Saat Damian masuk ke dalam ruangan, Jack langsung berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sigap.
"Semua yang Anda butuhkan ada di dalamnya, Pak" ucap Jack kepada Damian. Perkataan Jack membuat Damian mengambil map coklat itu tanpa basa-basi.Baris demi baris ia baca hingga akhirnya netra coklatnya menangkap deretan huruf kapital yang tersusun menjadi sebuah nama, "Alisa Al-Humaira".
"Alisa," ucapnya untuk memvalidasi setelah mengetahui bahwa wanita yang dicarinya bernama Alisa. Ternyata, memang tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk menyuruh para anak buahnya untuk mencari informasi tentang wanita yang bersamanya malam itu.Dia melakukan semuanya karena dia ingin bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.
Namun, entah kenapa dia mau mengejar wanita itu sejauh ini. Padahal, selama ini dia bisa mendapatkan wanita manapun yang diinginkan tanpa harus bersusah payah.
Bahkan mereka dengan sukarela menyerahkan diri untuk naik ke atas ranjangnya.
"Apa alamatnya jauh dari sini?" tanya Damian.Dia bertanya sembari menatap alamat sebuah pondok pesantren dan flayer pendaftaran murid baru di tangannya.
Sebuah informasi tambahan telah berhasil didapatkan oleh anak buahnya. Ternyata, Alisa anak dari seorang guru besar yang tak lain adalah pemilik pondok pesantren itu.
Kini Damian benar-benar merasa bersalah karena telah merusak kehidupan wanita baik-baik seperti Alisa.
"Cukup jauh, Pak. Sebab, kita akan membutuhkan waktu beberapa jam untuk bisa sampai ke sana. Apa bapak hendak berangkat sekarang juga?" tanya Jack untuk memastikan.Sebab, dia tak ingin lagi memperparah traumanya akibat dibentak oleh Damian.
Dulu sekali dia pernah salah membelikan pria itu sarapan dan berakhir dimaki-maki dengan hebat. Lebih baik bertanya daripada hidupnya penuh perkara.Tanpa menunggu waktu lama, Damian langsung memutuskan untuk pergi ke alamat tersebut dan memastikan dengan mata kepalanya sendiri, kalau wanita yang pernah dia setubuhi itu benar-benar ada di sana.
Damian lantas teringat dengan liontin yang ditemukannya tadi dan mengeluarkannya dari dalam saku.
Huruf “A” yang menjadi bandul dari liontin itu membuatnya sangat yakin kalau wanita bernama Alisa itu adalah wanita dari malam itu.Oleh karena itu, selagi ia berada dalam perjalanan ke pesantren, dia juga memerintahkan para anak buahnya untuk terus memantau masjid yang di datanginya tadi.
"Kita berangkat sekarang dan tugaskan dua orang untuk memantau masjid tadi. Laporkan segala pergerakan, khususnya pergerakan dari wanita bercadar." titah Damian. Sepanjang perjalanan menuju pesantren tempat di mana keluarga Alisa berada, tidak sedikitpun Damian memejamkan matanya.Dia terus terjaga dan membuka matanya dengan lebar, bahkan saat mereka telah sampai di sana.
Setelah turun dari mobi, Damian langsung mencari pria bernama Usman yang dia ketahui sebagai ayahnya Alisa.
Kedatangannya menjadi pusat perhatian banyak orang, karena pakaian yang ia kenakan begitu mencolok.Setelan tuxedo hitam yang dipadukan dengan kacamata dan pantofel membuat banyak orang terpesona.
Para santriwati langsung diperintahkan untuk menunduk dan menjaga pandangan, sedangkan para santri menatap setiap langkah Damian dengan heran.
Segera setelah sampai ke ruangan khusus tamu, Damian langsung dibawa untuk menemui seorang laki-laki paruh baya yang berbusana gamis putih, Abi Usman.Tatapan pria terlihat menelisik dan tajam sehingga membuat Abi Usman merasa tidak nyaman.
"Sebelumnya, bisakah Anda memperkenalkan diri? Lalu, apa kedatangan anda kemari?" tanya Abi Usman.Usman sama sekali tidak bisa menebak apa maksud dan tujuan pria berwajah datar ini ke pesantren.
Sebab, dari penampilannya saja dia tidak terlihat sebagai seorang muslim. Oleh karena itu, Usman takut kalau orang yang ada di hadapannya ini bukan orang baik-baik. "Saya mencari wanita bernama Alisa Al-Humaira. Apa dia ada di sini?" tanya Damian tanpa berbasa-basi sama sekali.Sebab, bagi Damian, urusan orang lain tidak pernah lebih penting dari urusannya.
