Share

Bab 261

Penulis: Bhay Hamid
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-19 13:27:49

Di Giri Amerta, perayaan atas kemerdekaan masih menggema, namun di balik kemeriahan itu, Tuan Raka dan Cakra tahu bahwa kedamaian yang baru ditemukan itu masih rapuh.

Sebuah riak kecil di kolam akan menciptakan gelombang besar, dan kemenangan telak atas Surya Manggala adalah sebuah gempa yang mengguncang seluruh benua.

Di sebuah ruangan rahasia, Ki Sanjaya dan Nyi Kanthi berdiri di hadapan Raka, wajah mereka tampak serius. "Tuanku, berita tentang kemenangan kita..." Ki Sanjaya memulai, nadanya penuh makna.

Raka mengangguk. "Telah menyebar luas, bukan? Seperti api di padang kering."

Kabar tentang kejatuhan Kerajaan Surya Manggala, raksasa yang selama ini dianggap tak terkalahkan, menyebar bagai bisikan angin dari mulut ke mulut, kemudian menjadi raungan badai yang melintasi lautan.

Para pedagang, utusan, dan bahkan pengelana biasa membawa cerita tentang kekalahan memalukan itu ke setiap pelabuhan dan desa.

Di Negeri Angin, sebuah kerajaan di seberang pegunungan yang selalu menjaga jara
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 270

    Debu beterbangan di Desa Petir, diangkat oleh angin musim semi yang membawa aroma ketegangan. Perang terbuka kini bukan lagi ancaman, melainkan kenyataan pahit yang menggerogoti setiap sudut wilayah perbatasan Giri Amerta.Sejak pasukan Surya Manggala yang dipimpin Raja Aryo bergerak menuju perbatasan Distrik Kemusuk, Desa Petir yang dulunya ramai oleh suara canda tawa dan hiruk pikuk kehidupan, kini berubah menjadi desa mati.Rumah-rumah kosong melompong, jendelanya pecah bagai mata yang kosong, dan pintu-pintu yang terbuka lebar seolah mengundang kehampaan. Tak ada lagi asap mengepul dari dapur, tak ada lagi suara anak-anak bermain di halaman."Ki Prajurit, apakah semua penduduk sudah dievakuasi?" tanya Rama kepada seorang prajurit tua yang tampak kelelahan, matanya nanar menatap desa yang ditinggalkan itu."Sudah, Gusti Rama," jawab Ki Prajurit dengan suara serak. "Sebagian besar memilih mengungsi ke pedalaman Giri Amerta, mencari perlindungan di bawah panji Gusti Raka.Namun, ada

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 269

    Kabar aliansi dengan Negeri Pasir membawa secercah harapan di Giri Amerta, namun bayangan perang yang kian mendekat tak bisa dihindari.Raka dan Rama tahu, ini bukan lagi tentang intrik di balik tirai istana, melainkan tentang perang terbuka yang akan menuntut setiap tetes darah dan keringat.Di Balai Prajurit Giri Amerta, genderang perang mulai ditabuh. Ribuan prajurit bersenjata lengkap berbaris rapi, wajah-wajah mereka memancarkan tekad membara.Raka berdiri di podium, menatap pasukannya dengan bangga. Di sampingnya, Rama menginspeksi barisan, memastikan setiap prajurit siap tempur."Ki Panglima Wira, bagaimana persiapan kita di perbatasan?" tanya Raka, suaranya menggelegar memenuhi ruangan.Ki Panglima Wira, seorang prajurit tua berwibawa dengan bekas luka di pelipisnya, melangkah maju. "Ampun, Gusti Raka! Seluruh pasukan telah siaga penuh di sepanjang perbatasan.Benteng-benteng telah diperkuat, dan para pemanah telah menempati posisi terbaik mereka. Kami telah mendirikan pos-po

