Semoga menyukai bab ini.
Dikta menunggu kedatangan Rahayu dan Mbok Mina yang berbelanja sedikit oleh-oleh untuk keluarga Mbok Mina yang berada di kampung. "Mumpung belum ada Rahayu, lebih baik aku siapkan semuanya sekarang," pikir Dikta segera menelepon seseorang. [Halo, bos. Ada yang bisa kami bantu?] tanya seseorang. "Ada, sekarang kamu dekorasi rumah saya dengan sangat indah. Malam ini ada kado istimewa yang akan saya berikan pada istri saya. Oh yah, kamu juga siapkan banyak bunga mawar dan beberapa barang yang perlu kalian beli. Akan saya kirimkan nanti," kata Dikta. [Baik Bos,] [Oh yah, kamar nya gimana? Apa perlu kami dekorasi juga?] tanya seseorang. "Ya iyalah, saya ingin semua sudut di rumah kamu dekorasi dengan sangat indah dan sangat romantis. Malam ini Anniversary pernikahan kami," kata Dikta. [Okay Bos,] kata seseorang. Dikta menutup sambungan telepon dan mencari tempat romantis yang akan mereka kunjungi setelah mengantarkan Mbok Mina ke bandara siang ini. "Sepertinya tempat ini bagus," g
Tidak ada yang tidak ingin sebuah pernikahan itu terus hingga menua bersama, tapi bagaimana tanpa angin tanpa hujan, badai besar akan menerpa rumah tangga bahagia tersebut. Dibenci oleh mertua hanya karena belum dapat memberikan keturunan dan sebuah kebiasaan yang lebih menyukai memakai daster, membuat Mama Dikta begitu membenci menantunya. Mama Dikta seperti sedang menunggu seseorang di cafe bintang lima sekarang. "Aku tidak dapat membiarkan harus memiliki menantu kampungan seperti dia! Apalagi jika harus memiliki cucu dari wanita sampah seperti itu!" gumam kesal Mama Dikta pada Rahayu. "Kamu harus ingat Dikta, Mama tidak pernah bercanda akan semua ucapan yang sudah Mama ucapkan. Jika kamu masih bersikeras untuk mempertahankan pernikahan kamu dengan gadis kampungan itu, Mama tidak akan pernah tinggal diam sekarang!" "Kamu itu pantas bersanding dengan wanita yang cantik, wanita yang sexy. Bukan seperti istri kamu yang kerjaannya hanya menggunakan daster rumahan terus!" kekesalan
Dikta mengepalkan tangannya. "Huhhhhh," Dikta menghela nafas. "Maafkan Mama, Sayang. Maafkan semua ucapan Mama," kata Dikta menatap Rahayu. "Rahayu tidak pernah dendam dengan Mama, Mas. Rahayu tahu jika Mama begitu mendambakan seorang cucu," balas Rahayu. Dikta tersenyum walaupun hatinya tahu bahwa Rahayu pasti sudah begitu terluka oleh ucapan Mamanya. "Lebih baik kamu kejar Mama, Mas. Pasti Mama masih ada di luar sekarang," saran Rahayu. "Mengejar Mama! Tidak perlu!" kata Dikta. "Mas, itu Mama kandung kamu. Seorang ibu yang sudah melahirkan kamu dan merawat kamu hingga seperti ini, mau bagaimanapun, se kesal apapun kamu dengan Mama. Itu tetap Mama kamu, seorang wanita yang harus kamu hormati," ucap Rahayu. "Tapi, Sayang!" Dikta yang begitu kesal dengan Mamanya. "Mas," ucap Rahayu dengan lembut dan memegang kedua pipi Dikta. "Kamu menyayangi aku kan?" tanya Rahayu. Dikta memberikan anggukan kepala. "Aku ingin kamu kejar Mama dan meminta maaf pada Mama," kata Rahayu. Rasa
Rahayu masih di dapur, dirinya baru selesai mencuci piring menggantikan tugas Mbok Mina. "Kepada siapa aku bisa menceritakan kepedihan yang aku rasakan ini?" pikir Rahayu. Rahayu menyeduh kopi hangat buatannya sendiri. "Ini adalah kisahku, kisah seorang menantu yang dibenci oleh mertua ku sendiri hanya karena aku tidak dapat memberikan suamiku keturunan. Apa ini salahku?" tulis Rahayu di sebuah kertas kosong. "Mungkin dengan menulis Diary, rasa sakit ini bisa sedikit terobati. Dan aku tidak ingin hubungan Mas Dikta dengan Mama berantakan hanya karena aku," ucap Rahayu melangkah ke kamar mereka yang terletak di lantai dua. Langkah kaki Rahayu terhenti di sebuah pajangan foto besar. Rahayu tersenyum, tidak lama air mata Rahayu mulai berjatuhan kembali. "Mas, apakah ini ujian bagi pernikahan kita? Apa badai besar itu harus kita lewati Mas?" pikir Rahayu menangis terisak-isak ketika melihat foto pernikahan mereka. "Maafkan Rahayu Mas, Rahayu belum bisa memberikanmu keturunan hingg
