tapi tanpa adanya Danial tentu saja Reyvan sudah bosan sepagi ini. Reyvan meletakkan tasnya terlebih dahulu sebelum menyusul Aileen dan merangkul gadis yang tingginya hanya sebahunya itu.

Keduanya berjalan menuju kantin diiringi beberapa tatapan yang tidak sukaㅡ baik pada Aileen maupun Reyvan. Beberapa gadis melirik sinis pada Aileen, sedangkan beberapa lelaki menatap datar ke arah Reyvan. Persahabatan antara Aileen, Danial, dan Reyvan memang banyak membuat orang lain tidak suka. Mereka iri, tentu saja karena mereka bertiga sama-sama memiliki paket komplitㅡ minus satu untuk Reyvan karena sosok itu tidak begitu menyukai orang baru yang berusaha masuk ke dalam kehidupannya. Reyvan pasti akan terang-terangan menatap orang lain tidak suka dengan tatapan datarnya yang menghunus tajam.

"Mau susu coklat sama cilor, jangan pedes banget." Reyvan mengangguk dan membiarkan Aileen duduk. "Gue sekalian sarapan ya." Aileen menatap Reyvan bingung, "Lah? Belom sarapan kamu?" Reyvan mengangguk. Aileen pun mengangguk, "Ya udah sarapan aja, pesen nasgor atau apa kek sana. Biar aku ada temennya makan." Reyvan berdecak pelan lalu mengacak rambut Aileen. "Berisik banget heran." Lalu ia berjalan menuju konter untuk memesan makanan. Sambil menunggu pesanan datang, Aileen mengecek ponselnya untuk mengirim pesan pada Danial. Sosok itu ternyata benar-benar tidak datangㅡ karena tiba-tiba demam. "Mau jenguk Danil?" tanya Aileen pada Reyvan yang kini duduk di hadapannya. Yang ditanya menunjukkan ponselnya, di situ terlihat pesan dari Danial yang menyuruh Reyvan untuk melarang Aileen menjenguknya. "Dia nggak papa, cuma demam dikit. Besok kalo sehat juga pasti sekolah." Aileen mengerucutkan bibirnya. "Ya udah. Padahal khawatir ish. Si Danil dijengukin malah nggak mau." Reyvan hanya menggelengkan kepalanya pelan, tidak lagi merasa heran.

Ketika pesanan mereka datang, bel istirahat berbunyi. Aileen pun celingukan karena melihat para siswa baru yang mulai berdatangan ke kantin. 'Si Olin ngantin nggak ya? Mau nanyain cowok kemarin.' Reyvan yang menyadari Aileen sedang mencari seseorang akhirnya menoleh, dahinya berkerut saat Aileen tiba-tiba berseru. "Lin! Sini!" Olin pun menghampiri Aileen. Ia tersenyum dengan sedikit menunduk saat melirik pada Reyvan. "Sini, sini, duduk sini." Olin pun mendudukkan dirinya di samping Aileen. Saat Aileen hendak membuka suara, Olin mendahuluinya. "Aku boleh pesen dulu nggak, Kak? Biar nggak lama banget nunggunya." Aileen ber-ah pelan, lalu mengangguk. "Iya, iya. Pesen makan aja dulu." Olin pun meninggalkan Aileen dan Reyvan menuju konter untuk memesan makanan.

"Siapa?" tanya Reyvan setelah Olin meniggalkan tempat duduknya. "Temenku, adek kelas, murid baru, kenal dia pas SMP. Ternyata satu sekolah lagi sekarang." Reyvan sempat melirik Olin yang sedang berbincang dengan temannya selagi menunggu antrian, lalu menghela napas pelan. "Ya udah. Keliatannya anak baik-baik sih, masih kecil juga, kan? Kalo dia atau malah temennya macem-macem bilang gue aja." Aileen pun tertawa mendengarnya, Reyvan selalu menjadi tameng jika ada orang lain yang ingin melakukan hal buruk pada Aileen. "Iya, iya. Bodyguard mau digaji berapa?" Reyvan meneguk air dinginnya, "Nggak jadi traktir lo aja, gimana?" Aileen pun mengerucutkan bibirnya, "Ihh, jangan!" Reyvan pun mendengus sambil menyunggingkan senyum miringnya. "Ya udah, gue balik duluan ke kelas ya. Udah dibayar kok tadi. Lo pasti mau ngegosip bareng temen lo itu." Aileen menyunggingkan cengirannya sambil mengangguk "Makasih traktirannya, Repan." Reyvan mengangguk, ia mengacak pelan rambut Aileen sebelum meninggalkan gadis itu.

