Maaf yah readers, aku jarang Up. Insya Allah mulai sekarang aku akan update 1 bab setiap harinya. Mohon dukungannya.
Rahayu keluar dari kamar mandi dengan raut wajah kesal, sementara Dikta member kesan sumringah ketika keluar. "Maaf yah Sayang, kebablasan atuh. Kamu marah yah?" tanya Dikta dengan memeluk pinggang Rahayu. Wajah cantik Rahayu jelas terpantul di kaca besar yang terpasang megah di kamar Rahayu dan Dikta. "Kamu semakin cantik saja, Sayang. Kamu pakai apaan sih?" goda Dikta pada Rahayu yang sedang cemberut. "Huhhhhh," Rahayu menghela nafas. "Maaf, Mas. Maafkan Rahayu," ucap Rahayu. Dikta membalikkan badan Rahayu dan memegang kedua pipi Rahayu dengan senyuman manis yang selalu hanya Rahayu yang akan dapat melihat senyum itu. "Kenapa meminta maaf? Jika kamu tidak pernah melakukan kesalahan apapun, kenapa harus memberikan wajah ini? Kamu tidak salah sedikitpun, Rahayu istriku. Istri tercinta ku," ucap Dikta menghapus air mata Rahayu. Rahayu memang terkenal memiliki hati seperti kaca dan begitu rapuh, dan mungkin itu semua memang kodrat semua wanita yang memiliki hati serapuh itu. Dan
"Apa-apaan ini?! Enak sekali kalian bercumbu mesra di depan tamu!" murka Carina yang begitu jijik dengan ciuman bergairah yang dilakukan oleh Dikta dan Rahayu. "Itu salah kamu sendiri! Sudah tahu kamu itu hanya seorang tamu, kenapa memilih masuk. Bukannya itu tidak sopan?" kata Dikta yang memang sengaja membuat Carina menjauh dari kehidupan rumah tangga harmonis Rahayu dan Dikta. Carina yang memang sudah dari awal berniat ingin merebut Dikta dari Rahayu menggunakan berbagai cara untuk bisa menaklukkan hati Dikta. "Mas, kamu itu kenapa sih? Padahal aku kesini mau nganterin ini sama kamu," ucap Carina mengulurkan kotak makanan berwarna merah muda tepat di depan Dikta. Dikta semakin marah pada sikap Carina yang selalu berusaha mencari simpatisan dari dirinya, jelas Dikta sudah memiliki seorang istri. "Kamu tidak lihat apa? Atau kamu ini sudah buta?" kata Dikta yang membuat Carina memberikan wajah kesal pada hinaan dari Dikta. "Mas, ngomong apaan sih! Aku kesini cuman bawain bekal ma
Rasa gelora di antara Rahayu dan Dikta semakin membara dan terus memanas dan semakin bergairah. "Ekhem, maaf Tuan, Nyonya. Saya mengganggu kegiatan bergairahnya," kata Mbok Mina dengan menundukkan kepalanya. Rahayu sangat malu pada Mbok Mina, Bagaimanapun bagi Rahayu tidak baik melakukan hubungan suami istri dihadapan orang lain. Sementara itu, Dikta masih tetap bersikap santai dengan kedatangan Mbok Mina. Bagi dirinya Mbok Mina yang akan menjadi saksi perjuangan Dikta mempertahankan rumah tangganya dengan Rahayu yang sekarang sedang diterjang badai besar yang siap menghancurkan kapal besar tersebut. "Aku tidak akan gagal dengan pernikahan yang sudah aku bina selama ini!" batin Dikta yang mendapatkan firasat buruk yang akan menerjang keharmonisan rumah tangga mereka, kesetiaan akan segera diuji. "Mbok Mina sudah mau berangkat kah?" tanya Rahayu dengan tersenyum. "Iya, Nyonya Rahayu. Mbok Mina mau berangkat sekarang, semua barang yang di butuhkan sudah berada di dalam koper ini. M
Dikta menunggu kedatangan Rahayu dan Mbok Mina yang berbelanja sedikit oleh-oleh untuk keluarga Mbok Mina yang berada di kampung. "Mumpung belum ada Rahayu, lebih baik aku siapkan semuanya sekarang," pikir Dikta segera menelepon seseorang. [Halo, bos. Ada yang bisa kami bantu?] tanya seseorang. "Ada, sekarang kamu dekorasi rumah saya dengan sangat indah. Malam ini ada kado istimewa yang akan saya berikan pada istri saya. Oh yah, kamu juga siapkan banyak bunga mawar dan beberapa barang yang perlu kalian beli. Akan saya kirimkan nanti," kata Dikta. [Baik Bos,] [Oh yah, kamar nya gimana? Apa perlu kami dekorasi juga?] tanya seseorang. "Ya iyalah, saya ingin semua sudut di rumah kamu dekorasi dengan sangat indah dan sangat romantis. Malam ini Anniversary pernikahan kami," kata Dikta. [Okay Bos,] kata seseorang. Dikta menutup sambungan telepon dan mencari tempat romantis yang akan mereka kunjungi setelah mengantarkan Mbok Mina ke bandara siang ini. "Sepertinya tempat ini bagus," g