Pertanyaan Damian membuat Usman menatap datar ke arah laki-laki yang ada di hadapannya saat ini. Entah mengapa, Usman merasa tidak nyaman saat mendengar nama Alisa disebut. "Dia tidak ada di sini." jawab Usman dengan tegas, meski wajahnya terlihat datar. "Jangan macam-macam ya, Pak. Saya sama sekali tidak akan segan untuk menghancurkan siapa pun yang berani berhodong.” jawab Damian dengan nada mengancam.“Di mana Alisa? Saya ingin bertemu dengannya?"
"Saya sudah mengatakan yang sesungguhnya, Pak. Alisa tidak ada di sini, karena dia sudah pergi!" jawab Usman yang membuat Damian semakin kesal. Damian marah bukan karena perkataan pria itu yang sengak dan datar, tapi karena Alisa tidak ada di pondok pesantren.Padahal, dia sudah menempuh perjalanan cukup jauh hanya untuk bertemu dengan gadis itu.
"Lalu di mana dia? Apa ini milik Alisa?" tanya Damian sambil mengeluarkan liontin berbandul huruf A dari saku jas-nya. Kalung yang dipegang Damian membuat Usman tertegun.Tentu saja da tahu dengan jelas siapa pemilik kalung itu. Sebab, benda yang di tangan Damian itu memang milik Alisa yang sengaja dipesan khusus untuk merayakan hari wisuda gadis itu.
"Bagaimana bisa benda itu ada pada anda?" tanya Abi Usman yang ingin mengambil benda tersebut.Namun, sebelum tangan Usman sempat meraih kalung Alisa dari Damian, pria itu telah lebih dulu memasukan liontin itu ke dalam jasnya.
"Anda sebaiknya tidak perlu tahu. Sebab, caranya akan sama dengan cara saya menemukan Alisa." ucap Damian dengan tegas sebelum kemudian pergi meninggalkan ruangan Usman. Tepat saat Damian hendak keluar dari ruangannya, Usman langsung mencegah laki-laki itu dan bertanya siapa dirinya. "Sebenarnya Anda siapa? Dan apa hubungan anda dengan Alisa?" tanya Usman lagi. Namun, Damian tidak menjawab dan bahkan tidak menoleh.Dengan cara yang sama saat dia masuk, Damian berjalan dengan tegap melewati pandangan ratusan santri yang mengintipnya dari jauh.
Semakin hari hubungan mereka berdua semakin dekat. Alisa dan Damian semakin dekat, karena dia merasa bahwa perjuangan pria itu untuk mereka benar-benar sangat luar biasa. Apalagi saat melihat perhatian Damian pada Abidzar yang sangat luar biasa berhasil membuat Alisa mulai luluh. Dia merasa ada sesuatu dalam dirinya, yang mulai bisa menerima semuanya. Begitu juga dengan Damian. Dia merasa bahwa Alisa mulai menerima kehadiran dirinya. Tapi, di saat dia merasakan kebahagiaan itu tiba-tiba saja ada seseorang yang masuk ke ruangan kerjanya tanpa permisi dan dia adalah Claudia.Melihat Damian yang terlihat berseri-seri seperti itu membuat Claudia kesal. "Lihat, kamu bisa tersenyum seperti itu di saat kamu menceraikan ku! di mana pikiranmu Damian?" seru Claudia yang tidak bisa menerima semua ini. Sulit sekali untuk bertemu dengan pria ini. Bahkan sejak pertama kali dia mendapat surat gugatan perceraian itu, Claudia tidak bisa menemui Damian. Dan beruntungnya mendapatkan kabar bahwa pria i
Damian dan Alisa berusaha menguatkan diri mereka untuk menjalani semuanya. Mereka berdua masuk ke ruangan Abidzar setelah bicara dengan dokter dan mereka harus siap dengan semua ini. Saat keduanya masuk, Mereka melihat Abidzar yang sudah duduk di atas tempat tidur rumah sakit, bersama dengan seorang perawat. Mereka berdua tersenyum, dan itu membuat Abidzar merasa ada sesuatu yang janggal di sini. "Assalamu'alaikum, anak ibu," ucap Alisa ketika melihat putranya sudah terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. Abidzar juga tersenyum sambil menjawab ucapan salam dari wanita yang memakai cadar berwarna hijau tersebut. "Waalaikumsalam." jawab Abidzar dengan sedikit canggung, dengan semua ini. Damian ikut merasa senang dan bahagia karena putranya bisa menjawab ucapan salam dari Alisa. Mereka berdua mendekat ke arah Abidzar, dan duduk di dekat putra mereka. Alisa sendiri bingung dan harus melakukan apa. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Terlalu canggung d
