09.00
"Aku puulaang…" Ucapku dengan wajah murung memasuki rumah sambil menarik tas ranselku dengan lemas.
"Ada apa dengan anak ini?? Kamu pergi dengan begitu semangatnya kemarin pagi, namun sekarang datang ke rumah dengan begitu lesunya." Ucap Ibu heran melihat tingkahku, sambil tangannya membereskan masakannya.
Aku terus berjalan masuk menuju kamarku tanpa menghiraukan ucapan Ibu. Aku merasa begitu sangat lelah. Energiku seperti telah terkuras habis. Ini semua pasti karena pengakuan Ryan yang sangat jujur kemarin. Bahkan untuk menonton drama kesukaanku saja sepertinya aku tidak sanggup.
Hwuuuhhh~
Aku menghela napas dengan begitu berat dan kemudian menjatuhkan tubuhku ke atas kasur.“Huuh.. aku tidak tahu rasanya akan sesakit ini.”
“Bagaimana ini? Apa aku masih bisa berteman lagi dengan Ryan?”“Bahkan tadi untuk menatap wajahnya saja, aku sama sekali tidak sanggup”Aku mulai overthinking. Berba08.00 Esok hari. Hari Minggu. Hari dimana saatnya aku akan bermalas-malasan sepaaaaanjang hari. Rebahan di kamarku sambil menonton drama dan kemudian berselancar di media sosial. "ERINN!!" Panggil Ibu dengan suara khas, menghentikan kegiatanku. Hah? Apa itu!?Hahaha teriakan andalan Ibu comeback!Tak mengira aku ternyata kangen dengan teriakan mengesalkan itu. "Ya, Buuu... Aku datang!" Jawabku sambil tersenyum bersemangat tidak seperti biasanya, karena baru kembali mendengarkan teriakan ibu. Sesampainya aku di lantai bawah. Rasa semangatku yang tadinya sempat membara karena teriakan Ibu, seketika mulai padam. Suasana di ruang tamu begitu sunyi. Mereka semua tampak berusaha untuk tersenyum, dibalik rasa murung yang aku bisa lihat dari mata mereka. "Ehh ada pak manager. Selamat siang." Ucapku menyapa Pak Manajer yang telah duduk di ruang tamu. Ada apa ini?Kenapa ma
10.00 "Heh! Kamu yang namanya Erin, bukan!?" Ujar seorang perempuan yang didampingi oleh tiga temannya dan secara tiba-tiba datang menghampiri aku yang sedang duduk di kelas. "Hah?? Ada apa ini? Ada urusan apa para gadis populer ini dengan diriku. Dengan aku... orang yang bahkan belum pernah mereka tatap wajahnya sekali pun." Tanyaku kebingungan dalam hati. “Perkenalkan! Namaku Naomi.” Lanjutnya dengan nada suara yang tiba-tiba berubah menjadi begitu lembut, sambil meraih kedua tanganku untuk bersalaman. Ya, tentu saja aku tahu kamu adalah Naomi. Siapa yang tidak kenal dengannya di sekolah ini!? Naomi, gadis populer pujaan para laki-laki di sekolah. Gadis cantik di hadapanku ini juga duduk di kelas 3 SMA, seumuran denganku. Para siswa laki-laki yang populer di sekolah, mereka semuanya pernah mendekati Naomi. Bagaimana tidak!? Aku saja yang seorang perempuan selalu kagum setiap melihat sosok Naomi. Wajah Naomi begitu cantik bak boneka
09.55Hari ini adalah hari Minggu, hari dimana biasanya aku menghabiskan sepanjang hariku untuk rebahan dan melakukan berbagai hal yang aku suka di rumah. Namun, kali ini berbeda dari biasanya. Aku tiba-tiba mendapat panggilan dari seseorang yang ternyata adalah Naomi. Dia mengajakku untuk menemaninya berbelanja, seperti kali terakhir kita bertemu.“Berbelanja lagi??” Ujarku dalam hati dengan rasa bingung.“Erin, kamu bisa, bukan?” Tanya Naomi sekali lagi.“Hmm... iya, baiklah, boleh saja. Tapi sepertinya aku baru bisa datang sedikit lebih siang. Tidak apa, bukan?” Ucapku yang masih berselimutkan piyama.“Iya, tidak apa. Langsung kabari aku saja, jika kamu sudah siap. Aku tunggu, ya!” Ucap Naomi menyelesaikan pembicaraan kita di telepon.***Aku janjian dengan Naomi untuk bertemu langsung di depan sebuah Mal yang Naomi pilih. Ketika aku tiba di sana, aku
“Erin? Disini!” Panggil Lulu sambil melambaikan tangan kepada aku, yang baru saja tiba di kantin sekolah.Seketika aku menjadi perhatian para murid yang berada di kantin. Segera setelah Lulu memanggil, aku langsung menjadi pusat perhatian banyak orang. Wajah mereka tampak begitu penasaran melihat aku yang bukan siapa-siapa ini bergabung dengan orang-orang seperti Naomi dan kawan-kawannya, idola para murid di sekolah.“Rin, seperti biasa ya...” Ucap Viola kepadaku, yang baru saja duduk.“Em... baiklah. Aku akan pergi untuk membelinya.” Jawabku yang langsung paham akan perkataan Viola dan kemudian pergi untuk membeli pesanan mereka seperti biasanya.Ya, seperti biasanya... Aku mulai terbiasa dengan ini. Jujur, aku sebenarnya tahu jika aku memang dimanfaatkan oleh mereka. Namun, sepertinya aku begitu menikmati kepopuleran yang aku dapatkan, karena hubungan yang aku jalin dengan para gadis ini. Aku sepertinya sangat mendamb