Di sepanjang jalan, Dikta terus saja memikirkan Rahayu. "Pasti Rahayu masih menunggu kedatangan ku," gumam Dikta mempercepat laju mobilnya. Hanya menghabiskan waktu lima belas menit, mobil Dikta sudah terparkir di garasi mobil mereka. "Bagaimana mungkin aku bisa berpisah dari Rahayu? Sementara Rahayu adalah wanita yang berada disampingku ketika masih belum memiliki ini semua. Apa mungkin aku bisa membuat Rahayu menangis nantinya?" gumam Dikta menatap rumah hasil kerja keras mereka. "Ini semua hasil kerja keras aku dan Rahayu, setiap melangkah ke dalam rumah ini. Maka wajah Rahayu selalu terlihat sedang menyambut kedatangan ku dengan senyum manis itu," "Aku tidak mungkin untuk tidak bisa melihat senyum manis dari Rahayu satu hari saja," ujar Dikta kembali melangkah ke dalam rumah. Sembari masih melangkah, Dikta terus kepikiran dengan ucapan dari mamanya sendiri. "Aku tahu jika Mama ingin memiliki seorang cucu, tapi tidak dengan cara seperti ini. Mana mungkin aku bisa menceraika
Mas!" ucap Rahayu ketika mereka masih berpelukan. "Hmm," balas Dikta. "Mas!" ucap Rahayu. "Iya sayang," balas Dikta. Pelukan mereka semakin erat, karena Dikta tidak membiarkan Rahayu untuk melepaskan pelukan tersebut. "Mas!" ucap Dikta untuk ketiga kalinya. "Iya, sayang. Ada apa?" tanya Dikta masih dengan memeluk tubuh Rahayu. "Mas, kamu lupa sesuatu yah?" kata Rahayu. "What? I remember," ucap Dikta. "Kalo ingat, apa coba?" tanya Rahayu. "Hmmm, wait for a minute," "Hmmm, I remember. You're saying …." "Kamu kangen yah?" ujar Dikta. Rahayu yang mendengar pun begitu kaget dan pipi Rahayu langsung merona seketika. "Mau coba malam ini? Sepertinya olahraga malam bagus sayang," bisik Dikta. Rahayu langsung mencubit pinggang Dikta. "Awhg, aku itu gak mau dicubit sama kamu. Aku maunya disayang apalagi dibelai," bisik manja Dikta. "Ihhh, Mas. Bukan itu maksud aku," ujar Rahayu. "Terus apa dong?" tanya Dikta penasaran. "Kamu udah sholat Isya?" tanya Rahayu ketika Dikta tidak
"Mbok Mina ngapain sih ganggu malam-malam gini? Ngak tahu apa yah," gumam Dikta melangkah bersama dengan Rahayu."Ngak Boleh Gitu Mas, siapa tahu kan Mbok Mina mau menyampaikan hal penting untuk kita. Nggak boleh suudzon," ucap Rahayu."Hmmm," "Tapi kan bisa diomongin besok," kata Dikta."Kamu ini seperti anak kecil saja, Mas. Mbok Mina juga baru sekarang yang ketuk pintu kita larut malam seperti ini," ucap Rahayu.Pintu kamar mereka terbuka dan memang Mbok Mina sedang berdiri di depan pintu kamar tersebut dengan sangat cemas."Tuan ...." kata Mbok Mina."Kenapa Mbok? Kenapa Mbok Mina cemas seperti ini?" tanya Dikta panik.“Bu… Bos,” kata Mbok Mina."Mama?!" ucap Dikta.Mbok Mina memberikan anggukan."Mama bertamu malam-malam seperti ini?" tanya Dikta.Mbok Mina kembali memberikan anggukan."Sekarang Mama ada dimana Mbok?" tanya Dikta cemassembari membocorkan pada Rahayu.'Rencana apa lagi yang ingin direncanakan oleh Mama?' pikir Dikta."Bu Bos ada di bawah Den, sedari tadi Bu Bos t
Dikta menatap heran pada kedatangan Mamanya dan Carina di tengah malam."Mama ngapain malam-malam bertamu ke rumah Dikta dan Rahayu?" tanya Dikta."Mulai detik ini, Mama tidak akan bertamu lagi ke rumah kamu. Tapi … Mama akan tinggal di rumah kamu bersama dengan Carina," ucap Mama Dikta.Dikta dan Rahayu saling berpandangan satu sama lain."Ma_maksud Mama apa?" tanya Dikta."Mama dan Carina akan tinggal di rumah kamu ini, tidak masalah kan jika rumah ini kedatangan dua tamu istimewa?" tanya Mama Dikta."Tapi Ma, Mama itu sudah ada rumah sendiri. Kenapa malah mau tinggal di rumah Dikta dan Rahayu?" kata Dikta."Dan kenapa ada dua koper?" tanya Dikta."Kamu benar-benar sudah berubah yah Dikta! Semenjak kamu menikahi gadis kampungan ini, kamu sudah tidak lagi menyayangi Mama!""Mama benar-benar kecewa dengan kamu!" ucap Mama Dikta yang kembali memberikan air mata palsu."Sabar dulu, Tan. Pasti Mas Dikta sudah terpengaruh oleh pembantunya ini" ucap Carina."Hei! Jaga bicara kamu! Rahayu i