#HDMS
Part 3 Kamu Lagi
Aku dan Dina berdiri di dekat pintu pembatas antara tempat makan dengan dapur. Mencoba mengintip seseorang yang ditemui bu Ajeng.
"Orangnya mana Din? " ucapku seraya melihat kesegala arah.
"Itu, ketutupan bu Ajeng. "Duh. Sayang sekali. Seorang wanita yang bernama Susi itu harus ketutupan bu Ajeng. Karena inilah membuatku semakin penasaran.
Aku berdiri tegak, menghela nafas, lalu merapikan penampilanku. Ku persiapkan diri untuk memberanikan muncul dan melihat secara langsung wanita yang ditemui bu Ajeng.
"Mau kemana? " tanya Dina.
"Langsung aja yuk, penasaran nih. ""Biarin aja, kita siap-siap kerja aja. ""Tapi Din ...."Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba muncul seseorang dari belakangku.
"Woy!"
Orang tersebut ternyata perempuan yang dijuluki kill*r oleh Dina.
"Ya Allah Da, ngagetin aja deh, " ucap Dina.'Oh, Ida namanya, ' batinku.
"Pada ngapain sih? buruan kerja! ntar siang kita ada pesanan nasi box ke kantor cabang PT Garmen yang di ujung sono, " ucap Ida.
"PT Garmen? " ucapku lirih.
"Kenapa Mbak? " tanya Dina. "Ekh, nggak papa Din. "Kami pun bubar. Meskipun masih penasaran dengan wanita yang ditemui bu Ajeng, tapi bagaimana lagi, sudah waktunya untuk bekerja.
Masih terngiang ucapan Ida mengenai kantor yang memesan nasi box nanti siang. Tentu saja, jelas aku tak asing dengan nama kantor tersebut. Kantor yang sama dengan tempat mas Fadil bekerja. Jika pesanan nasi ini tertuju pada kantor tersebut, mungkinkah kepala cabangnya adalah mas Fadil. Mengingat bahwa baru tadi pagi mas Fadil pindah menjadi kepala cabang.
#
Siang ini, bersama Dina dan Ida, aku mengantar pesanan nasi box ke kantor cabang PT Garmen. Sengaja, aku menggunakan masker untuk menutupi wajahku, berjaga-jaga jika dugaanku benar kalau mas Fadil bekerja di sini.
Sesampainya di tempat, kami pun diajak oleh security menuju ke sebuah ruangan. Dimana ruangan tersebut hanya terdapat sebuah panggung kecil dengan beberapa meja panjang di dekat pintu masuk dan tumpukkan kursi di dekatnya. Ruang pertemuan.
Selesai kami menata nasi boxnya di atas meja, kami pun berpamitan dengan security. Baru beberapa langkah keluar dari ruang pertemuan, terlihat tiga lelaki yang berjalan dari arah berlawanan menuju kearahku. Salah satunya adalah lelaki yang sangat tidak asing bagiku, mantan suamiku.
Aku berjalan di belakang Dina dan Ida seraya menundukkan wajahku. Meski sudah menggunakan masker, tetap saja aku tidak ingin dikenali. Aku tidak ingin berurusan dengan lelaki bermulut samp*h seperti dia.
"Tunggu! " ucap mas Fadil saat kami berpapasan.
Aku menelan ludahku, tetap menundukkan kepala.
"Dina kan? " tanya mas Fadil seraya mengacungkan jari telunjuknya kearah Dina.
Tentu saja mas Fadil mengenali Dina. Mereka cukup kenal, mengingat sudah lima tahunan aku menikah dengan mas Fadil. Ditambah, saat ini Dina tidak menggunakan masker seperti diriku.
Dag dig dug. Sebenarnya aku bukannya takut berhadapan dengannya, hanya saja aku tidak ingun dia menghinaku terus-terusan. Apalagi ini di tempat dia bekerja, bisa saja aku di jadikan bulan-bulanan olehnya.
"Ekh, Mas Fadil, iya Mas, " balas Dina.
