Share

Bab 2-Tamu Tak Terduga

Dua orang itu semakin dekat... semaaakin dekat.... Namun, tubuhku masih tetap hanya terdiam hingga aku hanya bisa menutup mataku sambil terus berdoa.

"Mbak..." Ucap orang itu yang ternyata sudah berada tepat di hadapanku.

"Hmm Mbak... apakah Mbak tahu dimana rumah Pak Tomo?? Rumah Bapak Tomo Utama...”

"Hah?? Alamat!? Aahhh elah.... Mau tanya alamat doang ternyata. Aku kira apa. Bikin orang jantungan saja. Lagian.. mengapa penampilan mereka seperti ini sih... gelagatnya mencurigakan. Jadi, membuat orang berpikir yang tidak-tidak." Ucapku dalam hati sambil menghela napas lega sambil mengusap dada.

"Mbak??" Panggil orang itu sekali lagi kepadaku, karena aku hanya terdiam tanpa memberi respon sedikitpun.

Orang yang sedang berbicara kepadaku itu terlihat seperti seorang pria yang kira-kira berumur diatas 30 tahun. Badannya tegap dan gagah. Ketika berbicara kepadaku suaranya terdengar begitu berat, namun sangat lembut. Pria ini tampak begitu sopan. Lalu, disampingnya, berdiri seorang pemuda yang sepertinya berumur 20 tahun atau mungkin lebih. Aku tidak bisa begitu jelas melihat wajahnya, karena masker dan kupluk jaket yang hampir menutupi semua wajahnya. Pokoknya dia terlihat lebih muda dari pria yang sedang berbicara denganku.

“Aahh iya tahu... saya tahu alamatnya, Pak” Jawabku kepada pria itu dengan nada yang sopan.

Eehhh jakkaman jakkaman jakkaman...

Hah?? Tomo Utama!?

Lah itu kan nama Ayah... 

“Mbaaak??” Panggil pria itu sekali lagi, untuk menyadarkanku yang sedang ngedumel sendiri.

“Eh iya! Hemm ayo... saya antar ke sana.” Ucapku sambil mencoba menujukkan jalan ke rumah pak Tomo Utama, Ayahku sendiri.

“Hhmmm orang-orang ini punya urusan apa ya sama Ayah? Sampai datang ke rumah selarut malam ini??” Pikirku dalam hati karena penasaran.

***

Akhirnya kami bertiga tiba di rumah. Aku pun langsung masuk, membuka pintu pagar dan pintu tanpa pamit, ya... karena itu rumahku juga. Sepertinya dua pria itu terkejut melihat aku yang langsung masuk tanpa pamit kepada pemilik rumah.

"Ahhh biar saja... bingung... bingung deh. Siapa suruh tadi sudah bikin aku ketakutan setengah mati." Ucapku pelan.

“Ayah!! Ada orang yang nyariin nih.” Ucapku kepada Ayah, yang sedang seru menonton serial TV kesukaannya.

“Hah!? Anda anaknya Pak Tomo??” Tanya pria itu kepadaku.

Namun, aku tidak menjawabnya. Aku langsung pergi naik ke lantai atas menuju kamarku. Aku masih kesal dengan mereka, karena sudah membuat aku terkejut tadi.

“Iyaa, Rio... dia anak saya.” Jawab Ayah kepada pria itu, menggantikanku.

“Astaga.. saya tidak menyangka kamu benar-benar datang kesini, Rio. Sepertinya permasalahan ini benar-benar serius, sampai-sampai kau membutuhkan bantuanku.” Ucap Ayah kepada pria itu, yang ternyata bernama Rio.

“Apa kabar Paman?? Sudah sangat lama kita tidak berjumpa. Maaf aku mengunjungimu saat situasi seperti ini.” Ucap pria itu kepada Ayah sambil memeluk Ayah dengan erat.

“Emm iya... sebelumnya saya mohon maaf karena tiba-tiba meminta bantuan Paman seperti ini. Di situasi saat ini saya benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Saya juga tidak tahu mengapa tiba-tiba terpikirkan rencana ini dan akhirnya terpikirkan untuk menghubungi Paman.” Lanjut pria itu berusaha menjelaskan.

“Eehh ayo masuk... mengobrolnya didalam saja, sambil kita makan malam.” Ucap Ibu menyela percakapan para pria itu.

“Aaah iya Bi... maaf kami jadi merepotkan malam-malam begini.” Ucap pria itu dengan sikap gelisah karena merasa sungkan.

