Share

Hari Pertama Bekerja

#HDMS 

Part 2 Hari Pertama Bekerja

Hari ini adalah hari pertama aku bekerja. Di sebuah warung makan tempat Dina, sepupuku bekerja. Meskipun hanya warung makan sederhana tapi warung makan ini sangatlah ramai pembeli. Mungkin karena tempatnya yang di pinggir jalan raya, dan dekat juga dengan beberapa pabrik di sekitarnya. 

Di seberang jalan, sembari memainkan ponselku,  aku menunggu angkot dengan tujuan ke tempat kerjaku. 

Tiin ... !! Tiin ... !! 

Tak disangka dan tak diharapkan, mas Fadil dengan motor matic tipe NM*Xnya berhenti di depanku. Kupalingkan wajahku dari hadapannya, berpura-pura tak melihatnya. 

"Makin kere aja kamu ya! dulu kemana-mana kamu bisa naik motor ini, atau naik taksilah paling nggak, sekarang naik angkot kan ? ha ha ha! " ucapnya menyombongkan diri. 

Sekilas kulirik mas Fadil dengan geram, lalu cepat-cepat memalingkan lagi wajahku. 

"Baru kemarin aku cerai sama kamu, lihat sekarang aku sudah jadi kepala cabang, terbukti kan kalau kamu selama ini benar-benar pembawa si*l padaku. "

'Kepala cabang? ' batinku. 

Apa pedulinya, mau kepala cabang atau kepala monyet sekalipun aku tak memperdulikannya. Mungkin memang sudah saatnya dia naik jabatan. 

Kuhadapkan wajahku padanya. "Mau kamu apa sih Mas?! " tanyaku. 

"Mau pamer doang!  ha ha ha! " melajukan motornya. 

Astagfirullahaladzim, rasanya ingin ku cakar mas Fadil. Pagi-pagi sudah membuat panas hatiku dengan hinaannya. Kalau saja tidak ada hukum di negeri ini, sudah ku kejar dan ku tabrak dia. Tapi sayang, lagipula aku juga tidak punya motor. 

#

Sesaat aku turun dari angkot, bersamaan pula dengan kedatangan Dina. Aku berjalan menghampirinya yang memarkirkan motornya di depan warung makan. 

Belum sempat aku menyapa. "Mbak Ratna, gasik sekali? " sapanya seraya melepaskan helmnya. 

"Iya Din, takut terlambat apalagi kan aku naik angkot. "

Aku dan Dina pun malah asyik ngobrol di parkiran, tanpa sadar sudah lumayan lama kami di sini. 

"Dina buruan! "

Ucap seseorang yang berjalan kearah pintu warung makan. Seorang wanita yang berkisaran usianya tiga puluhan. Dengan postur tubuh yang tidak terlalu tinggi, namun lumayan berisi. Ditambah wajahnya yang khas wajah judes. 

"Siapa Din? " tanyaku pelan. 

"Kill*r! Ha ha ha"

Aku terkenjut mendengar jawaban Dina. Mana mungkin di sebuah warung makan ada kill*r. Ada-ada saja. 

"Sudah ayo! tenang dia baik kok, " ucap Dina seraya mengajakku ke dalam. 

Sebenarnya warung makan ini sudah buka sejak jam enam pagi tadi. Hanya saja, kebanyakan pembeli akan datang diantara jam tujuh hingga jam sembilan. Jam dimana seseorang pada umumnya untuk sarapan. 

Sementara para karyawan diberi kelonggaran untuk datang maksimal jam tujuh tiga puluh. Karena untuk menu penjualannya sudah disiapkan semalam sebelumnya. 

Warung makan biasanya akan tutup pukul sembilan malam. Memang cukup memakan tenaga banyak, karena para karyawan harus bekerja lebih dari dua belas jam. 

Namun, kata Dina meskipun begitu, para karyawan banyak yang tidak mengeluh. Selain karena gajinya yang lumayan tinggi, libur dua kali dalam sepekan, dan sikap bosnyalah yang membuat mereka nyaman dan betah. 

Aku terus mengikuti langkah Dina. Hingga kami pun berhenti di hadapan seorang wanita paruh baya. Terlihat dari penamilannya sangat kalem, sederhana, keibuan, namun juga penuh dengan kewibawaan. 

"Bu Ajeng, ini Mbak Ratna yang akan bantu-bantu di dapur, " ucap Dina memperkenalkanku. 

Ku ulurkan tanganku tanda memberi salam. "Ratna. " ucapku. 

Bu Ajeng membalas uluran tanganku. "Ajeng, " tersenyum. 

Bu Ajeng menjelaskan semua tentang warung makannya. Termasuk dalam hal gaji, sistem kerja, dan bagaimana harus bersikap terhadap pelanggan. 

Tanpa panjang lebar, aku mulai memahami. Karena sebelum menikah, dulu aku  pernah bekerja di warung makan, meskipun tak sebesar ini, dan itu pun hanya beberapa bulan. 

"Bu, dicari bu Susi, " ucap salah satu karyawan bu Ajeng. Perempuan dengan julukan kill*r yang Dina sematkan untuknya. 

Tak seburuk yang aku banyangkan. Dia cukup ramah, entah hanya terhadap bosnya atau memang sudah darisananya. 

'Susi? mungkinkah itu mantan mertuaku? enggak ah! nama Susi kan banyak, ' batinku. 

Aku dan Dina pun saling memandang, seakan memikirkan hal yang sama tentang seseorang yang mencari bu Ajeng. 

"Oh, iya, saya akan temui, " ucap bu Ajeng. 

Aku berusaha menampik rasa penasaranku. Namun, tiba-tiba aku terdiam dan berpikir. Jika Susi yang dimaksud adalah mantan mertuaku, aku takut jika dia bercerita hal buruk tentangku pada bu Ajeng. Tapi jika bukan, aku tak enak jika bu Ajeng mengetahui kalau aku mengikutinya karena penasaran dengan tamunya. 

Aku dibuatnya serba salah. Dilain sisi, aku tidak ingin membuat citraku buruk di hari pertamaku bekerja. 

"Intip saja, soalnya aku nggak pernah tahu bu Ajeng punya pelanggan yang namanya Susi, " ucap Dina berbisik. 

Benar kata Dina, aku cukup memastikan saja. Jika benar, lebih baik aku tidak menampakkan diri, jika salah aku hanya berharap bu Ajeng tidak melihatku. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
semoga aja Susi bukan mantan mertuamu ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status