Mas Fadil tersenyum menyeringai. "Masih awet aja kamu jadi pelayan, " ucapnya. "Siapa Dil? " tanya seorang disebelahnya. "Sepupunya bek*s istriku. "'Apa katamu? bekas, kamu pikir aku apaan, ' batinku.
Rasanya ingin ku remas mulutnya itu, seenaknya berbicara tentang diriku. Untung aku sudah bercerai, kalau tidak aku mungkin bisa stroke menghadapi kelakuannya yang seperti tak pernah sekolah itu. Astaghfirulloh.
"Aku duluan ya Mas. "
Kami pun berjalan meninggalkan mas Fadil. Syukur dia tidak mengenaliku. Namun, baru beberapa langkah kami pergi, dia pun kembali meneriaki kami.
"Din! kalau ketemu si Ratna ajakin dia jadi pelayan kek kamu ya, kalian cocok! dasar jiwa-jiwa babu! "
Tiba-tiba Ida menghentikan langkahnya. Tanpa basa-basi Ida berbalik berjalan kearah mas Fadil. Mungkin dia geram mendengar ucapan mas Fadil. Maklumlah, bisa saja dia baru kali ini melihat lelaki model mas Fadil.
Tak berani mengikuti Ida, aku dan Dina hanya terdiam melihat dari kejauhan.
"Kamu bilang apa tadi?!" ucap Ida berkacak pinggang.
"Ma-mau apa kamu? " tanya mas Fadil. Terlihat jelas raut ketakutan di wajahnya."Emang kenapa kalau pelayan?! kalau babu?! baru kerja di kantor beginian aja udah bangga! PLAK! "
Aku terkejut melihat Ida menampar mas Fadil. Sangat berani. Dulu aku saja tidak berani, mungkin karena aku masih berstatus istrinya. Dengan ini, Ida mengajarkanku bahwa lelaki macam dia memang harus di lawan.
"Ha ha ha! " aku tertawa lebar hingga tak sadar aku melepas maskerku.
"Ratna!" ucap mas Fadil kearahku.
Mataku membelalak. Ida menoleh kearahku.
"Kabuurrr ... !!" teriaku menarik tangan Dina dan diikuti Ida.
Rasanya apes sekali aku hari ini. Harus bertemu dengan mantan suami yang bermulut samp*h. Huh. Kamu lagi kamu lagi mas.
#HDMSPart 4 KomplainKami berlari sekencang mungkin menuju mobil. Takut-takut kalau mas Fadil ataupun security di kantor ini mengejar, karena ulah Ida. Aku senang melihat mas Fadil begitu kesakitan karena tamparan Ida. Itu berarti tanpa aku harus mengotori tanganku, mas Fadil mendapatkan karma atas ucapannya. "Ida? ngapain kamu di situ? " ucap Dina melihat Ida yang duduk di kursi belakang. "Ya Allah! keliru, " ucapku. "Buruan tuker, keburu datang orangnya, " perintah Dina. Saking buru-burunya kami berlari, hingga tak sadar bahwa aku yang seharusnya duduk di kursi belakang malah tertukar dengan Ida yang harusnya duduk di kursi depan setir. Ida pun segera menghidupkan mesin mobilnya lalu kami pun pergi meninggalkan kantor ini. "Kamu kenal sama pria tadi? " tanya Ida ditengah perjalanan. "Kenal banget Da, kenal luar dalam malah, hahaha, " sahut Dina. Ida menoleh kearah Dina yang duduk di sebelahnya. Sekejap Dina langsung menghentikan tawanya. "Maksudnya apa Din? " tanya Ida. "C
#HDMSPart 5 TerpaksaMas Fadil bersama temannya meninggalkan kami. Kali ini ketakutanku benar-benar terjadi. Dia membuat citraku buruk di hari pertama bekerja. Tak hanya itu, dia juga menjadikan bahan tontonan para pelanggan, ditambah akan ada sanksi dari bu Ajeng. Dasar, lelaki pembawa si*l. ***Dilain tempat kini aku dan kedua temanku sudah kembali ke tempat bekerja. Dimana kami akan di"sidang" langsung oleh bu Ajeng selaku pemilik rumah makan. "APA?! "Ucap kami serentak. Ya, bu Ajeng