"Aku tahu kamu tidak ada hubungan dengan laki-laki itu, Mita!"Gerakan Ify yang tengah membuka pintu agar Tara cepat pergi kini mematung, sempat terkejut sejenak sebelum bersikap biasa."Lalu kenapa?"Tara sedikit bingung. Reaksi Ify tak seperti yang ia kira."Bukankah kau bilang kalau anak kecil itu anakmu? Tapi kau tidak ada hubungan apapun dengan ayahnya?""Apakah aku punya kewajiban menjelaskan semua hal padamu, Kak Tara?" Tara tergugu. Jawaban Ify yang begitu dingin mematahkan yang ia bangun sejak awal."Kau tahu apa yang dilakukan laki-laki itu agar aku tak bisa menemukanmu, Mita? Aku bisa menemukan tempat tinggalmu bukan tanpa pengorbanan," Tara tak berniat mengungkit sebenarnya, tapi ia sangat putus asa."Lalu aku harus apa, Kak?" Ify menatap Tara dengan pandangan lelah. Semua emosi kini berkumpul, membeludak dan tercampur membuat Ify sangat lelah dan muak. "Bahkan jika aku sedang tidak dekat dengan siapapun, aku tetap tidak bisa kembali."Lagi, Tara ditampar dengan ketegas
"Saya pulang dulu, Chef!" pamit Ify yang dibalas lambaian tangan oleh Lintang. Bersama Sivia dan rekan satu shift lainnya Ify kemudian keluar dari restoran melalui pintu dapur."Lo nggak mau gue temenin di apartemen?" tanya Sivia sebelum berlalu untuk mengambil motornya di parkiran."Nggak perlu, soalnya gue--""MAMA!"Tak hanya Sivia, tapi semua orang yang masih ada di situ terkejut saat mendengar jeritan melengking dibarengi dengan balita ganteng yang kini berlari ke arah Ify dengan riang.Ify masih shock, tapi tubuhnya reflek merendah dan menyambut Atan dalam pelukan."Mama, kangeeen!" rengek Atan dengan manja. Tangannya memeluk leher Ify dengan erat seolah takut terlepas. "Tante juga kangen sayang!" balas Ify sambil mengelus punggung Atan pelan."Ayah hiks, jahat. Katanya mau ngajak Atan ketemu sama mama tapi ayah sendiri nggak pulang-pulang, Atan ... hiks ... kangen." Mata Ify berkaca-kaca mendengar tangisan dan ratapan dari Atan. Rio brengsek! Ify mengutuk dalam hati. Kali in
Ify mengernyit merasakan tangannya pegal dan mati rasa seolah ditiban sesuatu yang sangat berat. Dengan mata yang setengah tertutup, Ify mencoba menggeser lengannya, tapi beban itu terasa sangat berat. Ify membuka mata lebar, dan sedikit terkejut mendapati Atan yang tertidur nyenyak di lengannya. Otaknya lantas mencoba menggali ingatan sampai kemudian menemukan alasan kenapa dia berada di sini."Sshhhh!"Ify meringis sembari meletakkan kepala Atan dengan pelan di bantal. Lengannya benar-benar pegal. Dengan pelan Ify bangkit dari ranjang dan meregangkan diri. Badannya terasa sangat segar. Ah, tentu saja!Sensasi tidur di kasur mewah akan sangat berbeda dengan kasur murahannya di apartemen. Sekali merebahkan diri, Ify seolah tenggelam dalam kelembutan dan kehangatan yang membuatnya enggan membuka mata.Ify melirik jam dinding, masih pukul lima pagi, membuatnya segera membersihkan diri sebelum melakukan sesuatu. Lagipula, Atan harus berangkat sekolah. *"Masak apa hari ini, Chef?" tany
Suasana mobil begitu hening. Rio yang terdiam dengan pandangan tajam menatap deretan mobil yang ada di depan mereka sementara Ify dan Atan yang sibuk dengan kegiatannya menonton sebuah video di ponsel. Arjun yang mengemudikan mobil hanya mampu menghela napas beberapa kali. Sungguh, ia sebenarnya tak ingin berada di situasi ini. Jika bukan karena permintaan dari Zahra yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri, Arjun sungguh tak ingin ikut campur dalam permasalahan Rio. Namun sandiwara sudah dimulai, Arjun tak bisa mundur. Ini juga demi kebahagiaan sang sahabat yang selalu terjebak dalam kegelapan tanpa berani menyambut uluran tangan orang lain. "Cantik, sudah sampai!" ucap Arjun begitu mobilnya berhenti di depan PAUD. Ify mendongak, lantas tersenyum lebar dan berbicara sebentar dengan Atan sebelum keduanya keluar dari mobil. Mengabaikan keberadaan Rio yang membuat raut wajah laki-laki itu semakin kecut."Atan, ini mamamu?" Seorang bocah cilik seumuran dengan Atan yang juga baru saj