Sejak perbincangan hari itu, hubunganku dengan Ryan mendadak menjadi renggang. Aku dan Ryan yang biasanya selalu bersama untuk menghabiskan sebagian besar waktu di Sekolah, namun kini tampak seperti orang yang tidak mengenal satu sama lain. Ryan tidak pernah menyapaku sejak saat itu. Bahkan untuk menatap wajahku saja, sepertinya dia tidak sudi. Tiba-tiba dia berubah menjadi sosok pria yang bersikap dingin hingga membuatku tidak memiliki keberanian untuk mendekatinya. “Erin... Ayo kita pulang!” Ucap Naomi yang datang ke kelasku untuk mengajak pulang bersama. “Em. Ayo!!” Ucapku kepada Naomi sambil tersenyum, namun kemudian menjadi mendadak murung dan terdiam sambil menatap punggung Ryan, pria yang sejak kemarin sama sekali tidak pernah menyapa bahkan melihat wajahku lagi. “Ayo??” Ucap Naomi menyadarkan lamunanku. *** “Kamu sedang bertengkar dengan Ryan, ya? Biasanya kalian terus terlihat bersama... sampai-sampai para murid di Se
07.30 Ketika aku tiba di sekolah, suasana begitu terasa berbeda. Semua orang tampak berbisik-bisik membicarakan suatu hal yang begitu menarik. Aku merasa mereka membicarakan suatu hal yang sama, karena ekspresi wajah yang mereka perlihatkan tampak mirip satu sama lain. Kaget? Jijik? Senang? Heran??“Eh! Kamu itu gadis yang sering bersama dengan Naomi akhir-akhir ini, bukan??” Tanya salah satu siswi yang tiba-tiba mendekatiku.“Em, iya. Ada apa, ya?” Tanyaku heran dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu.“Sepertinya kamu harus menjauhi perempuan itu mulai sekarang. Hmmm... atau jangan-jangan kamu sama dengannya!? Ihh! Tiba-tiba aku menjadi takut juga denganmu.” Ucap gadis itu kepadaku, yang kemudian tiba-tiba pergi menjauhiku seperti merasa jijik.Aku menjadi penasaran akan apa yang dikatakan oleh siswi tadi. Aku berusaha melirik layar ponsel orang-orang di sekitarku. Namun, setiap kali aku mulai me
Segera setelah Ryan berkata seperti itu, Bu Rona, salah satu Guru Killer di Sekolah kami itu pun datang. Karena beliau mendengar laporan dari para siswa tentang adanya keributan di kamar mandi perempuan lantai 5. "Apa ini!? Apa yang kalian semua sedang lakukan? Dan kamu, Ryan! Mengapa kamu ada di kamar mandi perempuan!?" Ucap Bu Rona melontarkan berbagai pertanyaan kepada kami. Kami bertiga pun ikut ke ruang Guru sesuai yang diperintahkan oleh Bu Rona. Namun, Ryan diperbolehkan untuk pergi terlebih dahulu, karena ini adalah permasalahanku dengan Naomi. "Kamu tidak apa... jika aku pergi??" Tanya Ryan yang tampak begitu khawatir kepadaku. "Em. Tidak apa." Jawabku sambil mengangguk pelan, dan setelah perkataanku itu Ryan akhirnya pergi keluar sesuai perintah Bu Rona. "Kalian berdua, duduk!" Perintah Bu Rona dengan nada tegas seperti biasanya. Bu Rona duduk tegak sambil menyilangkan tangannya dan memasang wajah garang andalannya,
Hari ini, keesokan harinya setelah kejadian itu, aku diperbolehkan untuk tidak masuk sekolah. Bu Rona meminta izin ke Sekolah agar membiarkan aku dan Naomi untuk belajar dari rumah selama dua hari selanjutnya, sampai hari Sabtu nanti. Bu Rona menyarankan hal itu, supaya kami bisa menenangkan diri terlebih dahulu. Beliau tahu bahwa aku dan Naomi pastinya juga tidak akan fokus belajar, jika harus ke Sekolah dalam situasi seperti ini. Bu Guru Killer satu ini memang terkenal pengertian. Dibalik sosoknya yang tampak seperti pembunuh berdarah dingin, tapi hatinya begitu penuh kasih bagai malaikat. *** 09.35 Hari ini, hari Minggu. Aku pergi ke Pasar untuk menemani Ibu membeli berbagai kebutuhan di Toko Laundry dan juga berbelanja untuk kebutuhan bulanan. Kami berangkat ke Pasar sedari pagi hari, dan baru pulang ke rumah di saat hari mulai petang. *** 17.30 “