Share

7. Ketagihan

"Oh, jadi gitu alasannya. Kalau bekas Aa' sendiri bagaimana?'' tanya Dina to the point membuat Al memandangnya penuh makna.

" Tergantung." Al menjawab setelah berpikir beberapa saat.

"Tergantung apa, A'?"

"Tergantung apa kata nanti, bakal ketagihan atau nggak," jawab Al asal.

Dina tersipu mendengar jawaban suaminya.

"Dina berharap Aa' selalu ketagihan," ungkapnya malu-malu, yang hanya dibalas dengan pandangan lekat oleh Al.

"A' boleh aku tanya satu hal lagi?"

"Boleh."

"Apa benar Aa' membeliku dari tante Merry?"

"Ya," jawab Al singkat.

"Kenapa Aa' lakukan itu?" tanya Dina penasaran.

"Lantas saya harus bagaimana? Saya tidak bisa membawa kamu begitu saja dari tempat itu. Ibarat kata kalau si Merry itu pedagang, maka kamu adalah barang dagangannya. Mana mungkin saya bisa membawa barang dagangannya cuma-cuma?" jelas Al panjang.

Dina tertegun, karena apa yang suaminya katakan memanglah benar dan masuk akal. Tapi, ia tak menyangka bahwa suaminya harus membayar semahal itu untuk membawanya pergi dari neraka itu.

"Dah nggak usah dipikirkan, hal itu sudah saya perkirakan," lanjut Al santai.

"Tapi Aa' harus membayar begitu mahal untuk membawaku pergi, kenapa Aa' lakukan hal itu?" tanya Dina tak enak.

"Saya akan lakukan apa saja untuk mewujudkan apa yang saya inginkan, Din," lanjut Al penuh penekanan.

Dina manggut-manggut paham. "Apapun alasan Aa' yang jelas Dina berhutang budi sama Aa', Dina janji akan berusaha untuk menebusnya." Dina menyatakan tekadnya di depan Alfaro.

"Sudahlah, tak perlu terlalu mempermasalahkan hal itu. Bukankah itu sudah masuk di perjanjian kita? Saya bawa kamu keluar dari tempat Merry dan kamu bersedia melayani saya kapanpun kamu mau." Al kembali mengingatkan perjanjian di antara mereka

Dina mengangguk paham.

"Ya sudah, hari sudah malam. Saya ngantuk." Al membalikkan badannya memunggungi Dina.

"Selamat malam A'."

"Hemm."

"Maaf kalau hari ini Dina ada salah, ya."

Mendengar ucapan Dina, Al kembali membalikkan tubuhnya.

"Kamu kenapa bicara seperti itu? Kamu nggak ada berbuat kesalahan pada saya." Heran Al dengan sikap Dina.

Dina tersenyum, "Syukurlah kalau nggak ada kesalahan yang aku perbuat hari ini. Tapi nggak ada salahnya meminta maaf, kan? Aku pernah dengar, kalau sebaiknya sebelum mengakhiri hari, suami dan istri terlebih dulu saling memaafkan dan ridho satu sama lain, supaya hati menjadi tentram dan bisa menyambut hari esok dengan penuh semangat," jelas Dina menyampaikan alasannya.

"Tapi kan saya sudah katakan sama kamu, nggak perlu terlalu berlaku sebagaimana suami istri pada umumnya?"

"Dan Aku juga sudah katakan pada Aa' 'kan? bahwa aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Aa'," jawab Dina.

"Terserah kamu lah," sahut Al seraya menghela nafasnya, kemudian kembali berbalik memunggungi Dina dan memejamkan matanya.

Sedangkan Dina masih terus memandangi punggung suaminya.

"Ya Allah, jadikanlah pernikahan ini pernikahan yang bisa membawa kebaikan untuk hamba dan suami hamba," harap Dina sebelum memejamkan matanya.

****

Dina mengerjapkan matanya kala telinga mendengar ayat-ayat Al Qur'an dilantunkan dari speaker-speaker Masjid. Pertanda waktu shubuh akan segera tiba.

Saat matanya mulai terbuka, Dina terlonjat kaget mendapati seorang lelaki tengah tertidur di sisinya. Ia lupa, bahwa kini statusnya tak lagi jomblo merana, melainkan seorang istri dari Alfaro sang sultan dengan rumah bak istana.

"Astaghfirullah, ingat, Dina. Kamu udah nikah," batinnya sembari mengelus dada.

Dina beranjak dari posisinya, namun ia merasakan sesuatu yang perih di bawah sana.