Olin kembali duduk di samping Aileen tak lama setelah kepergian Reyvan sambil membawa makanan dan minumannya. Aileen sempat terdiam selama beberapa saat sambil memperhatikan Olin yang sedang makan itu. "Kenapa, Kak? Mau?" tanya Olin karena sejak tadi ia tahu jika kakak kelasnya itu sedang menatapnya. Aileen terkekeh sambil menggeleng pelan, "Nggak. Kakak mau nanya, tapi nanti aja deh, habisin dulu makanmu. Keselek ntar kalo sambil ngomong." Aileen pun kembali terkekeh. Olin sempat menatap Aileen bingung. Ia penasaran, namun memilih untuk fokus pada makanannya terlebih dahulu sebelum menanyakan apa yang sebenarnya ingin ditanyakan oleh Aileen. Aileen pun menghabiskan cilornya sambil menunggu Olin menyelesaikan makannya.

"Udah, Kak. Mau nanya apa?" tanya Olin setelah menghabiskan nasi gorengnya dan meminum minuman dinginnya. Aileen pun ikut meneguk minumannya sebelum menatap sosok itu sambil tersenyum. "Nggak, cuma mau nanya aja, kepo, yang kemaren jemput kamu itu siapa? Kakak? Kayaknya kamu nggak punya kakak kandung? Sepupu?" Olin yang mendengar pertanyaan Aileen itu cukup terkejut karena tidak menyangka jika ternyata kakak kelasnya menanyakan perihal laki-laki yang menjemputnya semalam. "Uhm, itu kakak angkatku gitu, Kak. Namanya Arlen." Aileen membulatkan mulutnya sambil ber-oh pelan. Lantas senyumnya terulas lebar walau sedikit canggung, "Ganteng ya," lalu ia tertawa. Olin pun ikut tertawa canggung, "Kenapa? Kakak suka ya?" Aileen tanpa ragu mengangguk, "Suka lah! Siapa yang nggak suka ganteng begitu?" Olin terkekeh, kali ini ia mengulas senyum lebarㅡ membuat pipi tembemnya terangkat dan matanya menyipit. "Ya iya sih ya, dia baik juga, perhatian gitu, ramah."

"Ho iya?" tanya Aileen tak percaya. Olin mengangguk. "Aku kasih tau basic-nya tentang Kak Arlen, ya." Aileen terkekeh sambil mengangguk. Olin sempat kembali menyeruput minumannya dan membetulkan posisi duduknya sebelum kembali bercerita. "Namanya Arlen, Gevano Arlen. Umurnya 21 tahun. Dia pekerja kantoran, kepala divisi gitu. Tapi emang gayanya macem yang punya perusahaan." Lalu Olin tertawa. "Uhm, dia punya pacar nggak?" Olin sempat terdiam, lalu menggeleng pelan. "Kayaknya sih nggak, Kak. Aku nggak tau. Dia nggak pernah bahas pacar-pacar gitu sama aku." Aileen pun menganggukkan kepalanya. "Ho, gitu."

