Share

Komplain

Author: OptimisNa_12
last update Last Updated: 2022-07-02 06:23:23

#HDMS

Part 4 Komplain

Kami berlari sekencang mungkin menuju mobil. Takut-takut kalau mas Fadil ataupun security di kantor ini mengejar, karena ulah Ida. 

Aku senang melihat mas Fadil begitu kesakitan karena tamparan Ida. Itu berarti tanpa aku harus mengotori tanganku, mas Fadil mendapatkan karma atas ucapannya. 

"Ida? ngapain kamu di situ? " ucap Dina melihat Ida yang duduk di kursi belakang. 

"Ya Allah! keliru, " ucapku. 

"Buruan tuker, keburu datang orangnya, " perintah Dina. 

Saking buru-burunya kami berlari, hingga tak sadar bahwa aku yang seharusnya duduk di kursi belakang malah tertukar dengan Ida yang harusnya duduk di kursi depan setir. Ida pun segera menghidupkan mesin mobilnya lalu kami pun pergi meninggalkan kantor ini. 

"Kamu kenal sama pria tadi? " tanya Ida ditengah perjalanan. 

"Kenal banget Da, kenal luar dalam malah, hahaha, " sahut Dina. 

Ida menoleh kearah Dina yang duduk di sebelahnya. Sekejap Dina langsung menghentikan tawanya. "Maksudnya apa Din? " tanya Ida. 

"Cuma masa lalu doang. "

Aku tersenyum lebar ketika Ida melihatku dari kaca mobil di atasnya. Mungkin dia merasa belum puas dengan jawaban Dina. Sementara aku hanya terdiam saja, toh memang benar yang dikatakan Dina, bahwa mas Fadil memang hanya masa laluku. 

#

Suasana di warung makan saat ini tak begitu ramai. Karena setelah jam makan siang lewat biasanya hanya ada beberapa pelanggan saja. Dan akan kembali ramai saat menjelang sore hingga malam, disaat orang yang pada umumnya pulang kerja atau waktunya makan malam. 

Tak lama setelah kami sampai di warung makan, ternyata mas Fadil beserta seorang laki-laki mendatangi warung makan kami. Terlihat raut wajahnya yang penuh emosi, dia berjalan menghampiri bu Ajeng yang berdiri di dekat meja kasir. 

Sementara aku yang tadinya ingin kearah tempat makan buru-buru kembali ke dalam, takut kalau mas Fadil melihatku. Aku berdiri dan mengintip di dekat pintu pembatas antara tempat makan dan dapur. 

"Selamat siang, " ucap mas Fadil. 

"Siang, ada yang bisa saya bantu? " balas bu Ajeng ramah. 

"Saya mau komplain! "

Aku terkejut, mataku membelalak mendengar ucapan mas Fadil. Aku yakin dia akan mengadu soal tamparan yang melayang di pipinya. Ada rasa takut tersendiri, karena meskipun bukan aku pelakunya namun aku berada di tempat kejadian. Bisa gawat kalau dia menyebut namaku lalu berbicara buruk tentang diriku pada bu Ajeng. 

"Kenapa Mbak? "

"Astagfirullahaladzim! "

Aku terkejut. Tiba-tiba Dina muncul dari belakangku. Sebenarnya Dina ini posisinya sebagai kasir, tapi entah darimana dia bisa muncul tiba-tiba. 

Tapi dengan ini aku menyadari, jika tadi Dina berada di meja kasir disaat mas Fadil datang, aku yakin tanpa basa-basi pasti mas Fadil pasti langsung menerkamnya. Sudah jadi kebiasaanya, jika emosi sudah di ubun-ubun, perilaku dan mulut samp*hnya pasti tak terkendalikan. Buruk! 

"Tuh! " menunjuk kearah mas Fadil. 

"Oh, terus kenapa? "

"Kok kenapa sih? dia itu mau komplain, jangan-jangan soal Ida yang menamparnya tadi. "

"Halah, kita adepin aja, sebentar, " meninggalkanku. 

