Share

Komplain

#HDMS

Part 4 Komplain

Kami berlari sekencang mungkin menuju mobil. Takut-takut kalau mas Fadil ataupun security di kantor ini mengejar, karena ulah Ida. 

Aku senang melihat mas Fadil begitu kesakitan karena tamparan Ida. Itu berarti tanpa aku harus mengotori tanganku, mas Fadil mendapatkan karma atas ucapannya. 

"Ida? ngapain kamu di situ? " ucap Dina melihat Ida yang duduk di kursi belakang. 

"Ya Allah! keliru, " ucapku. 

"Buruan tuker, keburu datang orangnya, " perintah Dina. 

Saking buru-burunya kami berlari, hingga tak sadar bahwa aku yang seharusnya duduk di kursi belakang malah tertukar dengan Ida yang harusnya duduk di kursi depan setir. Ida pun segera menghidupkan mesin mobilnya lalu kami pun pergi meninggalkan kantor ini. 

"Kamu kenal sama pria tadi? " tanya Ida ditengah perjalanan. 

"Kenal banget Da, kenal luar dalam malah, hahaha, " sahut Dina. 

Ida menoleh kearah Dina yang duduk di sebelahnya. Sekejap Dina langsung menghentikan tawanya. "Maksudnya apa Din? " tanya Ida. 

"Cuma masa lalu doang. "

Aku tersenyum lebar ketika Ida melihatku dari kaca mobil di atasnya. Mungkin dia merasa belum puas dengan jawaban Dina. Sementara aku hanya terdiam saja, toh memang benar yang dikatakan Dina, bahwa mas Fadil memang hanya masa laluku. 

#

Suasana di warung makan saat ini tak begitu ramai. Karena setelah jam makan siang lewat biasanya hanya ada beberapa pelanggan saja. Dan akan kembali ramai saat menjelang sore hingga malam, disaat orang yang pada umumnya pulang kerja atau waktunya makan malam. 

Tak lama setelah kami sampai di warung makan, ternyata mas Fadil beserta seorang laki-laki mendatangi warung makan kami. Terlihat raut wajahnya yang penuh emosi, dia berjalan menghampiri bu Ajeng yang berdiri di dekat meja kasir. 

Sementara aku yang tadinya ingin kearah tempat makan buru-buru kembali ke dalam, takut kalau mas Fadil melihatku. Aku berdiri dan mengintip di dekat pintu pembatas antara tempat makan dan dapur. 

"Selamat siang, " ucap mas Fadil. 

"Siang, ada yang bisa saya bantu? " balas bu Ajeng ramah. 

"Saya mau komplain! "

Aku terkejut, mataku membelalak mendengar ucapan mas Fadil. Aku yakin dia akan mengadu soal tamparan yang melayang di pipinya. Ada rasa takut tersendiri, karena meskipun bukan aku pelakunya namun aku berada di tempat kejadian. Bisa gawat kalau dia menyebut namaku lalu berbicara buruk tentang diriku pada bu Ajeng. 

"Kenapa Mbak? "

"Astagfirullahaladzim! "

Aku terkejut. Tiba-tiba Dina muncul dari belakangku. Sebenarnya Dina ini posisinya sebagai kasir, tapi entah darimana dia bisa muncul tiba-tiba. 

Tapi dengan ini aku menyadari, jika tadi Dina berada di meja kasir disaat mas Fadil datang, aku yakin tanpa basa-basi pasti mas Fadil pasti langsung menerkamnya. Sudah jadi kebiasaanya, jika emosi sudah di ubun-ubun, perilaku dan mulut samp*hnya pasti tak terkendalikan. Buruk! 

"Tuh! " menunjuk kearah mas Fadil. 

"Oh, terus kenapa? "

"Kok kenapa sih? dia itu mau komplain, jangan-jangan soal Ida yang menamparnya tadi. "

"Halah, kita adepin aja, sebentar, " meninggalkanku. 

Dina begitu tenangnya, sementara aku ketakutan luar biasa. Jika mas Fadil membuat citraku buruk di hari pertama kerja, kalau aku punya motor sudah ku tabrak dia, tak peduli dengan hukum di negeri ini. 