"Aku antar!" Rio bergegas bangkit begitu Ify selesai berpamitan kepada orangtua Rio dan meraih tas."Tidak perlu, aku pulang sama Kak Arjun aja," sahut Ify sambil tersenyum simpul ke arah Arjun yang memang belum pulang sejak tadi.Usai pulang dari sekolah dan makan siang, Atan kini tertidur, membuat Ify pun ingin pulang karena ia sangat merindukan kamarnya. Sebagus apapun kamar yang ada di mansion ini, Ify akan tetap merindukan kamarnya. Ify hanya ingin berbaring tanpa gangguan."Tidak, aku saja," Rio bersikeras."Lebih baik Pak Rio istirahat, tidak baik mengemudikan mobil dalam keadaan mengantuk," ucap Ify yang membuat Rio mengusap matanya. Memang, terasa sangat pedas, tapi ia juga tak bisa membiarkan Arjun dan Ify pulang berduaan."Tidak! Aku bisa minta supir untuk mengemudi.""Kalau begitu saya bisa sekalian naik taksi, Pak Rio tidak perlu ikut.""Ify--""Nak, apa yang dibilang Nak Ify bener, lebih baik kamu istirahat sekarang. Mata kamu sudah sangat merah." Hanafi menimpali. Rio
Keadaan hening di dalam lobi saat Agni, selaku mantan istri dari Rio berhasil diusir meski melibatkan satpam. Ify menghela napas sekali lagi saat Rio tak juga membuka suara."Mau sampai kapan kita kaya gini?" Ify membuka suara yang membuat Rio terlonjak kaget. Sedikit tergagap dan melihat Ify dengan sendu."Maaf," ucapnya lirih."Maaf kenapa?""Maaf karena aku selalu membuatmu dalam posisi yang sulit, aku juga selalu membuatmu berada dalam bahaya."Ify melangkahkan kakinya ke kursi yang memang tersedia di lobby dekat receptionist, duduk disana diikuti oleh Rio."Jadi itu alasan Mas Rio pergi?"Lidah Rio kelu, tak sanggup menatap Ify yang kini memusatkan perhatian padanya.Rio kembali membisu, Ify menghela napas tajam. Meskipun ada rasa tak tega melihat Rio yang sangat kacau, tapi Ify harus melakukannya. Agar Rio tak lagi mencoba kabur dan berani menghadapi ketakutannya."Itukah cara Mas untuk kabur dari tanggungjawab?" Lagi-lagi Rio tak membuka suara."Mau tahu cerita nggak, Mas? Ak
"Pulang aja, ya! Aku lebih suka masakanmu."Ini adalah kelima kalinya Rio meminta untuk pulang. Ify hanya terdiam tanpa berniat merespon."Ify .... Sayaaang!" Rio merengek bak anak kecil, sama sekali tidak malu dengan Pak Aziz, sang supir yang tersenyum tipis melihat tingkah majikannya."Apa sih, Mas! Diem, kita hampir sampai!" Rio merengut. Menegakkan tubuhnya dengan tangan bersedekap dan memandang ke depan dengan penuh permusuhan. Bangunan hotel bintang lima itu seolah ingin ia musnahkan dalam sekali pandang."Nggak mau turun, Mas!"Ify tersenyum tipis melihat Rio yang merajuk. Sangat mirip dengan Atan. Sampai merek ke dalam hotel dan masuk ke restoran, Rio sama sekali tak berniat untuk mengubah ekspresi wajahnya yang penuh permusuhan. Semua orang yang menyapanya dengan ramah ia balas dengan pandangan dingin dan menusuk. Terutama saat melihat entitas seseorang yang kini tengah berjalan ke arah mereka dengan senyum lebarnya."Hai, Cantik! Aku udah siapin meja yang spesial buat ka
Mas Rio :Sayang, aku nanti agak telat nggak apa-apa ya? Masih ada sedikit pekerjaan mendesak :( Me :Nggak apa-apa, Mas!Lagian aku nanti juga mau belanja bentar di supermarketMas Rio : Belanjanya nggak pas kita pulang aja?Me :Nggak deh Mas! Takutnya nanti keburu capek, kita kan nggak tahu fitting-nya nanti sampai jam berapaMas Rio: Ya udah deh, hati-hati ya sayang!Belanja pake kartu yang aku kasih aja!Me :Iya Mas sayaang!Lagian aku cuma belanja dikit doang kok, Mas!Mas Rio: Pokoknya pake aja, Sayang! Aku nungguin notifikasi kartu yang kamu pake, nih!Me :Kamu aneh deh, Mas! Nggak takut apa kalau aku cuma mau porotin kamu doang?Mas Rio: Ngapain takut? Duitku banyak dan tugasmu buat habisinIfy tercengang tanpa bisa berkata melihat balasan terakhir dari Rio. Memang aneh orang kaya satu ini. Saat yang lain menyeleksi calonnya dengan ketat karena takut dimanfaatkan, Rio justru menyodorkan diri untuk diporoti. Jika sudah begini, maka Ify pun tak akan ragu lagi. Dengan se