“Ah tidak... ayo silahkan masuk.” Ucap Ibu dengan nada yang sangat lembut dan ramah, sampai-sampai membuatku merinding .

“Heh mandi sana! Kamu ini tidak tahu malu, ya?!” Perintah Ibu dengan nada marah namun dengan volume suara yang berusaha dikecilkan, kepadaku yang ketahuan sedang menguping di tangga.

“Huh! Ibuku memang jago banget akting, tidak kalah dengan aktris-aktris di drakor.” celetuk Erin dengan nada menggoda, sambil berjalan menuju kamar mandi.

“Isshh dasar anak itu...” Celetuk Ibu kesal.

***

“Anak-anak.... ayo makan!!” Panggil Ibu dengan nada yang tidak biasa. Ibu tidak memanggil kami dengan teriakan andalannya. Kali ini, nada suaranya terdengar begitu sangat lembut bak seorang Ratu yang anggun.

Dino, adikku pun segera keluar dari kamarnya dan menuju meja makan. Setibanya di meja makan, dia tiba-tiba langsung berteriak kaget seperti melihat hantu.

“OWWH MY GOD!!” Teriak Dino sambil berusaha membungkam mulutnya sendir.

“Hei! Pelankan suaramu! Ini sudah hampir tengah malam.” Perintah Ayah kepada Dino.

“Kakak ini Artis itu, bukan!? Barra... Barra Alexander, Artis yang sangat terkenal itu!?” Tanya Dino dengan sangat semangat dan benar-benar yakin.

“Woahh aku tidak menyangka bisa semeja makan dengan seseorang seperti kakak dirumahku ini. Gadis-gadis di sekolahku saaaangat menyukai kakak. Kalau mereka tahu kakak ada dis.…”

“Hey!! Kamu tidak boleh memberitahu kepada siapapun dia berada disini, mengerti?!” Perintah Ayah menyela ucapan Dino.

Langkahku menuju meja makan pun akhirnya terhenti karena mendengar apa yang Dino bicarakan. Aku tersentak kaget dan bertanya-tanya.

Wait... Barra!? Barra Alexander, Idola terkenal itu?? Yang tadi pagi beritanya aku baca? Hah?? Apa yang dilakukan orang seperti dia di rumahku??” Tanya Erin dengan dirinya sendiri.

“Erin?? Mengapa kamu malah terdiam disitu?” Ucap Ibu kepadaku, yang malah diam berdiri di bawah tangga.

“Aaah iya Bu!” Jawabku dengan cepat.

Aku langsung bergegas menuju meja makan dan ikut menikmati makan malam bersama Ayah, Ibu, Dino dan kedua tamu itu.

***

Setelah kami semua selesai makan, Ayah dan pria yang bernama Rio itu mulai menjelaskan alasan mereka tiba disini. Sebelumnya, Ayah terlebih dahulu menjelaskan bagaimana Ayah dan Rio bisa kenal satu sama lain. Pria yang bernama Rio itu, ternyata adalah manager Barra. Lalu ternyata, sungguh tidak terduga, dulunya sewaktu masih muda Ayahku ternyata pernah bekerja sebagai manajer Artis di perusahaan yang sama dengan Manajer Rio. Namun, sepertinya Ayahku tidak berjodoh dengan pekerjaannya sebagai seorang manajer artis. Sehingga dia memutuskan untuk keluar. Namun, sebelum keluar, selama Ayah bekerja di sana, Manajer Rio begitu amat dekat dan akrab dengan Ayah. Manajer Rio yang waktu itu masih sangat muda, merasa sangat tertolong dengan kehadiran Ayah. Singkat kata, tak lama setelah Ayah keluar dari perusahaan, Manajer Rio juga ikut keluar. Tapi dia tidak menyerah untuk menjadi seorang manajer, dia segera mencari dan menemukan perusahaan baru, yang masih menjadi tempat kerjanya saat ini.

Di perusahaan yang baru, setiap Artis yang dipegang oleh Manajer Rio kebanyakan pasti berhasil dan terkenal di penjuru negeri. Termasuk Barra, Artis yang menjadi tanggung jawabnya kali ini.  Karena itu, karena kesIbukannya akhirnya Ayah dan Manajer Rio mulai hilang kontak. Mereka sudah tidak berjumpa dalam waktu yang sangat lama, sekitar 18 tahun.

“Woahh hebat!! Paman keren! Setiap Artis yang Paman pegang sukses semua. Pasti Paman terkenal di kalangan para Manajer.” Ucap Dino yang mendengar penjelasan itu sedari tadi, dengan nada kagum.

