Share

7. Ketagihan

Auteur: Pena_Zahra
last update Dernière mise à jour: 2022-12-14 19:37:52

"Oh, jadi gitu alasannya. Kalau bekas Aa' sendiri bagaimana?'' tanya Dina to the point membuat Al memandangnya penuh makna.

" Tergantung." Al menjawab setelah berpikir beberapa saat.

"Tergantung apa, A'?"

"Tergantung apa kata nanti, bakal ketagihan atau nggak," jawab Al asal.

Dina tersipu mendengar jawaban suaminya.

"Dina berharap Aa' selalu ketagihan," ungkapnya malu-malu, yang hanya dibalas dengan pandangan lekat oleh Al.

"A' boleh aku tanya satu hal lagi?"

"Boleh."

"Apa benar Aa' membeliku dari tante Merry?"

"Ya," jawab Al singkat.

"Kenapa Aa' lakukan itu?" tanya Dina penasaran.

"Lantas saya harus bagaimana? Saya tidak bisa membawa kamu begitu saja dari tempat itu. Ibarat kata kalau si Merry itu pedagang, maka kamu adalah barang dagangannya. Mana mungkin saya bisa membawa barang dagangannya cuma-cuma?" jelas Al panjang.

Dina tertegun, karena apa yang suaminya katakan memanglah benar dan masuk akal. Tapi, ia tak menyangka bahwa suaminya harus membayar semahal itu untuk membawanya pergi dari neraka itu.

"Dah nggak usah dipikirkan, hal itu sudah saya perkirakan," lanjut Al santai.

"Tapi Aa' harus membayar begitu mahal untuk membawaku pergi, kenapa Aa' lakukan hal itu?" tanya Dina tak enak.

"Saya akan lakukan apa saja untuk mewujudkan apa yang saya inginkan, Din," lanjut Al penuh penekanan.

Dina manggut-manggut paham. "Apapun alasan Aa' yang jelas Dina berhutang budi sama Aa', Dina janji akan berusaha untuk menebusnya." Dina menyatakan tekadnya di depan Alfaro.

"Sudahlah, tak perlu terlalu mempermasalahkan hal itu. Bukankah itu sudah masuk di perjanjian kita? Saya bawa kamu keluar dari tempat Merry dan kamu bersedia melayani saya kapanpun kamu mau." Al kembali mengingatkan perjanjian di antara mereka

Dina mengangguk paham.

"Ya sudah, hari sudah malam. Saya ngantuk." Al membalikkan badannya memunggungi Dina.

"Selamat malam A'."

"Hemm."

"Maaf kalau hari ini Dina ada salah, ya."

Mendengar ucapan Dina, Al kembali membalikkan tubuhnya.

"Kamu kenapa bicara seperti itu? Kamu nggak ada berbuat kesalahan pada saya." Heran Al dengan sikap Dina.

Dina tersenyum, "Syukurlah kalau nggak ada kesalahan yang aku perbuat hari ini. Tapi nggak ada salahnya meminta maaf, kan? Aku pernah dengar, kalau sebaiknya sebelum mengakhiri hari, suami dan istri terlebih dulu saling memaafkan dan ridho satu sama lain, supaya hati menjadi tentram dan bisa menyambut hari esok dengan penuh semangat," jelas Dina menyampaikan alasannya.

"Tapi kan saya sudah katakan sama kamu, nggak perlu terlalu berlaku sebagaimana suami istri pada umumnya?"

"Dan Aku juga sudah katakan pada Aa' 'kan? bahwa aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Aa'," jawab Dina.

"Terserah kamu lah," sahut Al seraya menghela nafasnya, kemudian kembali berbalik memunggungi Dina dan memejamkan matanya.

Sedangkan Dina masih terus memandangi punggung suaminya.

"Ya Allah, jadikanlah pernikahan ini pernikahan yang bisa membawa kebaikan untuk hamba dan suami hamba," harap Dina sebelum memejamkan matanya.

****

Dina mengerjapkan matanya kala telinga mendengar ayat-ayat Al Qur'an dilantunkan dari speaker-speaker Masjid. Pertanda waktu shubuh akan segera tiba.

Saat matanya mulai terbuka, Dina terlonjat kaget mendapati seorang lelaki tengah tertidur di sisinya. Ia lupa, bahwa kini statusnya tak lagi jomblo merana, melainkan seorang istri dari Alfaro sang sultan dengan rumah bak istana.

