Alfaro dan Addina tampak khusyu' dan menjalankan momen berjamaah pertama mereka dengan penuh khidmad.
Al mengakhiri sholatnya dengan salam, diikuti Dina sebagai makmumnya, selanjutnya mereka larut dalam doa masing-masing.Perlahan Al menggerakkan tubuhnya untuk bersimpuh di hadapan Allah. Menunjukkan penghambaanya pada Sang Pencipta. Dalam sujudnya ia mengadu,"Ya Allah, mungkin Engkau enggan melihat hamba yang berlumur dosa ini. Mungkin Engkau tak sudi memandang hamba yang selalu membangkang. Yang sudah lalai dan meninggalkan-Mu begitu jauh.Tapi hamba tak tau lagi kepada siapa hamba harus meminta selain hanya pada-Mu. Hanya Engkau yang mampu mengabulkan pintaku ya Rabb.Satu yang hamba mau, kumpulkanlah hamba bersama orang-orang yang hamba cinta di surga-Mu. Cukup sudah derita perpisahan yang hamba rasakan di dunia ini, dan hamba mengharapkan indahnya pertemuan dengan mereka dalam naungan ridho-Mu.""Ya Allah Ya Rabbi, terima kasih"MasyaAllah, indahnya ...," gumam Dina pelan saat melihat indahnya 'Negeri di atas awan' yang selama ini hanya ia dengar dari cerita orang.Mata Dina memandang sekitar dengan penuh takjub, memuji ciptaan Tuhan yang begitu indah di pandang mata. Impiannya untuk sampai di puncak Bromo bersama pasangan akhirnya tercapai juga, kini mereka tengah menikmati pemandangan awan yang berjalan dari atas hamparan padang pasir puncak gunung Bromo. Atas segala nikmat itu, Dina tak berhenti berucap syukur."Suka?" tanya Al dengan merangkul Dina."Suka banget A', ini benar-benar indah," sahut Dina masih dengan pandangan mengarah ke depan. Sedangkan Vio yang berada tak jauh dari sisi Al merasakan dirinya bagai sebuah obat nyamuk yang terus terbakar."A' kita selfie yuk!" ajak Dina."Nggak, saya nggak suka foto.""Ayolah, A', sekali aja. Please ....""Nggak, Din.""Buat kenang-kenangan A', boleh ya? Sekali aja, boleh lah, boleh la
"Ya Allah, suara si nenek lampir di alam terbuka pun tetep cempreng," batin Dina sembari membalikkan badannya malas."Kalian mau ke mana? Kok gue ditinggal sih?" protes Vio sambil berlari tergopoh ke arah Al dan Dina."Bukan kita yang ninggalin, tapi kamu yang ngilang, udah kaya hantu aja suka dikit-dikit ngilang dikit-dikit datang," sahut Dina membuat Al menahan tawa."Kamu itu wanita dengan seribu kepribadian, Din. Kadang manis, kadang manja, kadang dewasa, kadang gemesin, kadang juga kocak. Sebenarnya kamu ini wanita seperti apa?" batin Al semakin penasaran dengan sosok istrinya."Apaan sih nggak jelas banget," sahut Vio tak suka. "Kita mau ke kawah, lo mau ikut atau nggak terserah," sahut Al kemudian kembali merangkul Dina dan mulai menaiki anak tangga."Iiiiihhh, ngeselin banget sih mereka, nggak bisa apa toleran dikit ama jomblo?" gerutu Vio kesal melihat kemesraan Al dengan istrinya. "Kalau nggak karena nurutin Mama, ngg
Al memarkir mobilnya di parkiran "Pelataran Hotel" tepat saat adzan maghrib dikumandangkan.Al, Dina dan Vio segera turun dari mobil dan menuju loby untuk check in di hotel terbaik Bromo itu."Din ...,""Ya A',?""Saya kok tiba-tiba mules ya? Saya mau ke toilet dulu ya?" pamit Al pada Dina."Ya udah A', Dina tunggu di sini," ucap Dina mempersilakan."Kamu check in aja dulu, kartu kredit yang saya kasih dibawa 'kan?" tanya Al tak ingin proses check in tertunda."Bawa kok, A', ya udah biar Dina yang check in ya," sahut Dina menyetujui."Ya udah, pilih kamar terbaik ya," ucap Al sambil berlalu karena tak dapat lagi menahan hajatnya."Gila ya si Dina, udah dapet kredit platinumnya Al aja dia, gue bener-bener kalah gercep, seandainya gue datang lebih awal, mungkin kredit platinum itu kini berada di dalam genggamanku," batin Vio sirik."Tenang Vio, tenang ... Lo hanya butuh tenang dan vokus dengan re
Mbak, saya mau yang Founder's Home ini aja ya," ucap Dina pada resepsionis."Baik, Kak. Tapi sebelumnya saya infokan ya, Founder's Home ini sebenarnya untuk 10 orang. Jadi lebih seperti sebuah Villa, letaknya juga lebih privasi, tidak bercampur dengan pengunjung yang lain, ada empat kamar dalam ruangan ini, satu kamar dengan bed king size, satu kamar dengan bed queen size dan dua kamar dengan masing-masing tiga bed single size. Terdapat ruang tamu dan balkon dengan view alam yang spektakuler, tarif yang tertera sudah include dengan sarapan dan paket trip menyaksikan sunrise, Bagaimana, Kak?""Iya, nggak apa-apa, Mbak. Itu saja. Yang penting nyaman," sahut Dina yakin."Baik, Kak, segera kami siapkan," sahut Resepsionis dengan senyuman.Setelah melakukan check In dan mendapatkan kunci, Dina segera duduk di tempat tunggu, sejenak mengistirahatkan tubuhnya sembari menunggu suaminya.Tak berselang lama, Alfaro datang menghampiri. "Sudah check