Dina begitu tenangnya, sementara aku ketakutan luar biasa. Jika mas Fadil membuat citraku buruk di hari pertama kerja, kalau aku punya motor sudah ku tabrak dia, tak peduli dengan hukum di negeri ini. 

"Mana orangnya? "

"Heh, mau ngapain? heh? Ida? Da?! "

Tiba-tiba Ida keluar dari dapur menghampiri mas Fadil, disusul Dina yang berada di belakangnya. Aku berusaha menahanya tapi sayang mereka tetap berjalan dan menghiraukan ucapanku. 

Terpaksa aku mengikuti mereka. Sebenarnya malas, malas mendengarkan ucapan mulut samp*hnya mas Fadil. 

Sekejap suasana warung terasa agak kacau. Karena suara mas Fadil yang lumayan keras, membuat para pelanggan melihat kearah kami. 

"Nih! dia orangnya! " ucap mas Fadil menunjuk kearah Ida. 

"Apa?! " bentak Ida. 

Terkejut bukan main. Ada benarnya dia dijuluki kill*r oleh Dina. Dia yang akan di komplain tapi dia sendiri berani menghadapinya. Nggak mau kalah lagi. Keren. 

Wajah mas Fadil berubah menjadi ciut seketika. Yes! aku yakin dia ketakutan. Tentu saja, dulu ketika aku masih menyandang status istrinya, disaat ibu ataupun Sandra marah kepadanya, raut wajahnya sekejap langsung menciut. 

Hanya pada diriku sajalah dia tak pernah merasa ketakutkan ketika aku marah. Yang ada dia malah makin marah. Huh. Selemah itukah diriku?  

Mas Fadil menghampiriku yang berdiri di belakang Dina. 

"Aaa ... Aduh aduh duh! " 

Mas Fadil menarik jilbabku tangan kirinya. "Heh! Wanita si*lan! Harusnya kamu itu dibuang jauh ke laut! " ucapnya. 

Sontak lelaki yang membersamainya sedari tadi pun mencoba menarik mas Fadil. Aku pun mencoba melepaskan tangannya. Sayang, kekuatannya lebih besar dariku. 

"Pak, tolong lepaskan, tolong jangan buat keributan di sini, " ucap bu Ajeng. 

Dalam hati aku berharap pada bu Ajeng, please jangan ada kata memohon. Jika keluar kata itu dari bu Ajeng, yang ada lelaki tak tahu malu ini makin besar kepalanya. 

Ida menghadap kearahku. "Minggir! " ucapnya seraya menyingkirkan teman mas Fadil hingga membuatnya terjatuh. 

Ida memengang tangan kanan mas Fadil, lalu ditekukkan ke belakang. Sementara tangan kanan Ida memengang tangan mas Fadil, tangan kiri Ida menjewer telinga mas Fadil. Seketika itulah mas Fadil melepaskan tarikannya padaku. 

"Aw aw! sakit woy, lepasin, dasar wanita gil*! gendut! burik lagi! "

Disaat seperti itu, masih sempat-sempatnya mas Fadil mengeluarkan kata-kata sampahnya. Dasar laki-laki mulut perempuan. Ekh! 

"Sudah dibilangin jangan buat gara-gara di sini denger nggak! " ucap Ida. 

"Ida, lepaskan, " perintah bu Ajeng. 

Bagaikan pawang. Ida menurut langsung ketika bu Ajeng memerintahnya. 

"Maaf Pak atas ketidaknyamanannya, saya akan urus ketiga karyawan saya ini. Mereka akan mendapatan sanksinya. "

'Waduh! sanksi? ' batinku. 

Mas Fadil merapikan kemejanya. Berlagak sok berwibawa. Huh. 