memintaku, Dina dan juga Ida untuk meminta maaf kepada mas Fadil. Karena jika tidak kami akan di proses dengan pihak yang berwajib. Sebagai tuduhan kekerasan fisik yang dilakukan oleh Ida, terlebih ternyata di kantor itu terdapat CCTV yang dimana rekamannya akan menjadi penguat tuduhan mas Fadil. Sebenarnya setelah mendengar penjelasan kami, bu Ajeng memaafkan kami. Namun ia juga takut jika harus berurusan dengan polisi. Apalagi tak hanya kami yang akan dirugikan, namun juga nama baik warung makan
#HDMSPart 6 Pembalasan (pura-pura minta maaf) Kami berjalan menuju meja resepsionis. Si resepsionis yang bernama Wita, terlihat dari id card yang menggantung di jas bagian atas yang ia kenakan. Belum sempat kamu mengutarakan maksud kedatangan, Wita sudah menyambut kami. "Selamat Pagi, ada yang bisa kami bantu? " sapanya. "Kami mau bertemu ... ," belum sempat aku menyelesaikan ucapanku sudah di potong Ida. "Kudanil! " sahut Ida. Aku dan Dina sekejap langsung melihat kearah Ida. Ada-ada saja memberi julukkan. "Pak Fadil maksudnya, " ucap Dina. Wita pun mengantar kami ke ruangan mas Fadil. "Silakan masuk Mbak, " ucap Wita sesampainya kami di depan ruangan mas Fadil. Wita pun meninggalkan kami. Karena sebelum mengantar kami, dia sudah memberitahukan perihal kedatangan kami. Rasa bad mood kembali menghinggapi perasaanku. Tapi aku harus tetap semangat, karena ini adalah kesempatan langka bisa membalas sakit hati atas penghinaannya terhadapku, walaupun hanya sedikit. Kami bertiga
#HDMSPart 7 Status di Media SosialPov FadilAku yakin, setelah kejadian ini keluarga mas Fadil pasti tidak akan tinggal diam. Mereka pasti akan semakin mengusik kehidupanku dan tidak akan membiarkanku sampai mereka puas membuatku menderita. Dengan ini, akan ku persiapkan mental dan tenagaku untuk menghadapi mereka. Huh! ***🍁 Pov Fadil "Fadil! " pekik ibuku saat membuka pintu ruanganku. "Mas Fadil, kamu kenapa? " tanya Sandra yang ikut serta menghampiriku bersama ibu. Setelah kepergian Ratna dan gengnya, seketika aku memegangi kembali celanaku di bagian senjata pusakaku. Kur*ng aj*r Ratna, beraninya dia menendang benda berhargaku. Aku duduk di sofa pojok ruanganku, diikuti ibu dan juga Sandra. "Ini pasti ulah Ratna, " ucap Sandra. "Darimana kamu tahu? " tanyaku. "Tadi kami melihatnya di parkiran, sama Dina sepupunya dan nggak tahu siapa satunya, " jelas ibu. Aku jelaskan semuanya perihal maksud kedatangan Ratna dan gengnya, hingga perbuatan mereka padaku. "Ini nggak bisa
#HDMSPart 8 DilabrakTiga hari berlalu. Setelah kejadian status mas Fadil di media sosial itu, aku memilih mendiamkannya. Dengan harapan dia takkan menggangguku lagi. Memang benar. Selama tiga hari ini dia tak muncul dihadapanku ataupun membuat ulah di media sosialnya. Tetapi .... Hampir semua keluarga besarku yang mengetahuinya ikut menuduhku gila. Tak hanya itu, bahkan teman-teman ku pun menganggapnya benar. Hingga aku bertubi-tubi mendapat cercaan dari mereka. Bahkan dalam tiga hari ini, beberapa orang yang melihatku tampak memandang aneh. Saat di angkot pun tak jarang dari mereka yang duduk agak menjauh dariku. Begitu besar efek dari ulah mas Fadil terhadapku. Astaghfirullohal'adzim. Setelah perceraian itu, aku lebih memilih mengontrak rumah sendiri, karena jika harus pulang ke rumah orang tuaku, rasanya hanya akan menambah beban mereka. Mengingat, aku bukanlah dari keluarga yang berkecukupan seperti keluarga mas Fadil. Pagi ini, seperti biasa aku menunggu angkot untuk ber