"Astaghfirullah, ingat, Dina. Kamu udah nikah," batinnya sembari mengelus dada.

Dina beranjak dari posisinya, namun ia merasakan sesuatu yang perih di bawah sana.

"Awwww!" pekiknya tertahan, membuat Al yang tengah berkelana di alam mimpinya menjadi terusik.

Al mencoba membuka matanya yang masih sangat mengantuk, mata itu begitu berat untuk terbuka, bagai ada lem di setiap sisinya.

"Kamu kenapa teriak-teriak sih, Din?" protes Al kesal.

"Maaf Aa', tadi reflek soalnya ini sakit," jelas Dina sembari meletakkan kedua tangannya di bawah perut.

"Lagian kamu mau ngapain sih?" tanya Al masih enggan bangkit dari posisi semula.

"Mau mandi, A'," jawab Dina apa adanya.

"Ini masih gelap, Din. Nggak bisa apa mandinya tunggu pagi aja!" protes Al merasa geram sebab tidurnya terganggu.

"Ini dah hampir shubuh, A', aku mau sholat.'' Dina menjelaskan alasannya. " Maaf ya, kalau aku dah ganggu tidur Aa'," lanjutnya lagi.

"Hadeeh, ribet amat hidupmu," gerutu Al sembari kembali memeluk gulingnya. Sedangkan Dina, kini ia berjalan perlahan sembari menahan rasa sakit di area kewanitaannya. Mahkota kegadisannya yang baru saja dikoyak membuat ia merasakan sensasi pedih dan panas di area itu.

Melihat Dina yang tertatih berjalan ke arah kamar mandi membuat Al merasa tak tega, pasalnya, baru kali ini ia menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan seorang wanita menahan rasa sakit akibat malam pertamanya. Biasanya, setelah ia menuntaskan kebutuhannya, ia segera pergi meninggalkan wanita-wanita yang melayaninya dengan sejumlah uang yang telah disepakati sebelumnya.

Al segera beranjak dari ranjangnya, berjalan cepat ke arah istrinya, lalu,

Hap!

"Aaaaaaaa...." teriak Dina yang terkejut karena Al yang tiba-tiba menggendongnya.

"Ssssttt, ngapain teriak-teriak sih? Ini masih pagi. Nanti dikira orang saya ngapain kamu lagi," protes Al.

"Habisnya Aa' ngagetin aja sih," keluh Dina.

"Sakit mata saya lihat kamu jalan dah kaya buronan polisi, masih gelap dah bikin orang repot aja kamu," gerutu Al membuat Dina tersenyum haru.

Kini langkah Al sudah sampai di kamar mandi, ia segera menurunkan Dina.

"Jangan lupa pakai air hangat, biar lebih rilex dan nggak semakin sakit," pesan Al sebelum berlalu meninggalkan Dina.

Namun baru saja Al sampai di pintu kamar mandi, suara Dina kembali menginterupsi,

"Oppa ..." panggilnya dengan nada manja khas cewek-cewek korea.

"Hem?" Al menoleh sekilas, takut kalau saja istrinya itu membutuhkan sesuatu.

"Sarangheo," lanjut Dina lagi dengan membentuk love dengan jarinya ala-ala pemeran wanita di drama korea favoritnya.

"Saya ngantuk, mau tidur!" balas Al ketus kemudian berlalu, namun diam-diam ia tersenyum melihat tingkah lucu bocah tengil yang kini berstatus sebagai istrinya itu.

****

Waktu menunjukkan pukul 7 pagi saat Al mengerjapkan matanya, ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan Dina, tapi ia tak kunjung mendapatinya.

"Kemana bocah itu? pagi-pagi dah ngilang aja, padahal si junior lagi morning wood–gini, harusnya kan enak kalau ada dia yang service gue," batinnya menggerutu, ia baru menyadari, bahwa pelayanan istri kecilnya itu benar-benar nagih.

Al tersenyum tipis menyadari kondisinya saat ini, "biasanya bangun tidur gue langsung disambut oleh pikiran tentang pekerjaan dan kehidupan yang runyam, tapi pagi ini? Bisa-bisanya gue malah mikirin mau mengulang kejadian semalam," batinnya seraya menggelengkan kepala merasa heran dengan dirinya sendiri, kemudian ia memutuskan untuk mandi dan bersiap bekerja.

