Share

2. Zura Taniskha Wijaya.

Selang dua bulan kemudian, gadis itu malah muncul di Inti Global dengan sebuah map cokelat dalam genggamannya. Edric yang masih sangat mengingat wajah itu tidak bisa berbohong bahwa dia terkejut. Gadis itu duduk di salah satu kursi calon karyawan magang yang akan ditempatkan di berbagai divisi.

“Kau mengenalnya?” Edric sengaja keluar dari ruangan dan bebicara dengan Hendry yang selalu stand by di luar. Menunjuk ke dalam ruangan lewat celah transparan berbentuk kotak yang ada di daun pintu.

“Iya, Pak. Dia gadis yang waktu itu.”

“Bagaimana dia bisa ada di sini?” tanya Edric penasaran. Gadis itu tidak membuntuti mereka ‘kan? Dia tidak berencana ingin balas dendam ‘kan?

“Sepertinya dia mengajukan lamaran untuk magang di perusahaan kita dan kebetulan lolos sampai ke tahap ini. Apakah anda ingin saya mengurusnya?” tanya Hendry antusias, seperti mengerti kekhawatiran Edric.

Namun Edric masih memperhatikan ke dalam ruangan. Mengamati gadis yang menurutnya sangat jauh berbeda dengan gadis polos yang dia lihat dua bulan yang lalu. Hari ini dia begitu cantik dan bersinar. Setelan blouse berbahan sifon yang dipadukan dengan celana bahan model pensil, membungkus tubuh mungilnya dengan begitu sempurna.

“Kenapa dia sekarang terlihat sangat cantik?” Edric tanpa sadar bergumam. Alhasil Hendry langsung menoleh dan mengerutkan dahinya. Tunggu-tunggu-tunggu. Apakah bosnya baru saja memuji fisik wanita itu? Jangan bilang dia akan menjadi target Edric yang selanjutnya? Hendry langsung bisa menebak dengan cepat.

“Maaf, Pak?” Hendry ingin berpura-pura bodoh.

“Tidak tidak tidak. Hm. Kau tidak perlu melakukan apa pun selain memastikan kalian tidak akan pernah bertemu. Jangan sampai dia melihatmu.” Edric berucap dengan jelas dan tegas.

Benar ‘kan?! Hendry langsung menepuk jidat. Edric sudah pasti menargetkan gadis itu sebagai mangsa barunya. Ya sudah kalau bos maunya seperti itu. Hendry hanya mengangguk dan perlahan mundur dari posisinya semula. Dia memilih untuk menunggu di ruangannya sendiri. Pria yang lebih tua tujuh tahun dari Edric itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Tabiat bosnya sama sekali belum berubah.

Sementara itu, Ed kembali ke kursinya dan mengawasi proses berjalannya interview. Dia tidak berhenti menatap gadis cantik yang duduk sekitar tiga meter di hadapannya. Pria itu masih belum percaya bahwa gadis itu adalah orang yang sama dengan gadis yang mereka tabrak dua bulan yang lalu.

Ah … Edric tiba-tiba teringat akan info yang pernah diceritakan Hendry. Apakah benar waktu itu ibunya sedang sakit keras sehingga dia meninggalkan rumah sakit dengan terburu-buru? Rasa penasaran Edric membuat jari-jarinya menyentuh map putih yang sudah ia sesuaikan dengan nomor urut gadis itu. Di atasnya terdapat tulisan ‘Zura Taniskha Wijaya’. Hm … nama yang unik.

Dalam diam, Edric membaca CV yang berisikan biodata singkat gadis itu. Zura Taniskha Wijaya. Kelahiran Bandung, usia 20 tahun. Pendidikan terakhir, SMA. Berhenti kuliah di semester empat karena suatu hal. Anak tunggal dan … yatim piatu??

What?? Kepala Edric otomatis terangkat melihat lurus ke depan. Yatim piatu?? Apakah waktu itu … ibunya … benar-benar tidak sempat tertolong?? Shit!

Edric menjadi tidak tenang. Pikirannya mulai terbagi antara percaya dan tidak percaya. Matanya menatap Zura dengan intens. Saat gadis itu bergerak karena sudah mendapat giliran untuk diwawancara, barulah Edric memutuskan kontak. Memilih untuk melihat titik lain di tubuh gadis itu yang tidak kalah menarik, yaitu flat shoes yang berwarna senada dengan blouse-nya. Penampilannya begitu simpel, namun begitu menarik perhatian seorang Edric Goldwin Louis.

Saat wawancara dimulai, Edric tenggelam dalam kemerduan suara Zura sewaktu menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan kepadanya. Ciri khas anak muda, Zura terlihat begitu bersemangat dan enerjik setiap berbicara. Keceriannya sampai membuat seluruh tim penguji sangat betah berlama-lama dengan dirinya.