"Vi, lo ngapain di situ?" tanya Al yang terkejut menyadari kehadiran Vio di ambang pintu, membuat Vio yang tengah melamun gelagapan dan sadar dari lamunannya."Gu ... gue ... Gue ada perlu sama Dina," ucap Vio kikuk."Ada perlu apaan lo sama Dina?" tanya Al waspada."Ini urusan wanita, lo nggak perlu tahu," jawab Vio santai.Al memandang Dina yang juga tengah bertanya-tanya. "Ya udah, nggak apa-apa, A', biar Dina temui dulu Vio," ucap Dina seraya melepas mukenanya dan melipatnya asal."Ada apa, Vi?""Lo bawa pembalut nggak?""Pembalut?" pekik Dina membuat Vio segera meletakkan telunjuknya di mulut, memberinya isyarat agar tak mengeraskan suara."Kamu dapet? Kenapa nggak persiapan sih?" tanya Dina menggerutu."Sssstttt ... Ini juga di luar perkiraan gue, di luar jadwal," jelas Vio membuat Dina menahan tawa."Lo kenapa malah ngetawain gue sih? Jadi bawa apa nggak pembalutnya?" tanya Vio kesal.
"Masa sih? Kenapa, Aa' suka?""Karena cantik," sahut Al singkat namun berhasil membuat jantung Dina berlompatan dari tempatnya."Aduh A' ... Aduh," keluh Dina."Kenapa, Din? Ada yang sakit?" tanya Al khawatir."Jantung aku yang sakit A' karena lompat-lompat dengar pujian Aa'," ucap Dina membuat Al menggelengkan kepala menahan senyumnya."Dasar tengil," ucap Al mengacak rambut Dina."Tengil-tengil tapi sayang 'kan?" goda Dina dan sekali lagi membuat Al tak dapat menahan senyumnya."Jadi kapan saya bisa dapat kejutannya?" tanya Al tak sabaran."Nanti lah A', nanggung kalau sekarang. Kita belum makan, ntar tiba-tiba ada orang antar makanan gimana? Belum lagi kalau ada gangguan mak lampir," jawab Dina berargument."Mak Lampir?""Hehe sepupu Aa' tuh maksudnya, maaf ya ...," lirih Dina tak enak hati sudah mengatai Vio mak lampir, namun yang terjadi justru tawa Al menggelegar."Ada-ada aja deh kamu, Din," sahut Al membuat Dina tersenyum kuda
CINTA SATU MALAM by. Addina Amalia ZahraDi malam yang kelam, aku terbang tanpa pencahayaan. Mengitari alam semesta seorang diri, tanpa dua malaikat yang biasa selalu mengarahkan dan menemani.Aku terbang tanpa arah, sesekali hinggap di kelopak bunga, menyesap manis madu di sana.Hingga tanpa kusadari, kini aku terjebak di sebuah daun yang ringkih dan beralaskan getah, membuatku tak dapat berlari lagi.Aku terjebak, di dalam situasi yang begitu menyeramkan. Gelap, sunyi dan menakutkan.Bersusah payah aku berusaha untuk lepas dari jebakan getah, namun semakin aku mencoba, semakin sakit yang kurasa.Ingin rasanya ku menyerah, namun, di sisa-sisa harapan yang masih ada, aku memanjatkan pinta. Berharap Yang Maha Kuasa, akan mendengar dan mengirimkan pelita. Setidaknya, walau aku harus mati dalam kondisi ini, ada cahaya yang akan menemani.Sungguh Tuhan begitu baik, Dia mengabulkan pintaku hanya dalam jeda helaan nafas. Pelita itu kini datang dan men
Dina melangkahkan kakinya untuk mendekat, dan benar, suara itu terdengar semakin jelas.Dina membuka pintu kamar Vio perlahan, tampak di sana, wanita itu tengah meringkuk kesakitan di atas kasurnya."Ya Allah, Vio! Kenapa Dia?" gumam Dina kemudian segera mendekati Vio."Kamu kenapa, Vi? Sakit?" tanya Dina saat mendapati Vio meringkuk dengan keringat dingin mengucuri tubuhnya."Biasalah, gue kalau dapet emang suka nyeri," ucapnya dengan meremas perut bagian bawahnya."Owalah, ada-ada aja. Ya udah, kamu tunggu sini sebentar," ucap Dina kemudian bergegas ke dapur, menyalakan kompor untuk memasak air, kemudian menyiapkan tiga cangkir untuk teh hangat. Sembari menunggu air mendidih, Dina kembali ke kamar untuk mengambil botol bekas air mineral, yang akan digunakannya untuk memberikan kompres hangat pada perut Vio.Dina melakukannya dengan cekatan, dengan sebuah nampan ia membawa tiga cangkir teh hangat juga sebotol air panas dengan selembar sapu tangan yang m