Setelah siap, Al segera berjalan ke arah meja makan untuk sarapan, biasanya Bi Ina sudah menyiapkan beberapa lembar roti tawar dengan selai coklat favoritnya sebagai menu sarapan, selain itu juga ada segelas susu sebagai penunjang staminanya dalam menghadapi kehidupan. Memang Al sendiri yang meminta agar setiap sarapan selalu disediakan menu tersebut.

Tapi pagi ini ia dibuat heran dengan pemandangan di meja makan yang tersaji makanan dengan banyak variasi. Ada nasi dengan aroma yang begitu menggugah selera, juga perkedel, ayam goreng, tempe orek dan telur dadar sebagai lauk pendampingnya.

Merasa heran, Al segera berteriak memanggil bi Ina.

"Bi Inaaaa!!"

"Dalem, Tuan Muda, ada apa?" sahut Bi Ina yang datang tergopoh dari arah dapur. Saat sang tuan muda memanggil, maka ia harus dengan sigap segera menghadap, karena kalau tidak, sudah pasti tuannya itu akan rusak mood sehari semalam.

"Ini kenapa meja makan isinya warna-warni begini? Mana sarapan saya?" tanya Al pada bi Ina.

"Ehm, itu, anu, Tuan ...." belum selesai Bi Ina berbicara, Dina datang dari arah belakang dengan membawa nampan berisi roti tawar, sekai coklat dan segelas susu sebagai menu sarapan Al.

"Ini sarapan Aa'," ujar Dina sembari meletakkan nampan yang ia bawa di meja.

Al segera duduk di kursinya, kemudian Dina memberi kode pada bi Ina agar ia segera pergi dari hadapan tuannya.

"Jadi dari tadi kamu di sini?" tanya Al pada Dina yang sudah duduk di sisinya.

"Iya A', kenapa? Aa' nyariin aku, ya?"

"Hem, kamu ngapain di sini?" sahut Al sembari bersiap sarapan.

"Bantu Bi Ina siapin sarapan buat Aa','' jawab Dina apa adanya.

"Lain kali nggak perlu, saya memang sengaja bayar bi Ina buat ini semua," sahut Al.

"Iya, aku tau A', tapi aku pengen aja masakin sarapan buat Aa'," sanggah Dina.

"Nggak usah masak untuk sarapan saya, karena saya biasa makam roti dan susu aja untuk sarapan," ucap Al sembari membuka selai hendak mengoleskannya ke roti.

"Sini A' biar aku bantu," ucap Dina sembari mengambil alih pisau dan roti dari tangan Al.

Al tak menolak.

"Ini semua kamu yang masak?"

"Iya, A', cobain deh, enak, lho!"

"Masakan apa ini?" tanya Al mulai penasaran.

"Nasi uduk, A'," sahut Dina.

"Dari namanya aja udah nggak menarik," sahut Al meremehkan.

"Cobain dulu A' baru berkomentar, aku ambilin ya?" tawar Dina pada Al.

"Dikit aja. Saya nggak biasa makan nasi di pagi hari.'' Al mencoba menghargai jerih payah Dina, walau sejujurnya ia tidak tertarik.

Dengan penuh semangat Dina mengambil nasi dan beberapa lauk untuk suaminya, kemudian mempersilakan Al untuk mencicipinya.

Di luar dugaan, ternyata Al makan dengan begitu lahap. Bahkan sampai nambah-nambah karena merasa ketagihan dengan masakan Dina.

"Enak ya A'?'' tanya Dina meminta penilaian.

"Hem," sahut Al singkat yang masih sibuk mengunyah.

Dina tersenyum penuh kepuasan.

"Terus ini rotinya gimana , A'?" tanya Dina meminta kepastian untuk nasib roti di tangannya.

"Buat kamu aja," jawab Al asal sembari mencomot perkedel di hadapannya.

Dina berucap syukur menyaksikan suaminya begitu menikmati sajian yang disiapkannya.

"Kamu mau kemana? Kok udah rapi gitu?" tanya Al setelah menyelesaikan sarapannya.

"Aku mau kuliah A' boleh, kan?" tanya Dina meminta izin.

"Boleh, terserah kamu aja,'' jawab Al santai.

"Makasih A', boleh nebeng nggak?" tanya Dina lagi.

"Memangnya di mana kamu kuliah?"