"Kakak kayaknya suka banget, ya?" tanya Olin penasaranㅡ  karena menurutnya Aileen memang sesuka itu pada sosok Arlen. Aileen pun tertawa, "Apa ya, Lin. Aku tu kek punya penyakit gampang jatuh cinta sama orang gitu lho. Sering jatuh cinta pada pandangan pertama. Apalagi kalo orangnya ganteng." Olin pun tersenyum mendengar ucapan kakak kelasnya itu. "Dia tinggal di apartemen lho, Kak. Kalo mau pindah aja ke sana." Tanpa disangka Aileen menyahut dengan antusias, "Hah? Serius? Di apartemen mana? Segedung sama kamu?" Olin mengangguk sekali. "Iya, Kak. Kemaren udah aku kasih tau kan aku tinggal di mana? Masih inget?" Aileen mengangguk berkali-kali, "Masih! Nanti deh pulang sekolah aku bilang sama Papa buat pindah. Harus boleh pokoknya, pasti bolehㅡ soalnya sekolah jauh dari rumah. Doain ya, Lin." Aileen kini menepuk-nepuk pelan bahu Olin sambil mengulas senyum lebarnya. "Makasih." Olin pun mengangguk dengan senyum yang juga terulas di bibirnya. Dan bel yang berbunyi membuat adik kelasnya itu harus meninggalkan Aileen karena masih memiliki kegiatan lain. Aileen mengangguk saja, "Makasih sekali lagi." Setelah kepergian Olin, Aileen berlari menuju kelasnya.

Saat baru saja menapaki tangga paling akhir dan menginjakkan kakinya di lantai dua, Aileen nyaris terjatuhㅡ ia terkejut karena nyaris menabrak seseorang. Namun sosok itu dengan sigap menahan lengan Aileen dan menariknya menuju tempat yang lebih aman. "Ngapain sih lari-lari? Kalo gue lagi buru-buru juga tadi gimana? Jatoh lo pasti." Aileen berdesis kesal. "Ish. Aku tu lagi seneng. Ayo traktir es krim!" Sosok itu yang tak lain adalah Brianㅡ orang yang menjadi teman Aileen sejak kecilㅡ mengerutkan dahi bingung. "Lah, lo yang lagi seneng kenapa gue yang traktir?" Aileen kini menarik-narik lengan Brian. "Ayolah, traktir gue. Biar pas gitu suasananya. Gue lagi seneng terus makan es krim, enak." Brian menoyor kepala Aileen menggunakan tangannya yang bebas dari sosok itu, "Ngadi ngadi. Nggak ah! Gue males keluar." Aileen memukul kuat lengan Brian karena menoyor kepalanya. "Nakal banget lho kamu! Jangan anuin kepala! Nanti aku bilangin Bunda!" Brian berdecak, "Ya sana bilangin," lalu sosok itu melenggang dari hadapan Aileen.

Namun Aileen kembali menahan tangannya, "Brian ih! Beliin es krim!" Brian menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Aileen. "Ogah ah! Males gue keluar, panas." Aileen kini mengulurkan tangannya, "Ya udah aku aja yang keluar. Kasih pinjem motormu sama minta duit." Brian tertawa mendengar itu, "Kayak bisa aja lo bawa motor." Aileen nyaris kembali memukulnya, namun Brian menghindar dan menggeleng, "Bokek gue." Aileen mengerutkan hidungnya menatap sahabatnya itu. "Bohong banget." Brian kini sedikit merentangkan tangannya, "Cari, nggak ada." Dengan itu Aileen benar-benar merogoh seluruh saku yang menempel pada seragam milik Brian.

"Kok nggak ada?" tanyanya terkejut dengan raut kecewa. Brian tertawa pelan, "Lupa bawa duit gue, dompet ketinggalan." Aileen tentu saja kembali terkejut mendengar itu. "Serius? Udah makan belum? Mau makan nggak? Aku yang traktir, ayo makan dulu." Aileen hampir menarik tangannya, namun Brian menahan tangan mungil itu. "Nanti aja, belum laper gue. Nanti kalo dah laper pasti ke sini buat malak lo." Aileen kembali mengerutkan hidungnya menatap Brian, membuat sosoknya tertawa dan menempelkan telapak tangannya pada wajah Aileen sambil sedikit mendorongnya. "Jelek." Brian pun meninggalkan Aileenㅡ membuat sosoknya berdesis kesal karena tingkah sahabatnya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status