Share

DILEMA REMAJA

“Liana sudah siuman, ini mama bawakan susu putih,” ucap ama berjalan menuju ranjang Liana. Sontak Liana terkejut, dan menyembunyikan telunjuknya di bawah selimut.

Setelah kondisi Liana membaik, ia diperbolehkan untuk pulang, karena esok, ia harus tetap sekolah. Sesampainya dirumah, mama membawakan susu hangat dan nasi goreng untuk Liana. Seusai makan, ia pergi untuk membersihkan diri dan beranjak tidur.

***

Kukuruyukkkkkk …

Suara ayam jago berkokok, suaranya yang merdu membuat Liana bangun dari dunia mimpinya. Ia bersiap untuk berangkat kesekolah. Tanpa disangka, Aji sudah menunggunya sejak tadi di ruang tamu. Karena mendapat kabar jika Liana sakit, ia menjadi sangat gelisah.

“Astaga, kenapa kamu disini?” tanya Liana terkejut, hamper saya ia melompat melihat Aji duduk dengan santai di kursi ruang tamunya.

“Selamat pagi,” balasnya dengan santai.

“Liana tidak bilang papa, kalau dijemput teman hari ini,” ucap Papa sembari membawa secangkir kopi.

“Liana pun tidak tahu, Pa,” jawabnya.

“Apakah sudah siap-siapnya?” tanya Aji tersenyum memperhatikan tingkah Liana.

“Sudah ayo berangkat, cepat. Sebelum orang tuaku membututi kita,” ajak Liana berbisik kemudian menarik tangan Aji.

“Tak apa Li, nantikan Mama dan Papamu, juga jadi Mama Papaku,” canda Aji dengan sedikit tertawa, melihat wajah Liana yang semakin memerah.

“Sudah, ayo,” ajak Liana terburu-buru.

Orang tua Liana tertawa di balik pintu, melihat kelakuaan Liana dan Aji. Mereka jadi berfikir Aji adalah pria yang cocok untuk menjaga putri mereka.

“Aji, kenapa tidak mengirim pesan kalau mau jemput?” tanya Lian kesal sambil memakai helm.

“Sudah cepat naik, bawel,” jawab Aji cekikikan.

“Iya, aku naik,” Gumam Liana sambil melotot geram.

Mereka berangkat menuju sekolah bersama. Sesampainya di sana, mereka berjalan berdampingan, tanpa mereka sadari, Salma dan Ratih memperhatikan mereka sambil menahan tawa. Selain mereka berdua, Nia juga memperhatikannya dengan wajah masam.

***

Kring … kring …

Tanda bel istirahat berbunyi. Liana dan Salma ingin makan bakso di kantin sekolah. Tiba-tiba, Nia dan gengnya mengajak paksa Salma dan Liana menuju gudang belakang sekolah.

“Hei, anak kecil. Bayangin kalau kamu punya sesuatu, yang udah kamu perjuangkan, lalu hal itu direbut orang. Gimana rasanya?” tanya Nia mendorong kepala Liana dengan telunjuknya.

“Maksud kamu apa? Liana tidak melakukan apapun,”  protes Salma menatap Nia kesal.

“Kamu, diem ya, ini gak ada urusannya sama kamu,” seru Tika sembari mendorong bahu Salma.

“Gue suka Aji sejak SMP, sekarang dia masuk sekolah kita. Terus, kamu mau ngerebut dia gitu saja, dimana perasaanmu? Kita sama-sama cewek kan. Katanya murid berprestasi, tapi kok tidak punya hati,” caci Nia terus mendorong kepala Liana dengan telunjuknya.

“Aji sendiri yang mendekatiku, aku tidak melakukan kesalahan apapun,” balas Liana menatap Nia.

“Tidak usah banyak alasan. Aji itu punya gue, kamu siapa? Kalian masih belum ada status. Mungkin dia hanya mempermainkanmu saja. Setiap hari kami mengirim pesan dan saling menelpon. Atau mungkin, dia hanya menjadikanmu pelampiasan. Ayo gaes kita pergi,” kata Nia sembari mendorong bahu Liana.

Salma langsung memeluk Liana. Air mata itu bergulir tak tertahankan, hingga membentuk muara kecil di pipi Liana. Kata-kata itu sangat menyakiti hati Liana. Salma mencoba menenangkannya, dan segera kembali ke kelas, seakan-akan tak terjadi apapun.

Sejak saat itu, Liana menghindari Aji. Begitupun dengan Salma, ia hanya bisa bungkam, karena takut Nia akan berbuat yang tidak-tidak kepada Liana. Aji terus bertanya pada Liana, kenapa ia menjauh, dan ada apa. Tapi, jawaban Liana selalu sama, “Aku tidak apa-apa”.

Bagaimana aku bisa memberitahu Aji, aku paham apa yang dipikirkan Nia, aku pun juga seorang wanita. Apakah aku merebutnya dari Nia? Jahat sekali aku. Dan apakah Aji juga menyukaiku seperti aku menyukainya?. Aku tak menyukai rasa ini, rasa yang tak tentu, membuat bimbang, membuat orang lain tersakiti. Rasa bungkam yang aku rasakan ini sangat tak nyaman. Apa aku hanya dibuat pelampiasan oleh Aji, tapi mengapa begitu? Apa salahku? Kepada siapa aku harus berbicara? tak mungkin kepada mama dan papa. Aku tak mau menambahi beban untuk mereka. Ungkapan hati Liana.

Setelah itu, Liana langsung menunaikan sholat Isya’ dan membaca buku kesukaannya, hingga terlelap tidur.

***

Tidak, jangan pergi. mama, papa, jangan tinggalkan Liana sendiri. Liana takut. Tidak, kalian tidak boleh pergi, aku akan memegang tangan kalian. Kumohon jangan pergi. Mama! Papa! Mimpi yang sama.

Orang tua Liana meninggalkannya seorang diri. Namun, ada bayangan seorang lelaki tepat dibelakang mereka. Saat terbangun dari mimpi buruk itu, keringat Liana mulai bercucuran. Berulang kali ia berdoa agar perasaannya tenang. “02.45” waktu yang tertera di jam bekker Liana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status