Share

Bab 80

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-04-12 18:11:54
Langit sore itu menggantungkan awan kelabu di atas Desa Petir, seolah ikut merasakan kegundahan yang menyelimuti hati para gadis di sana. Di balai desa, para tetua telah berkumpul, berharap kabar baik dari dua pemuda terhormat yang baru saja tiba dari perjalanan panjang: Roni dan Riko, anak dari mantan Kades Zeno, serta keponakan dari kades Raka, sang pahlawan dari Kali Bening.

Kepala Desa Wiroguno berdiri di tengah balai, berwajah sumringah namun sedikit tegang. Di sampingnya, Aryo, tangan kanannya, menunduk dengan tenang, sembari sesekali melirik ke arah para gadis desa yang berdandan lebih rapi dari biasanya.

"Roni, Riko," ucap Wiroguno membuka pertemuan. "Kami, mewakili Desa Petir, dengan tulus menyampaikan lamaran dari keluarga-keluarga terbaik di sini. Anak-anak gadis kami telah memendam harapan besar atas kedatangan kalian."

Namun, Riko menatap lurus ke depan. Ia menunduk sedikit sebagai bentuk hormat, lalu berkata pelan namun tegas, “Kami menghargai niat baik ini, namun kami
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 212

    Embun belum benar-benar menguap dari rerumputan ketika palu besar masih terdengar bertalu-talu di perbatasan Desa Kali Bening dan Desa Anggur. Bangunan raksasa dari batu kapur dan kayu ulin itu berdiri setengah jadi, tapi bentuknya sudah cukup membuat siapapun terdiam. Bukan lagi sekadar balai desa—melainkan sebuah istana tanpa mahkota.Balai Desa Giri Amerta, kini disebut Balai Kota, telah diperluas dengan sayap-sayap bangunan tambahan. Pilar-pilar tinggi menopang atap bersusun tiga, dan di tengah halaman berdiri kolam air mancur dari batu hitam, memantulkan cahaya pagi.Di dalamnya, orang-orang lalu-lalang. Juru tulis membentangkan gulungan naskah, prajurit patroli bersiaga di pintu gerbang, dan para utusan dari kedua desa menunggu giliran menghadap.Lukma (juru tulis): “Tuan Raka, laporan dari Pasar Hulu dan Pasar Selatan sudah masuk. Tapi surat dari Desa Anggur belum ditandatangani Cakra.”Raka (membaca cepat): “Tunggu di meja rapat. Jangan kirim utusan lagi sebelum waktunya. Cakr

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 211

    Mentari pagi menyusup malu-malu di balik kabut tipis yang menggantung di atas Desa Kali Bening. Angin dari arah laut membawa harum garam dan rempah yang menempel di layar-layar kapal yang bersandar di Pelabuhan Teluk Penyu. Hari itu, hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.Di tengah alun-alun baru yang kini berdiri gagah, sebuah bangunan besar dari batu kali dan kayu jati menjulang Balai Kota Giri Amerta. Penduduk mulai berkumpul. Anak-anak berlarian di sekitar taman, para perempuan membawa anyaman dan bunga, sementara para lelaki tampak mengenakan pakaian terbaik mereka.Raka berdiri di hadapan podium kayu berukir, diapit oleh para tetua, pengrajin, pedagang, dan panglima-panglima muda. Jubah hitam bersulam benang emasnya berkibar ringan, dan sorot matanya memancarkan kebanggaan yang tak tersembunyikan.Ia mengangkat tangan, memanggil hening.Raka: “Wahai rakyat Giri Amerta… dari Kali Bening kita berangkat, dan kini, kita berdiri sebagai satu kota yang hidup! Hari ini, Balai Kota Gi

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 210

    Kabut pagi mengambang ringan di atas sawah luas Desa Kali Bening. Gemericik air irigasi yang ditata rapi menyatu dengan dentingan palu para pandai besi dan celoteh para petani yang menata hasil panen. Jalan-jalan tanah kini berubah menjadi jalur batu lempeng yang dilalui pedati dan kereta kayu penuh muatan dari arah pelabuhan Teluk Penyu.Di tengah pasar baru yang selalu ramai sejak matahari muncul, para saudagar dari berbagai penjuru berdatangan. Mereka tak hanya membawa barang, tapi juga membawa kabar Kali Bening dan Desa Anggur kini menjadi pusat ekonomi baru di wilayah timur Kerajaan Surya Manggala.Bahkan pusat desa kini sudah menjadi kota baru giri amerta, karena pesatnya Pembangunan dan perdagangan yang ramai dan ketertiban yang tercipta membuat wilayah kali bening kini menjadi sebuah kota kecil yang maju dan berkembang.Pertumbuhan yang MelonjakDi bale uCakra pasar, dua tokoh penting tengah berdiskusi serius Kades Cakra dari Desa Anggur, dan Goro, penasihat kepercayaan Raka.