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 268

    Awan kelabu pekat masih menggantung di atas Balai Pertemuan Giri Amerta. Kabar tentang penobatan Aryo sebagai Raja Surya Manggala, diiringi kekejaman rezim barunya, telah menyebar seperti bara api.Namun, di tengah ancaman itu, Raka tidak tinggal diam. Ia tahu, untuk menghadapi kegilaan yang baru, Giri Amerta harus bermain lebih cerdas, lebih berani.Pagi itu, Raka memanggil Rama dan Ki Senopati Agung ke ruang peta. Sebuah gulungan peta baru terhampar di meja, memperlihatkan wilayah barat daya yang luas, meliputi gurun dan beberapa kerajaan kecil."Kita tidak bisa menghadapi Surya Manggala sendirian, terutama dengan kepemimpinan baru Aryo yang brutal," ucap Raka, suaranya tenang namun penuh perhitungan. "Kita butuh sekutu."Rama menunjuk ke arah peta. "Ayahanda, apakah maksud Ayahanda adalah Negeri Pasir? Mereka dikenal sebagai prajurit gurun yang tangguh, namun selalu dikenal netral dalam konflik besar.""Tepat sekali, Rama," sahut Raka. "Malam tadi, utusan dari Negeri Pasir telah ti

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 267

    Gelombang di Teluk Penyu masih bergemuruh, namun di balik hiruk pikuk persiapan perang Giri Amerta, kabar burung dari Surya Manggala tak pernah berhenti bertiup.Kabar itu kini telah menjadi kenyataan pahit, sebuah babak baru dalam intrik kekuasaan yang berpotensi mengguncang stabilitas seluruh wilayah selatan.Di Balai Pertemuan Giri Amerta, suasana tegang menyelimuti. Raka, dengan wajah serius, menatap Rama dan Ki Senopati Agung. Di atas meja, segulung peta Surya Manggala terhampar, dengan tanda panah dan silang merah yang menunjukkan titik-titik ketegangan."Ki Senopati, apakah kabar itu sudah pasti?" tanya Raka, suaranya pelan namun penuh kewibawaan.Ki Senopati Agung mengangguk, sorot matanya tajam. "Sudah pasti, Gusti Raka. Aryo, yang memimpin kudeta berdarah itu, kini telah resmi diangkat menjadi raja di Surya Manggala.Penobatannya dilakukan secara tergesa-gesa, namun dengan upacara yang megah, seolah ingin menunjukkan legitimasi yang kuat."Rama mengepalkan tangannya. "Jadi,

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 266

    Suara ombak memecah pantai di Teluk Penyu, seakan membawa bisikan rahasia dari negeri seberang. Di Balai Pertemuan Giri Amerta, Raka dan Rama sedang meninjau kembali peta perluasan pelabuhan dan Pulau Kerrang.Semangat mereka membara, visi tentang Giri Amerta sebagai mercusuar kemakmuran dan kekuatan maritim semakin jelas terbayang. Namun, gumpalan awan gelap tiba-tiba menyelimuti cakrawala.Seorang prajurit terengah-engah memasuki balai, pakaiannya lusuh dan wajahnya pucat. Ia berlutut di hadapan Raka. "Ampun, Gusti Raka! Hamba membawa kabar buruk dari Surya Manggala!"Raka dan Rama saling pandang, firasat tak enak merayapi hati mereka. "Katakan, Ki Prajurit, ada apa?" desak Raka."Raja Mahesa Warman… tewas, Gusti," ucap prajurit itu, suaranya bergetar. "Ia tewas karena kudeta yang dilancarkan oleh Aryo dan Anom. Seluruh istana kacau balau!"Kabar itu bagai petir di siang bolong. Raja Mahesa Warman, penguasa Kerajaan Surya Manggala, musuh bebuyutan Giri Amerta, kini telah tiada.Raka

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 265

    Mentari pagi, yang baru saja merekah di ufuk timur, menyinari Pelabuhan Teluk Penyu di Giri Amerta dengan cahayanya yang lembut.Namun, kelembutan itu berbanding terbalik dengan denyut kehidupan yang membahana di sana. Suara seruan para buruh yang kekar, mengangkat peti-peti berisi komoditas dari berbagai penjuru, bercampur dengan gemerincing jangkar kapal-kapal dagang yang hendak berlabuh.Aroma rempah-rempah eksotis dari negeri seberang berbaur dengan bau asin laut, menciptakan sebuah simfoni kemakmuran yang beberapa bulan lalu hanyalah mimpi di angan-angan.Sejak Giri Amerta berhasil membebaskan diri dari cengkeraman Surya Manggala, Pelabuhan Teluk Penyu bagaikan magnet yang menarik kapal-kapal dari seluruh penjuru selatan.Jumlah kapal dan pedagang yang hilir mudik kini memadati dermaga, bahkan melampaui kapasitas yang ada. Sebuah pemandangan yang membanggakan sekaligus mengkhawatirkan.Di salah satu menara pengawas pelabuhan, menjulang tinggi bagai tombak yang menantang langit, b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status