"Awwww!" pekiknya tertahan, membuat Al yang tengah berkelana di alam mimpinya menjadi terusik.

Al mencoba membuka matanya yang masih sangat mengantuk, mata itu begitu berat untuk terbuka, bagai ada lem di setiap sisinya.

"Kamu kenapa teriak-teriak sih, Din?" protes Al kesal.

"Maaf Aa', tadi reflek soalnya ini sakit," jelas Dina sembari meletakkan kedua tangannya di bawah perut.

"Lagian kamu mau ngapain sih?" tanya Al masih enggan bangkit dari posisi semula.

"Mau mandi, A'," jawab Dina apa adanya.

"Ini masih gelap, Din. Nggak bisa apa mandinya tunggu pagi aja!" protes Al merasa geram sebab tidurnya terganggu.

"Ini dah hampir shubuh, A', aku mau sholat.'' Dina menjelaskan alasannya. " Maaf ya, kalau aku dah ganggu tidur Aa'," lanjutnya lagi.

"Hadeeh, ribet amat hidupmu," gerutu Al sembari kembali memeluk gulingnya. Sedangkan Dina, kini ia berjalan perlahan sembari menahan rasa sakit di area kewanitaannya. Mahkota kegadisannya yang baru saja dikoyak membuat ia merasakan sensasi pedih dan panas di area itu.

Melihat Dina yang tertatih berjalan ke arah kamar mandi membuat Al merasa tak tega, pasalnya, baru kali ini ia menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan seorang wanita menahan rasa sakit akibat malam pertamanya. Biasanya, setelah ia menuntaskan kebutuhannya, ia segera pergi meninggalkan wanita-wanita yang melayaninya dengan sejumlah uang yang telah disepakati sebelumnya.

Al segera beranjak dari ranjangnya, berjalan cepat ke arah istrinya, lalu,

Hap!

"Aaaaaaaa...." teriak Dina yang terkejut karena Al yang tiba-tiba menggendongnya.

"Ssssttt, ngapain teriak-teriak sih? Ini masih pagi. Nanti dikira orang saya ngapain kamu lagi," protes Al.

"Habisnya Aa' ngagetin aja sih," keluh Dina.

"Sakit mata saya lihat kamu jalan dah kaya buronan polisi, masih gelap dah bikin orang repot aja kamu," gerutu Al membuat Dina tersenyum haru.

Kini langkah Al sudah sampai di kamar mandi, ia segera menurunkan Dina.

"Jangan lupa pakai air hangat, biar lebih rilex dan nggak semakin sakit," pesan Al sebelum berlalu meninggalkan Dina.

Namun baru saja Al sampai di pintu kamar mandi, suara Dina kembali menginterupsi,

"Oppa ..." panggilnya dengan nada manja khas cewek-cewek korea.

"Hem?" Al menoleh sekilas, takut kalau saja istrinya itu membutuhkan sesuatu.

"Sarangheo," lanjut Dina lagi dengan membentuk love dengan jarinya ala-ala pemeran wanita di drama korea favoritnya.

"Saya ngantuk, mau tidur!" balas Al ketus kemudian berlalu, namun diam-diam ia tersenyum melihat tingkah lucu bocah tengil yang kini berstatus sebagai istrinya itu.

****

Waktu menunjukkan pukul 7 pagi saat Al mengerjapkan matanya, ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan Dina, tapi ia tak kunjung mendapatinya.

"Kemana bocah itu? pagi-pagi dah ngilang aja, padahal si junior lagi morning wood–gini, harusnya kan enak kalau ada dia yang service gue," batinnya menggerutu, ia baru menyadari, bahwa pelayanan istri kecilnya itu benar-benar nagih.

Al tersenyum tipis menyadari kondisinya saat ini, "biasanya bangun tidur gue langsung disambut oleh pikiran tentang pekerjaan dan kehidupan yang runyam, tapi pagi ini? Bisa-bisanya gue malah mikirin mau mengulang kejadian semalam," batinnya seraya menggelengkan kepala merasa heran dengan dirinya sendiri, kemudian ia memutuskan untuk mandi dan bersiap bekerja.

Setelah siap, Al segera berjalan ke arah meja makan untuk sarapan, biasanya Bi Ina sudah menyiapkan beberapa lembar roti tawar dengan selai coklat favoritnya sebagai menu sarapan, selain itu juga ada segelas susu sebagai penunjang staminanya dalam menghadapi kehidupan. Memang Al sendiri yang meminta agar setiap sarapan selalu disediakan menu tersebut.