“Aaah saya menjadi seperti sekarang ini juga... itu semua, sebagian besar berkat Ayahmu, berkat Paman Tomo.”

“Ahh.... apa maksudmu? Berkat saya? Ah kamu ini membuat saya jadi malu saja.” Ucap Ayah sambil tersipu malu hingga membuat Ibu, Dino dan aku menjadi ikut merasa malu.

“Ha ha ha.. seperti itu. Hmm jadi lalu, apa alasannya sehingga Barra harus tinggal disini?? Hmmm apaa... karena kasus itu?” Ucap Ibu, berusaha mengganti topik pembicaraan yang mulai membuat suasana tidak bagus.

Pak Manajer membenarkan ucapan Ibu. Dia mengatakan bahwa Barra memang harus menginap disini karena kasusnya yang sedang ramai dibicarakan itu. Manajer bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Kasus yang terjadi ini, tidak pernah mereka bayangkan. Ini terlalu mendadak. Perusahaan juga sekarang menjadi begitu sIbuk untuk menutup mulut media dan mengusut siapa dalang sesungguhnya. Perusahaan sangat bingung karena melihat semua bukti yang ditemukan, entah mengapa semuanya mengarah ke Barra. Padahal Barra mengaku dia tidak mengetahui apa-apa tentang kasus itu, dan Manajer mempercayai perkataan Barra. Manajer percaya pada Barra, karena selama ini dia selalu menemani Barra pergi kemanapun, bahkan saat Barra berkencan dengan perempuan yang disebut korban dalam kasus itu. Manajer sangat peduli dengan Barra. Dia sudah menganggap Barra sebagai adik, bahkan anaknya sendiri. Satu hal yang terus manajer pikirkan, yaitu kesehatan mental Barra. Manajer tahu betul bagaimana beratnya menjadi Artis popular seperti Barra saat ini. Sehingga dia memutuskan untuk mencari cara supaya Barra bisa jauh dari kerumunan orang-orang yang mengenalnya. Untuk keluar negeri sepertinya akan sulit, karena kasus ini sudah akan diajukan ke Pengadilan. Kemudian tiba-tiba, Pak Manajer pun teringat dengan Ayah, yang sempat dia dengar tinggal di sebuah daerah yang cukup jauh dari kota. Pak Manajer berpikir bahwa tinggal disini adalah pilihan yang terbaik untuk Barra. Disini tempat yang paling aman. Tidak akan ada banyak orang yang mengenal Barra disini.

Ya, betul sekali...

Seperti yang Pak Manager bilang. Disini tidak akan ada banyak orang yang mengenali Barra, karena kebanyakan orang yang tinggal di lingkungan ini adalah para Lansia yang telah pensiun dari pekerjaannya. Pemuda yang tinggal di lingkungan ini hanya segelintir, masih bisa dihitung hitung dengan jari. Daerah rumahku memang cukup jauh dari tengah kota.  Bahkan, jarak dari rumahku ke sekolah yang terdekat dari sini juga cukup jauh. Aku dan Adikku harus naik bus sebanyak dua kali untuk sampai di sekolah. Awalnya kami harus tinggal disini karena menghindar dari para rentenir yang terus menagih hutang Ayah yang sebenarnya sudah lunas, namun Ayah tidak mengira bunganya begitu besar, lebih besar dari uang yang dia pinjam. Sekarang, sebenarnya hutang Ayah sudah lunas. Namun, Ayah, Ibu, Dino dan aku bisa dibilang sudah betah tinggal disini. Walaupun Ayah dan Ibu hanya bisa menjalankan usaha Laundry, dan aku harus bersekolah dengan jarak yang jauh. Tapi, kami sangat senang tinggal disini. Daerah rumahku ini bisa dibilang masih memiliki aura pedesaan. Dihiasi toko kelontong yang sederhana dengan jalanan yang dilalui oleh sepeda-sepeda berkeranjang. Lingkungannya masih begitu asri dan begitu tenang. Jarang ada keributan ataupun kejahatan kriminal yang terdengar di sini.

Eh bentar... Dia harus tinggal disini?? Barra!? Artis ini tinggal disini?! Menginap di rumahku? Satu rumah denganku?! Owh my God... Ya, Tuhan apalagi ini??

Aaakhh... aku tidak suka. Aku bukanlah orang yang nyaman dengan orang baru. Aku tidak bisa tinggal dengan orang asing. Aahh pasti suasananya akan sangat canggung. Iihh untuk membayangkannya saja, aku tidak suka!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status