Share

TERULANG KEMBALI

Saat ini, orang tua Liana terus berdoa, agar anak mereka bisa segera sadar. Namun, ada kenyataan yang harus mereka terima. Kenyataan itu, adalah hal yang paling mereka khawatirkan, selama ini.

“Liana mengalami proses pertumbuhan, yang lebih pesat daripada kakaknya. Tanpa sadar, saat ia merasa sakit pada bagian belakang kepalanya. IQ Liana akan berkontraksi dan membuat seluruh sel otaknya sangat aktif, mungkin perlahan IQ nya akan mengalami kenaikan, jika otak itu terlalu aktif bergerak, Liana akan mengalami sakit yang luar biasa dan mungkin kondisinya akan kritis,” jawab dokter Bagus menatap kedua orang tua Liana, kemudian melepas kaca matanya.

“Tidak boleh, itu tak boleh terjadi pada putri kami,” teriak mama ketakutan, dengan tubuh gemetar.

Ingatan itu, tiba-tiba muncul di ingatan mama Liana. Saat anak sulung mereka, mengalami kejadian serupa. Namun, saat itu, mereka hanya menganggapnya sebagai sakit kepala biasa.

***

“Kakak, apa masih sakit kepala?”

“Sakit sekali, aku tidak tahan lagi,” jawabnya kemudian batuk, dan mengeluarkan darah.

Melihat anaknya batuk dan mengeluarkan darah. Kedua orang tua itu, bergegas pergi ke rumah sakit, kemudian menunjuk dokter spesialis, untuk putra mereka.

Karena kesalahan mereka, tidak menyadari hal ini dari awal. Anak itu, kini tumbuh dengan potensi diri yang luar biasa. Dengan kemampuannya, ia bahkan bisa menciptakan layer nirkabel, dan memprogramnya di sebuah bulpoin.

Orang tua itu, tidak menyadari sesuatu yang penting, dari kemampuan anak mereka. Mereka hanya berusaha untuk mendungnya, tanpa mengetahui bahaya yang menunggu mereka.

“Tolong, jangan ambil anak kami,” ucap wanita paruh baya, sembari memegangi perutnya.

“Lepaskan mama dan papaku!” Suara anak laki-laki meminta penuh permohonan. Dia berusaha untuk menahan diri demi kedua orang tua.

“Anakku, tidak,” teriak wanita itu, kemudian mengalami pendarahan hebat.

“Papa, tolong bawa Mama pergi. Aku akan baik-baik saja,” perintah anak itu dengan suara lantangnya.

***

Papa berusaha menenangkan pikiran mama, agar tidak mengingat kenangan pahit itu.  Dengan tubuh gemetar, mama kemudian menghapus air matanya. Perlahan ia berdiri, dan mengutarakan keinginannya.

“Kali ini, kita harus menjaga Liana,” seru mama memegang pundak papa.

“Tentu, itu yang harus kita lakukan,” jawab papa sembari memegang tangan Liana.

“Syukurlah, aku akan terus melihat, bagaimana perkembangannya. Liana bisa kembali ke sini untuk check up,” pinta dokter Bagus, kemudian menghela napas.

***

Ruangan tempat Liana dirawat, sengaja disiapkan khusus untuk dirinya. Bahkan, suara detik jarum jam, bisa terdengar jika tidak ada yang berbicara di runagan ini. Tak lama kemudian, jari jemari Liana bergerak. Ia langsung memegangi kepalanya, seolah-olah rasa sakit itu, tak mau meninggalkannya.

“Astaga, kepalaku. Apakah tidak bisa ku lepas sebentar saja, ini sangat menyakitkan,” keluh Liana, kemudian membuka matanya lebar-lebar. Sesekali ia menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu menatap kedua tangannya yang dingin.

Tidak disangka, sebuah layar nirkabel muncul, dari sentuhan kedua telunjuknya tanpa disengaja. Ia pun terkejut dan berteriak, “Haaa, apa ini?” teriaknya terkejut.

Layar itu, membuat Liana takjub, hingga lupa dengan rasa sakit, yang ia rasakan. Beberapa kali, ia memisahkan kedua telunjuknya, kemudian menempelkannya lagi. Namun, dalam percobaan ke tiga, layer itu tidak muncul.

“Woah, hebat. Tapi, kenapa tidak muncul lagi. Apakah sudah rusak? Astaga, apa aku merusaknya?” tanya Liana membolak-balikkan telunjuknya, namun tidak berhasil memunculkan layer itu lagi.

Kriekk …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status