"Universitas Airlangga," jawab Dina.

"Ya udah nggak apa-apa, searah juga dengan kantor saya. Kebetulan saya juga berencana mengajak kamu ke rumah sakit," jelas Al sembari membersihkan mulutnya dengan tissue.

"Ke rumah sakit? Mau ngapain A'?"

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (9)
goodnovel comment avatar
Kiptiyah Kiptiyah
bagus sekali ceritanya
goodnovel comment avatar
LoveL5520
Bagus sekali
goodnovel comment avatar
Jonathan Sembiring
seruuuu....
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Hijrah di Bawah Tuntunan Gadis Malam yang Kusewa    Season 2 Bab 45 (ENDING)

    Bab 45 PRUK"Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma sholli 'Alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa aali sayyidina Muhammad. Ushikum wa nafsii bi taqwAllah, faqod faazal muttaqun.Uzawaijuka 'ala maa amaraAllahu bihi min imsakin bima'rufin au tashrihin bi ihsan.Ya Ali Zainal Abidin Bin Kyai Husein, Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka ibnati Kamila Cahaya Alfahri binti Alfaro Putra Al-fahri, alaa mahri 1 milyun rubiyah, haalan.""Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." Gus Zianal menjawab kalimat ijab dalam sekali tarikan nafas dan penuh kefasihan."Bagaimana saksi, sah?"Sah!Sah!Sah!Alhamdulillahi rabbil 'Aalamiin, baarkallahu laka wabaaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair."Doa doa baik dipanjatkan oleh orang-orang tua dan masyayikh yang hadir. Semuanya turut bahagia atas pernikahan putra kyai Husain.Kamila yang menunggu di atas pelaminan bersama bunda dan mertuanya mengikuti seiap rangkaian acara dengan khidmat. Ia tak berhenti memanjatkan doa di waktu yang hadi

  • Hijrah di Bawah Tuntunan Gadis Malam yang Kusewa    Season 2 Bab 44

    Bab 44 PRUKSebuah cincin berbahan emas baru saja dilingkarkan di jari manis kiri Kamila oleh Bu Nyai Hana, sebagai simbol bahwa kini Kamila sudah berada dalam pinangan putranya, Gus Zainal.Segala doa dipanjatkan untuk kebaikan keduanya, seluruh keluarga terlihat bahagia atas keputusan Gus Zainal dan Kamila yang pada akhirnya memutuskan untuk segera melaksanakan pernikahan.Tanggal pernikahan telah disepakati, begitu juga dengan bagaimana konsepnya. Rencana gus Zainal dan Kamila untuk melaksanakan program riyadhoh sebelum pernikahan dilangsungkan juga disetujui bahkan didukung oleh seluruh pihak keluarga.Setelah selesai sesi lamaran, Kamila langsung dibawa oleh pihak keluarga Gus Zainal, bukan sebagai pengantin yang diboyong ke tempat suaminya, melainkan sebagai calon santriwati program riyadhoh selanjutnya.Sesampainya di pesantren, Gus Zainal segera mengantar calon istrinya ke tempat di mana ia akan menghabiskan waktu selama 40 hari ke depan."Sudah siap?" tanya Gus Zainal."Insya

  • Hijrah di Bawah Tuntunan Gadis Malam yang Kusewa    Season 2 Bab 43

    Bab 43 PRUK"Saya hanya ingin Gus bahagia, dengan menikahi wanita pilihan Gus. Saya tidak ingin menghalangi kebahagian Gus dengan melanjutkan perjodohan ini." setelah beberapa saat, akhirnya Kamila menjawab dengan kalimat yang terdengar ambigu.Gus Zainal terdiam, ia memperhatikan Kamila dengan seksama, "Kamila terkesan menjaga jarak denganku, bahkan dia terlihat segan dan canggung, berbeda dengan Kamila yang kukenal sebelumnya. Kamila yang ceria, yang kocak, yang asal jiplak kalau bicara.Kamila yang dihadapanku ini terkesan pendiam, hanya berbicara seperlunya, terkesan membentengi dirinya dariku. Dia bahkan mengganti kata ganti untuk dirinya dari 'aku' beubah menjadi 'saya'.Entah mengapa, mungkinkah ini akibat dari kejadian yang baru menimpanya, atau mungkin ini sudah menjadi keputusannya? Aku tidak tahu. Tapi hatiku, mengharapkan Kamila yang dulu, yang apa adanya, yang telah berhasil mencuri hatiku. "Bagaimana jika bahagiaku ada padamu, Kamila?" tanya gus Zainal kemudian.Kamila