"Baik, saya permisi. "

Mas Fadil bersama temannya meninggalkan kami. Kali ini ketakutanku benar-benar terjadi. Dia membuat citraku buruk di hari pertama bekerja. Tak hanya itu, dia juga menjadikan bahan tontonan para pelanggan, ditambah akan ada sanksi dari bu Ajeng. Dasar, lelaki pembawa si*l. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
diah Kurniawan
lemah banget jadi cewek kau Ratna, lebay
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
udah mantan suami ko gk bisa lawan sih qm heran deh makany di tindas am mertua dan suami
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
perempuan tolol dan lemah selalu jadi objek author !!! memuakkan melihat perempuan tolol dan bodoh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hinaan dari Mantan Suami   TAMAT

    #HDMSBab 35 TAMATAku masih berusaha untuk bersikap acuh. Aku tak ingin Fadil mendapati kalau diriku bersimpati dengan apa yang menimpanya saat ini. Karena bagiku mungkin saja itu adalah karma yang harus ia terima. Dan aku juga cukup lega lantaran apa yang menjadi dugaanku tadi tidak benar adanya. "Ada satu hal yang ingin aku katakan ke kamu," kata Fadil yang tiba-tiba membuatku terperangah. Duh, mungkinkah dugaanku akan benar? Aku menelan ludahku sendiri. Mendadak sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakan Fadil padaku. "Apa? Cepat ya, gak usah pakai drama!" ketusku dengan masih membuang muka. Meski penasaran dengan apa yang akan Fadil katakan, tetapi di sisi lain aku juga mulai muak dengan keadaan ini. Terlebih aku juga tak ingin jika tiba-tiba aku teringat dengan hal-hal masa lalu kami. Karena bagiku itu sangat menganggu! "Aku masih mencintaimu." Baru satu kalimat saja sudah membuat kedua mataku membulat seketika. Perasaan akan dugaanku terasa semakin nyata. Bagaimana

  • Hinaan dari Mantan Suami   Bertemu Kembali

    #HDMSBab 34 Bertemu KembaliSeperti aktivitasku sebelumnya pagi ini aku mengantar Arsya ke sekolah. "Bunda nanti jemput, ya," kata Arsya. "Iya, InsyaaAllah," balas ku sembari tersenyum. Arsya lalu mencium takzim tangan kananku. Lalu bergegas masuk ke dalam ruang kelasnya. Sebagai ibu aku cukup bangga dan bahagia melihat Arsya di usianya yang sekarang selalu bisa mengerti akan keadaanku. Apalagi semenjak kepergian mas Erlangga ia lah yang kerap menjadi pelipur laraku. "Assalamu'alaikum."Mendadak aku terdiam setelah mendengar seseorang berucap salam di dekatku. Bersamaan dengan itu salah satu tanganku telah berhasil menemukan kunci sepeda motorku. Aku menoleh kearah belakang dimana aku mendengar sumber suara yang barusan berucap salam. Dan betapa terkejutnya aku ketika aku mengetahui siapa orang tersebut. "Fadil?" lirihku sambil menatap wajah mantan suamiku itu. "Assalamu'alaikum Ratna," ucap Fadil lagi. "Waalaikumsalam." Dengan nada sedikit pelan aku membalas salam dari Fadi

  • Hinaan dari Mantan Suami   Rahasia

    #HDMSBab 33 Rahasia Fadil"Rahasia?" aku terkejut setengah mati setelah mendengar bapak akan menjelaskan tentang rahasia Fadil kepadaku. Ya, rahasia dimana mantan suamiku itu ternyata masih menyimpan rasa padaku. Lebih tepatnya ia tak pernah menghilangkan perasaannya terhadapku sekalipun kami telah berpisah. "Dia juga yang ingin melamarmu setelah selesai masa iddahmu waktu itu." Kembali aku dibuat tercengang mendengar bapak berkata demikian. Setelah tiga bulan berlalu entah mengapa bapak mengatakan hal ini padaku. Padahal aku sendiri merasa sudah lebih baik tanpa keberadaan Fadil dan keluarganya. Bapak melanjutkan perkataannya yang mana beliau menjelaskan jika ternyata semua perbuatan jahat Fadil terhadapku bukan semata-mata ia ingin menyakitiku. Bukan karena ia membenciku. Bukan! Melainkan karena ia menuruti perkataan dari bu Susi. Ibu kandungnya sendiri. Waktu itu setelah kembalinya Sandra ke kehidupan Fadil, bu Susi yang memang sejak dulu sangat menyukainya dan berharap ia la