Tapi pagi ini ia dibuat heran dengan pemandangan di meja makan yang tersaji makanan dengan banyak variasi. Ada nasi dengan aroma yang begitu menggugah selera, juga perkedel, ayam goreng, tempe orek dan telur dadar sebagai lauk pendampingnya.

Merasa heran, Al segera berteriak memanggil bi Ina.

"Bi Inaaaa!!"

"Dalem, Tuan Muda, ada apa?" sahut Bi Ina yang datang tergopoh dari arah dapur. Saat sang tuan muda memanggil, maka ia harus dengan sigap segera menghadap, karena kalau tidak, sudah pasti tuannya itu akan rusak mood sehari semalam.

"Ini kenapa meja makan isinya warna-warni begini? Mana sarapan saya?" tanya Al pada bi Ina.

"Ehm, itu, anu, Tuan ...." belum selesai Bi Ina berbicara, Dina datang dari arah belakang dengan membawa nampan berisi roti tawar, sekai coklat dan segelas susu sebagai menu sarapan Al.

"Ini sarapan Aa'," ujar Dina sembari meletakkan nampan yang ia bawa di meja.

Al segera duduk di kursinya, kemudian Dina memberi kode pada bi Ina agar ia segera pergi dari hadapan tuannya.

"Jadi dari tadi kamu di sini?" tanya Al pada Dina yang sudah duduk di sisinya.

"Iya A', kenapa? Aa' nyariin aku, ya?"

"Hem, kamu ngapain di sini?" sahut Al sembari bersiap sarapan.

"Bantu Bi Ina siapin sarapan buat Aa','' jawab Dina apa adanya.

"Lain kali nggak perlu, saya memang sengaja bayar bi Ina buat ini semua," sahut Al.

"Iya, aku tau A', tapi aku pengen aja masakin sarapan buat Aa'," sanggah Dina.

"Nggak usah masak untuk sarapan saya, karena saya biasa makam roti dan susu aja untuk sarapan," ucap Al sembari membuka selai hendak mengoleskannya ke roti.

"Sini A' biar aku bantu," ucap Dina sembari mengambil alih pisau dan roti dari tangan Al.

Al tak menolak.

"Ini semua kamu yang masak?"

"Iya, A', cobain deh, enak, lho!"

"Masakan apa ini?" tanya Al mulai penasaran.

"Nasi uduk, A'," sahut Dina.

"Dari namanya aja udah nggak menarik," sahut Al meremehkan.

"Cobain dulu A' baru berkomentar, aku ambilin ya?" tawar Dina pada Al.

"Dikit aja. Saya nggak biasa makan nasi di pagi hari.'' Al mencoba menghargai jerih payah Dina, walau sejujurnya ia tidak tertarik.

Dengan penuh semangat Dina mengambil nasi dan beberapa lauk untuk suaminya, kemudian mempersilakan Al untuk mencicipinya.

Di luar dugaan, ternyata Al makan dengan begitu lahap. Bahkan sampai nambah-nambah karena merasa ketagihan dengan masakan Dina.

"Enak ya A'?'' tanya Dina meminta penilaian.

"Hem," sahut Al singkat yang masih sibuk mengunyah.

Dina tersenyum penuh kepuasan.

"Terus ini rotinya gimana , A'?" tanya Dina meminta kepastian untuk nasib roti di tangannya.

"Buat kamu aja," jawab Al asal sembari mencomot perkedel di hadapannya.

Dina berucap syukur menyaksikan suaminya begitu menikmati sajian yang disiapkannya.

"Kamu mau kemana? Kok udah rapi gitu?" tanya Al setelah menyelesaikan sarapannya.

"Aku mau kuliah A' boleh, kan?" tanya Dina meminta izin.

"Boleh, terserah kamu aja,'' jawab Al santai.

"Makasih A', boleh nebeng nggak?" tanya Dina lagi.

"Memangnya di mana kamu kuliah?"

"Universitas Airlangga," jawab Dina.

"Ya udah nggak apa-apa, searah juga dengan kantor saya. Kebetulan saya juga berencana mengajak kamu ke rumah sakit," jelas Al sembari membersihkan mulutnya dengan tissue.

"Ke rumah sakit? Mau ngapain A'?"

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Kiptiyah Kiptiyah
bagus sekali ceritanya
goodnovel comment avatar
LoveL5520
Bagus sekali
goodnovel comment avatar
Jonathan Sembiring
seruuuu....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status