  • Hijrah di Bawah Tuntunan Gadis Malam yang Kusewa    Season 2 Bab 42

    Bab 42 PRUK"Ayah ... Ayah tenang dulu, ya." Gus Zainal mencoba menenangkan Ayah Kamila yang semakin tergugu."Saya menyesal, Gus ... kenapa harus Kamila yang menjadi korban atas dosa-dosa masa lalu saya? Saya malu, Gus ... saya malu dengan Kyai Husain, saya malu sama njenengan, Gus ...."Ayah Kamila kembali mengungkapkan isi hatinya. Tangisnya pecah, ia merasa gagal sebagai seorang ayah.Addina yang mendengar ratapan suaminya turut teriris hatinya. Dia tahu betul, bahwa suaminya sangat mengharapkan perjodohan ini. Harapan terbesarnya adalah mengantar Kamila sampai ke pelaminan, dan bersanding dengan lelaki yang tepat, yang mampu memimpin Kamila dan mengarahkannya pada kebaikan.Perjodohan dengan Gus Zainal adalah salah satu cara yang ia harapkan dapat menjadi jalan untuk mewujudkan impiannya."Tolong, Gus ... tolong sampaikan maaf saya pada Kyai Husein. Maaf karena terpaksa perjanjian perjodohan ini harus berakhir sampai di sini." Alfaro melanjutkan kalimatnya."Ayah ... jika memang

  • Hijrah di Bawah Tuntunan Gadis Malam yang Kusewa    Season 2 Bab 41

    Bab 41 PRUKKamila menceritakan semua dari awal sampai akhir, tanpa ada sedikitpun yang ditutupinya. Walaupun dengan penuh drama, sembari terus terisak penuh penyesalan, namun Kamila memutuskan untuk mengakhiri semua dramanya.Kejadian yang baru saja menimpanya membuatnya sadar, bahwa jalan yang ia pilih selama ini adalah salah.Dion, lelaki yang selalu dipuja-pujanya, justru merupakan lelaki yang hampir saja merusak diri dan masa depannya.Rasa syukur dan terima kasih tak henti ia ucapkan pada Allah, kedua orang tua dan Gus Zainal, karena tanpa jasa mereka, Kamila tak dapat membayangkan lagi apa yang akan terjadi dalam hidupnya."Astaghfirullah, Kamila ... Kamu—!" Ayah Kamila tak dapat menahan amarah, setelah mendengarkan cerita Kamila, ia menyimpulkan, bahwa semuanya bermula dari kecerobohan putrinya.Ia menarik nafas panjang, lalu kembali membuangnya kasar. Berusaha meredam emosi yang tiba-tiba menguasai jiwa."Berapa kali Ayah bilang sama kamu, jauhi Dion, Kamila ... jauhi Dion! T

  • Hijrah di Bawah Tuntunan Gadis Malam yang Kusewa    Season 2 Bab 40

    Bab 40 PRUKGus Zainal melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dadanya masih bergemuruh, tiap kali membayangkan apa yang telah Dion lakukan pada Kamila.Melalui spion tengah, ia melirik Kamila yang masih terlelap dalam tidurnya."Nyenyak tidur Kamila sangat tidak normal, besar kemungkinan Dion menabur obat tidur di dalam makanan atau minuman Kamila.Seharusnya hal ini cukup membuat hatiku, lega, karena itu artinya, apa yang terjadi, bukan atas dasar keinginan Kamila.Tapi tetap saja, hati ini begitu kecewa. Mendapati kenyataan bahwa Kamila berada di sebuah ruangan bersama lelaki lain. Tak hanya itu, dia bahkan sudah disentuh-sentuh," gumam Gus Zainal dalam hati"Aaaarrrrrrrgggghhhh!" ia berteriak penuh amarah sembari memukul setir. Merasa emosinya tak stabil, ia menepikan mobil, sejenak menenangkan diri dari serangan emosi."Ya Allah ... kenapa harus seperti ini? Kenapa harus Kamila? Aku telah gagal menjaga Kamila, aku telah gagal mengemban amanah yang Abah berikan padaku. Dan saya

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status