#HDMSPart 9 Akun BaruAku dan Dina masih terdiam di depan Bu Ajeng. Bu Ajeng mulai mendekati kami."Siapa mereka?" tanya bu Ajeng.Aku menjelaskan semuanya. Tentang Sandra dan mantan mertuaku dan maksud kedatangan mereka pagi ini. Aku juga meminta maaf pada bu Ajeng, karena ulah mereka yang sudah membuat kegaduhan di area warung makan.Bu Ajeng duduk di bangku didekatnya. "Saya maafkan kamu, pandanganku kamu nggak salah. Merekalah yang salah, karena sejak kedatangan mereka saya sudah berdiri di balik pintu utama. ""Terimakasih Bu, terimakasih. " Aku tersenyum kegirangan. Bu Ajeng tersenyum tipis. "Silakan bekerja kembali. "Aku lega. Bu Ajeng sama sekali tak menyalahkanku. Baru beberapa hari mengenalnya, sudah dapat ku simpulkan bahwa bu Ajeng adalah orang yang sangat baik, selalu menilai seseorang dari data dan fakta bukan dari kejadian yang hanya sekilas dia lihat. Bahkan, saat kejadian tiga hari yang lalu dimana mas Fadil membuat postingan di media sosial tentang diriku, bu Aje
#HDMSPart 10 Langkah AwalSesampainya aku di kontrakan, ku letakkan ponselku di ruang tamu. Sementara aku pergi ke dapur mengambil minum dan cemilan ringan. Inilah tempat tinggalku setelah bercerai dengan mas Fadhil. Sebuah kontrakan yang hanya ada satu kamar tidur, ruang tamu dan dapur yang menjadi satu dengan kamar mandi. Aku kembali ke ruang tamu. Mengambil ponselku lalu membuka aplikasi fac*bo*k. Begitu banyak pemberitahuan, termasuk bahwa mas Fadhil sudah menerima pertemananku. 'Saatnya bermain, 'batinku. Ku buka profil mas Fadhil, berandanya hampir penuh dengan foto-fotonya dengan Sandra atau keluarganya. Ku kirimkan pesan pribadi padanya, dan kebetulan dia sedang online. [Hay Fadhil] [Hay juga, siapa?] [Sinta] Tak butuh waktu lama mas Fadhil membalas pesanku. Cukup panjang aku memperkenalkan diri dengan akun yang dibuat oleh Ida. Entahlah, perasaanku berkata seakan mas Fadhil cepat merespon karena akunku ini berfotokan profil wanita muda. Ditambah dengan data diri seba
Ting! Pesan masuk dari aplikasi wh*ts*ap muncul. Aku pun segera membukanya, dari mas Fadil. [Kok nggak sampai-sampai, aku dah lama nunggu nih, pesanan juga udah datang] [Ban mobilku bocor, aku harus ke bengkel dulu. Aku sudah menyuruh asistenku untuk menemuimu, sebentar lagi dia datang] Baru tiga puluh menit berlalu dari jam perjanjian mas Fadil rasanya sudah tak betah menunggu. Lagipula mana ada ban mobil bocor apalagi asisten yang datang, karena aku sudah di pos parkiran sejak tadi pagi. Tentu saja ini adalah bagian dari rencanaku. Ku buat mas Fadil lama menunggu, di tambah dengan pesanan paket yang terlanjur ia pesan, itu akan membuatnya mengeluarkan uang begitu banyak. Waktu hampir jam delapan pagi. Karena jam delapan adalah batas waktu ia masuk kerja. Dan aku tahu mas Fadil pasti semakin kesal karena semakin lama ia menunggu. Derrt ... Derrt ... Mas Fadil menelponku. "Asistennya mana? kok nggak sampai-sampai juga? kamu ngerjain aku ya? "'Emang iya, ' batinku.Aku menahan