Damian bersama dengan Alisa pergi menemui dokter untuk membahas tentang kesehatan putra mereka. Di sini, Alisa benar-benar mendengarkan dengan seksama walau dia tidak tahu apa yang dibicarakan dokter itu dengan Damian karena mereka bicara dengan menggunakan bahasa Inggris. Tapi, saat melihat reaksi Damian, Alisa yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres di sini. Terlebih saat mereka mengetahui bahwa Abidzar seperti tidak mengenal mereka tadinya. Setelah bicara dengan dokter, dan berjabatan tangan, Damian membawa Alisa keluar dari ruangan itu setelah mengetahui penjelasan dari dokter. "Sebenarnya apa yang terjadi? Abidzar baik-baik saja bukan?" tanya Alisa karena dia juga penasaran mendengar apa yang dijelaskan dokter tadi pada Damian. Damian sendiri juga bingung jelaskannya. Bagimana cara dia menjelaskan semua ini pada Alisa, tentang apa yang terjadi pada putra mereka. "Tenang, Alisa. Abidzar akan baik-baik saja." jawaban yang Damian berikan tidak membuat Alisa merasa puas. Bahka
Alisa tidak menyangka jika Damian benar-benar mempersiapkan segalanya untuk sang Putra. Semua dipersiapkan dengan begitu baik, sampai Alyssa terkenal dengan semua fasilitas yang di dapatkan Abidzar. Ada sedikit rasa yang membuatnya terharu, bahwa pria itu benar-benar bertanggung jawab atas putra mereka. Putra mereka? entah mengapa tiba-tiba saja Alisa berpikir demikian. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa Abidzar memang putra mereka. Bahkan semuanya sangat mirip dengan Damian. "Alisa?" panggil Damian tiba-tiba hingga membuat wanita itu langsung menjauh. Dia baru saja memikirkan hal itu, tapi pria itu sudah datang dan membuatnya terkejut.Tapi, Damian sendiri langsung mengerti dengan ketakutan Alisa. Dia tetap berdiri di tempatnya, dan tidak mendekat ke arah Alisa."Aku tidak akan menyakitimu, Alisa. Aku hanya ingin bicara saja. Maksudnya, kau bisa pulang lebih dulu dan biarkan aku yang menunggu Abidzar di sini. Aku-""Tidak perlu. Aku akan tetap di sini. Lagi pula aku membawa pakai
Damian buru-buru datang ke rumah sakit setelah berdebat dengan ayahnya. Dia tidak peduli dengan apa yang dipikirkan pria itu tentang dirinya. Yang jelas, dia benar-benar harus bercerai dengan Claudia. Seperti saat ini, dia yakin bahwa Claudia sedang menerima kabar tentang perceraian mereka, maka Claudia terus saja menghubunginya. Tapi, Damian sama sekali tidak peduli. Dia tidak ingin diganggu oleh siapapun, karena dia hanya fokus pada Alisa dan juga Abidzar saja. "Maaf, aku terlambat," ucap Damian ketika dia sampai di rumah sakit. Dia melihat Alisa yang sedang duduk ditemani oleh sopir yang sudah dia siapkan. "Bagaimana hari mu, Alisa?" tanya Damian yang memulai pembicaraan di antara mereka. Berharap bawa Alisa mau menjawab dirinya. "Aku baik-baik saja," jawab alis adalah itu membuat Damian tersenyum walau hanya jawaban sederhana seperti itu sudah membuatnya bahagia. Setidaknya Alisa mulai mau bicara dengannya dan itu membuat Damian semakin bersemangat untuk meluluhkan hati wan
Alisa langsung menghubungi Tika setelah dia sampai di London. Tak lupa dia juga menceritakan di mana dia berada saat ini, karena pria bernama Damian itu membawanya ke sebuah apartemen untuk di tinggalinya selama di sini. "Terus gimana? Dia tinggal sama kamu juga?" tanya Tika penasaran dengan keberadaan pria itu, karena Tika tau bahwa Alisa tidak akan mungkin mau tinggal satu atap dengan pria yang bukan mahramnya. "Aku tidak tau dimana dia berada saat ini, Tika. Di rumah ini hanya ada aku dan saja. Bahkan sejak dia membukakan pintu untuk ku tidak ada orang lagi di sini. Tapi, yang membuat ku heran kenapa ada begitu banyak pakaian wanita di sini. Bahkan sampai cadarnya juga ada. Dia menyiapkannya dengan begitu lengkap untukku, Tika." jelas Alisa.Dia menceritakan pada Tika tentang apa saja yang terjadi di sini. Sampai apa saja yang di persiapkan untuk dirinya."Sudahlah, nikmati saja dirimu di sana. Fokus untuk kesehatan Abidzar dan segera pulang karena aku merindukan kalian." ujar Ti