Tidak ada yang tidak ingin sebuah pernikahan itu terus hingga menua bersama, tapi bagaimana tanpa angin tanpa hujan, badai besar akan menerpa rumah tangga bahagia tersebut. Dibenci oleh mertua hanya karena belum dapat memberikan keturunan dan sebuah kebiasaan yang lebih menyukai memakai daster, membuat Mama Dikta begitu membenci menantunya. Mama Dikta seperti sedang menunggu seseorang di cafe bintang lima sekarang. "Aku tidak dapat membiarkan harus memiliki menantu kampungan seperti dia! Apalagi jika harus memiliki cucu dari wanita sampah seperti itu!" gumam kesal Mama Dikta pada Rahayu. "Kamu harus ingat Dikta, Mama tidak pernah bercanda akan semua ucapan yang sudah Mama ucapkan. Jika kamu masih bersikeras untuk mempertahankan pernikahan kamu dengan gadis kampungan itu, Mama tidak akan pernah tinggal diam sekarang!" "Kamu itu pantas bersanding dengan wanita yang cantik, wanita yang sexy. Bukan seperti istri kamu yang kerjaannya hanya menggunakan daster rumahan terus!" kekesalan
Dikta mengepalkan tangannya. "Huhhhhh," Dikta menghela nafas. "Maafkan Mama, Sayang. Maafkan semua ucapan Mama," kata Dikta menatap Rahayu. "Rahayu tidak pernah dendam dengan Mama, Mas. Rahayu tahu jika Mama begitu mendambakan seorang cucu," balas Rahayu. Dikta tersenyum walaupun hatinya tahu bahwa Rahayu pasti sudah begitu terluka oleh ucapan Mamanya. "Lebih baik kamu kejar Mama, Mas. Pasti Mama masih ada di luar sekarang," saran Rahayu. "Mengejar Mama! Tidak perlu!" kata Dikta. "Mas, itu Mama kandung kamu. Seorang ibu yang sudah melahirkan kamu dan merawat kamu hingga seperti ini, mau bagaimanapun, se kesal apapun kamu dengan Mama. Itu tetap Mama kamu, seorang wanita yang harus kamu hormati," ucap Rahayu. "Tapi, Sayang!" Dikta yang begitu kesal dengan Mamanya. "Mas," ucap Rahayu dengan lembut dan memegang kedua pipi Dikta. "Kamu menyayangi aku kan?" tanya Rahayu. Dikta memberikan anggukan kepala. "Aku ingin kamu kejar Mama dan meminta maaf pada Mama," kata Rahayu. Rasa
Rahayu masih di dapur, dirinya baru selesai mencuci piring menggantikan tugas Mbok Mina. "Kepada siapa aku bisa menceritakan kepedihan yang aku rasakan ini?" pikir Rahayu. Rahayu menyeduh kopi hangat buatannya sendiri. "Ini adalah kisahku, kisah seorang menantu yang dibenci oleh mertua ku sendiri hanya karena aku tidak dapat memberikan suamiku keturunan. Apa ini salahku?" tulis Rahayu di sebuah kertas kosong. "Mungkin dengan menulis Diary, rasa sakit ini bisa sedikit terobati. Dan aku tidak ingin hubungan Mas Dikta dengan Mama berantakan hanya karena aku," ucap Rahayu melangkah ke kamar mereka yang terletak di lantai dua. Langkah kaki Rahayu terhenti di sebuah pajangan foto besar. Rahayu tersenyum, tidak lama air mata Rahayu mulai berjatuhan kembali. "Mas, apakah ini ujian bagi pernikahan kita? Apa badai besar itu harus kita lewati Mas?" pikir Rahayu menangis terisak-isak ketika melihat foto pernikahan mereka. "Maafkan Rahayu Mas, Rahayu belum bisa memberikanmu keturunan hingg
Di sepanjang jalan, Dikta terus saja memikirkan Rahayu. "Pasti Rahayu masih menunggu kedatangan ku," gumam Dikta mempercepat laju mobilnya. Hanya menghabiskan waktu lima belas menit, mobil Dikta sudah terparkir di garasi mobil mereka. "Bagaimana mungkin aku bisa berpisah dari Rahayu? Sementara Rahayu adalah wanita yang berada disampingku ketika masih belum memiliki ini semua. Apa mungkin aku bisa membuat Rahayu menangis nantinya?" gumam Dikta menatap rumah hasil kerja keras mereka. "Ini semua hasil kerja keras aku dan Rahayu, setiap melangkah ke dalam rumah ini. Maka wajah Rahayu selalu terlihat sedang menyambut kedatangan ku dengan senyum manis itu," "Aku tidak mungkin untuk tidak bisa melihat senyum manis dari Rahayu satu hari saja," ujar Dikta kembali melangkah ke dalam rumah. Sembari masih melangkah, Dikta terus kepikiran dengan ucapan dari mamanya sendiri. "Aku tahu jika Mama ingin memiliki seorang cucu, tapi tidak dengan cara seperti ini. Mana mungkin aku bisa menceraika