“Baiklah, pertanyaan selanjutnya. Mengapa kamu memilih untuk bekerja dan menangguhkan perkuliahan kamu?” tanya salah seorang pewawancara dengan antusias. Membuat Zura seketika terdiam. Sepertinya pertanyaan tersebut langsung merubah suasana hatinya yang sudah enjoy sejak tadi.

“Kebutuhan financial, Pak.”

“Kamu hidup sendiri di Jakarta? Atau ....?”

Zura tanpa sadar menggaruk lehernya. Pertanyaan ini terlalu personal untuk ditanyakan di depan umum seperti ini. Dia khawatir para peserta lainnya mengira dia dispesialkan. Waktu interview untuknya saja sudah hampir dua kali lipat dari peserta yang sebelum-sebelumnya.

“M ... harus dijawab ya, Pak?” Zura menyeletuk begitu saja. Tidak ada pilihan lain. Dia tidak ingin mengumbar kehidupan pribadinya tanpa alasan yang jelas. Memangnya kenapa kalau dia putus kuliah dan melamar kerja? Memangnya kenapa kalau dia hidup sendirian? Aneh.

“Kalau ditanya, kamu harusnya menjawab. Itu termasuk ke dalam penilaian interview.”

Kepala Zura refleks menoleh ke arah sumber suara yang barusan dia dengar. Mendapati seorang pria tampan, tipe wajah indo, berkulit putih dan bertubuh tinggi sedang menatapnya dengan intens. Ya, dia lah yang barusan menegur Zura. Pria yang sudah menarik perhatian sebagian besar peserta interview sejak tadi. Termasuk Zura sendiri.

Siapa dia? Batin Zura yang sama sekali tidak mengenal Edric.

“Kamu dengar tidak? Kenapa malah bengong?”

Zura terhenyak. Berkedip sekali untuk memutus lamunan singkat yang sempat tercipta di dalam pikirannya.

“E ... iya.” Zura langsung menjawab pertanyaan yang tadi. “Saya hidup sendiri setelah kepergian ibu saya,” lanjutnya tegas.

“Tidak ada saudara lain?” Another question, of course. Zura sampai tidak tau kapan ini akan berakhir. Apalagi yang bertanya sudah bukan pihak yang berwenang lagi. Sudah si pria tampan itu. Apa sih jabatannya di perusahaan ini?

“Tidak ada, Pak.”

“Kenapa baru terpikir untuk mencari pekerjaan sekarang? Kenapa tidak dari dulu? Atau kenapa tidak nanti setelah lulus kuliah?” Edric sangat haus akan informasi tentang gadis ini. Dia tidak ingin terbeban dengan prasangkanya sendiri.

“Maaf, Pak. Ini sudah menyangkut ranah pribadi saya.” Namun Zura malah terlihat keberatan menjawab pertanyaan yang memang terlalu menjurus. Perasaan itu tidak ada kaitannya dengan job desc-nya.

“Inti Global cukup ketat dalam penerimaan calon karyawan. Sekalipun itu karyawan magang. Sebenarnya pertanyaan seperti ini cukup lumrah dan tidak ada yang terlalu pribadi, karena itu hanya menyangkut motif kamu dalam melamar sebuah pekerjaan. Pasalnya hanya kamu peserta yang tidak menyertakan surat pengantar dari kampus. Hal ini tentu membuat kami harus mengetahui, apakah kamu punya masalah yang cukup serius di kampus sehingga harus out? Atau kamu punya utang yang harus segera dilunasi, sehingga harus memiliki pemasukan yang tetap sekarang? Setidaknya jawaban kamu bisa membantu kami untuk memutuskan, apakah kami harus menerima kamu atau tidak.” Edric semakin mendramatisir.

Raut wajah Zura langsung berubah setelah dibombardir dengan teori yang menurutnya memang cukup masuk akal. Tapi ….

“Saya tidak punya masalah dengan kampus, saya berhenti sesuai dengan prosedur yang ada. Saya ingin bekerja karena saya punya rencana akan melanjutkan kuliah suatu hari nanti, jika tabungan saya sudah cukup. Itu saja, Pak.” Tapi gadis keras kepala itu sepertinya tetap tau batasan untuk tidak membeberkan persoalan pribadinya di depan orang-orang. Jika jawabannya barusan membuat peluangnya untuk diterima menjadi melayang, Zura sudah pasrah. Sampai kapan pun dia tidak akan pernah mengizinkan orang lain tau jika ibunya meninggal karena kebodohanya.

Edric mengusap dagu perlahan. Dia tidak menemukan jawaban yang dia inginkan. Satu-satunya cara adalah meloloskan wanita itu supaya dia mempunyai kesempatan lain untuk melakukan interogasi lebih lanjut.

*****

Komen (4)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
penasaran yah sama gadis kota kembang yang nnti membuat hati s boss berbunga-bunga layaknya anak ABG tp ABG tua .........
goodnovel comment avatar
Power Ranger
okee okeeeeeee
goodnovel comment avatar
Sofi adi
oke wkwkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status