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 209

    Senja menggantung malas di langit Giri Amerta. Di balik jendela lebar yang terbuka, angin lembut membawa aroma kayu bakar dan wangi bunga kenanga dari taman. Raka duduk di bale kayu, dikelilingi tiga perempuan yang telah menjadi belahan jiwanya: Aina, Aini, dan Andini. Mereka baru saja selesai bersantap malam bersama, namun suasana terasa berbeda malam itu—lebih dalam, lebih hangat, dan penuh rasa ingin tahu.Aina menatap Raka lekat-lekat. "Kanda selalu terlihat begitu tangguh, tenang... Tapi kadang aku bertanya-tanya, seperti apa hidupmu sebelum semua ini?"Raka terdiam sesaat. Tangannya menggenggam cangkir tanah liat yang masih hangat. Ia memandang jauh ke luar jendela, seolah menyibak kabut waktu."Aku tak pernah benar-benar menceritakan masa laluku, bukan?" katanya pelan. "Mungkin sudah waktunya."Rahasia yang TerungkapRaka memulai kisahnya. Suaranya datar, namun matanya menyiratkan emosi yang tak bisa disembunyikan."Dulu, aku bukan siapa-siapa. Kuat dan cerdas, ya… mungkin. Tap

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 208

    Desa Kali Bening tampak jernih. Kabut tipis masih menggantung di lembah, sementara burung-burung kecil beterbangan di antara pepohonan yang hijau subur. Di pelataran lapang dekat sungai, beberapa tukang batu tampak sibuk menggambar garis-garis di tanah dengan kapur putih.Raka berdiri di tengah-tengah mereka, mengenakan jubah abu-abu yang bersih. Tangannya memegang selembar kulit pohon tempat sketsa bangunan tergambar dengan rinci.Di hadapan para pekerja dan pengrajin yang telah dikumpulkan, Raka mengangkat suara:“Balai desa ini bukan sekadar tempat duduk para tetua. Kita sedang membangun sebuah pusat kekuatan baru. Ini—” katanya sambil mengangkat sketsa, “—akan berdiri dengan pilar-pilar besar, tinggi, kokoh. Tiap pilar melambangkan tekad rakyat Giri Amerta: kerja keras, keadilan, ilmu, dan persatuan.”Para pekerja saling pandang, kagum dan bersemangat. Seorang pengrajin tua, Pak Rendi, mendekat pelan.“Kades Raka, mohon ampun, pilar sebesar ini... siapa yang akan mengangkat batu-b

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 207

    Sinar matahari pagi menyinari halaman depan Balai Desa Kali Bening, yang kini tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa warga terlihat membentangkan kain, membentuk tenda-tenda kecil untuk jualan, sementara anak-anak berlarian membawa tongkat kayu dan bendera buatan sendiri.Di salah satu sudut, Rama, putra sulung Raka yang kini menginjak usia enam tahun, sedang melatih adik-adiknya. Wini, yang cerdas dan lincah, sedang membuat garis lingkar di tanah dengan ranting, sementara si bungsu Tama asyik mencorat-coret potongan papan dengan arang.Rama: “Tama, itu bukan untuk digambar. Itu buat penunjuk arah... sudah kubilang tadi.”Tama (cemberut): “Tapi aku mau bikin naga…”Wini (tersenyum nakal): “Biar saja, Mas Rama. Siapa tahu naganya bisa menunjuk arah juga.”Raka memperhatikan mereka dari teras balai, senyum kecil terselip di wajahnya yang mulai terlihat tua. Di sampingnya berdiri Genta dan Goro. Mereka baru saja menyelesaikan pertemuan pagi.Raka: “Anak-anak itu... cepat benar tumbuh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status