  • Hinaan dari Mantan Suami   Pamit

    #HDMSBab 33 PamitSejenak aku terpaku melihat bu Susi yang sedang duduk di kursi roda dengan keadaan seperti mengalami strok. Benar, tamu yang hadir malam ini adalah Fadil dan ibunya. Tanpa Sandra yang biasanya ikut kemanapun kedua makhluk ini berada. Mm, kemana dia, ya? Jujur ketika melihat Fadil lah yang menjadi tamu yang ditunggu-tunggu ibu sejak tadi membuatku kecewa sekaligus prihatin. Kecewa karena awalnya aku mengira tamu yang dimaksud ibu mungkin adalah saudara jauh kami atau teman lamanya. Sebab, selama ini ibu akan selalu tampak bahagia jika ada saudara atau temannya lah yang akan mengunjunginya. Namun, melihat kondisi bu Susi yang demikian aku juga ikut prihatin. Di sisi lain aku juga bertanya-tanya dengan keadaannya yang sekarang. Pantas saja hampir satu bulan ini aku tak lagi menjumpainya dimana pun. Termasuk saat berbelanja sayur atau acara PKK yang belum lama di gelar. "Duduk, Nduk," pinta bapak yang seketika membuyarkan lamunanku. Tanpa berkata apa-apa aku pun me

  • Hinaan dari Mantan Suami   Dilamar

    #HDMSBab 32 DilamarSuatu hari tak sengaja aku mendapati bapak sedang berbincang-bincang dengan seseorang di teras depan. Karena penasaran aku pun bergegas mengintip dari balik horden jendela yang berada tepat di belakang kursi teras. Dan saat aku mengetahui lawan bicara dari bapak kandungku itu membuatku sangat terkejut sekaligus tak percaya. Siapa lagi kalau bukan mantan terburuk. Fadil. "Mau ngapain lagi tuh mahkluk!" umpatku. Jengkel sekali rasanya melihat Fadil lagi-lagi hadir di rumah ini. Padahal baru beberapa pekan yang lalu ia datang ke sini bersama pak Rt dan bu Rt untuk meminta maaf dan berdamai. Tiba-tiba aku agak terkejut ketika melihat bapak dan mantan menantunya itu tertawa bersama. Sependengaranku mereka berdua tadinya tidak membahas hal-hal yang lucu. Atau aku saja yang tidak terlalu memperhatikan. Namun yang jelas, melihat bapak dan Fadil tertawa bersama seperti itu malah membuatku semakin jengkel jadinya. Sebab itu artinya bapakku sendiri sudah mulai kembali ny

  • Hinaan dari Mantan Suami   Kedatangan Tamu Tak Diundang

    #HDMSBab 31 Kedatangan Tamu Taj Diundang Sudah beberapa hari ini aku kembali mengurung diriku di rumah. Termasuk berbelanja dan mengantar Arsya ke sekolah aku meminta bantuan ke orang-orang yang ada di rumah. Bukan tanpa alasan aku memutuskan hal ini. Sebab, aku hanya ingin lebih menenangkan pikiranku saja. Karena sudah beberapa ini aku merasa Fadil selalu mengganggu. Ahh, kesal sendiri aku jadinya jika mengingat mantan terburuk ku itu. "Ibu atau kamu yang anter Arsya?" tiba-tiba ibuku muncul. Selalu saja pertanyaan ini yang beliau utarakan di setiap pagi. "Ibu saja lah," jawabku malas. Kalau hanya membeli bakso keliling yang biasanya lewat depan rumah aku masih bisa mengiyakannya. Tetapi untuk mengantar Arsya aku masih tak ingin. Bukan karena takut bertemu Fadil, tetapi lebih merasa risih jika melihatnya kembali.Dengan senyum manis ibu lantas pergi meninggalkanku. Aku tahu ibu tidak akan marah dengan sikapku barusan. Sebab aku yakin ibuku itu memahami betul apa yang sedang aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status