"Mana orangnya? "

"Heh, mau ngapain? heh? Ida? Da?! "

Tiba-tiba Ida keluar dari dapur menghampiri mas Fadil, disusul Dina yang berada di belakangnya. Aku berusaha menahanya tapi sayang mereka tetap berjalan dan menghiraukan ucapanku. 

Terpaksa aku mengikuti mereka. Sebenarnya malas, malas mendengarkan ucapan mulut samp*hnya mas Fadil. 

Sekejap suasana warung terasa agak kacau. Karena suara mas Fadil yang lumayan keras, membuat para pelanggan melihat kearah kami. 

"Nih! dia orangnya! " ucap mas Fadil menunjuk kearah Ida. 

"Apa?! " bentak Ida. 

Terkejut bukan main. Ada benarnya dia dijuluki kill*r oleh Dina. Dia yang akan di komplain tapi dia sendiri berani menghadapinya. Nggak mau kalah lagi. Keren. 

Wajah mas Fadil berubah menjadi ciut seketika. Yes! aku yakin dia ketakutan. Tentu saja, dulu ketika aku masih menyandang status istrinya, disaat ibu ataupun Sandra marah kepadanya, raut wajahnya sekejap langsung menciut. 

Hanya pada diriku sajalah dia tak pernah merasa ketakutkan ketika aku marah. Yang ada dia malah makin marah. Huh. Selemah itukah diriku?  

Mas Fadil menghampiriku yang berdiri di belakang Dina. 

"Aaa ... Aduh aduh duh! " 

Mas Fadil menarik jilbabku tangan kirinya. "Heh! Wanita si*lan! Harusnya kamu itu dibuang jauh ke laut! " ucapnya. 

Sontak lelaki yang membersamainya sedari tadi pun mencoba menarik mas Fadil. Aku pun mencoba melepaskan tangannya. Sayang, kekuatannya lebih besar dariku. 

"Pak, tolong lepaskan, tolong jangan buat keributan di sini, " ucap bu Ajeng. 

Dalam hati aku berharap pada bu Ajeng, please jangan ada kata memohon. Jika keluar kata itu dari bu Ajeng, yang ada lelaki tak tahu malu ini makin besar kepalanya. 

Ida menghadap kearahku. "Minggir! " ucapnya seraya menyingkirkan teman mas Fadil hingga membuatnya terjatuh. 

Ida memengang tangan kanan mas Fadil, lalu ditekukkan ke belakang. Sementara tangan kanan Ida memengang tangan mas Fadil, tangan kiri Ida menjewer telinga mas Fadil. Seketika itulah mas Fadil melepaskan tarikannya padaku. 

"Aw aw! sakit woy, lepasin, dasar wanita gil*! gendut! burik lagi! "

Disaat seperti itu, masih sempat-sempatnya mas Fadil mengeluarkan kata-kata sampahnya. Dasar laki-laki mulut perempuan. Ekh! 

"Sudah dibilangin jangan buat gara-gara di sini denger nggak! " ucap Ida. 

"Ida, lepaskan, " perintah bu Ajeng. 

Bagaikan pawang. Ida menurut langsung ketika bu Ajeng memerintahnya. 

"Maaf Pak atas ketidaknyamanannya, saya akan urus ketiga karyawan saya ini. Mereka akan mendapatan sanksinya. "

'Waduh! sanksi? ' batinku. 

Mas Fadil merapikan kemejanya. Berlagak sok berwibawa. Huh. 

"Baik, saya permisi. "

Mas Fadil bersama temannya meninggalkan kami. Kali ini ketakutanku benar-benar terjadi. Dia membuat citraku buruk di hari pertama bekerja. Tak hanya itu, dia juga menjadikan bahan tontonan para pelanggan, ditambah akan ada sanksi dari bu Ajeng. Dasar, lelaki pembawa si*l. 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
diah Kurniawan
lemah banget jadi cewek kau Ratna, lebay
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
udah mantan suami ko gk bisa lawan sih qm heran deh makany di tindas am mertua dan suami
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
perempuan tolol dan lemah selalu jadi objek author !!! memuakkan melihat perempuan tolol dan bodoh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status