Edric Goldwin Louis, pria tampan blasteran Amerika – Indo yang kini bertugas untuk menggantikan ayahnya, Dominic Ethan Louis, menjadi CEO di perusahaan yang bergerak di industri pulp and paper ternama, yaitu PT. Inti Global Paper. Dominic, di usianya yang sudah menginjak tujuh puluh, lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan berlibur bersama istri cantik yang terpaut dua puluh tahun di bawahnya, Chalondra Chalya Ellordi. Perusahaan resmi menjadi tanggung jawab Edric yang kala itu baru saja mengginjakkan kakinya di usia tiga puluh. Dominic kini hanya bertugas mengawasi dan menjadi penasehat umum di perusahaan yang menjadi peninggalan almarhum ayahnya, Marcus Louis.
Edric, prince charming yang kini menjadi idola para kaum hawa di berbagai generasi. Tidak perduli dia adalah seorang playboy yang gemar berganti pasangan, auranya tetap bersinar di mata banyak perempuan. Bahkan tidak sedikit yang bangga pernah menjadi teman satu malam putera sulung Dominic Ethan Louis tersebut.
Namun hingga detik ini, belum ada satu wanita pun yang berhasil merebut hati sang cassanova. Entah perempuan tipe bagaimana yang dia cari, tidak ada yang tau. Rekan one night stand-nya tidak sedikit yang berasal dari kalangan atas. Cantik, tajir, single, semuanya ada. Dominic sampai kewalahan melihat berita-berita miring yang sering muncul akibat ulah puteranya. Berkali-kali pria tua itu harus turun tangan mencabut artikel yang berisi gosip tentang skandal Edric.
Sepak terjang kisah romansa Edric tentu saja tidak mempengaruhi produktifitasnya dalam bekerja. Kinerjanya tetap oke dan patut diacungi jempol. Dia selalu bisa diandalkan dalam menangani semua situasi yang terjadi di dalam perusahaan. Setidaknya, itulah yang membuat Dominic masih memberi toleransi perihal tabiat buruknya yang suka bermain perempuan.
Seperti sepanjang hari ini, Edric dan asistennya kembali disibukkan oleh jadwal yang cukup padat. Ada dua meeting dan satu seminar yang harus mereka hadiri, yang membuat keduanya mobile dari satu tempat ke tempat lain. Kemacetan jalan raya sedikit mengganggu dan menurunkan mood. Untungnya Edric sangat tau apa yang harus dia lakukan saat situasi sedang macet begini.
“Meeting selanjutnya jam dua siang, Pak. Setengah jam lagi.” Hendry mengingatkan seperti lupa mereka sedang terjebak macet.
“So? What should we do, Hen? Kalau saja kita bisa terbang,” celetuk Edric santai sambil fokus pada layar enam setengah inci dimana dia sedang mengoperasikan sebuah game online.
“Apa saya perlu memberi tahu sekretaris Bapak untuk mengatur ulang jadwalnya?”
“No no no. Saya yakin kita bisa sampai tepat waktu,” jawab Edric lagi, masih sama santainya. Dia tidak suka mengotak-atik jadwal meeting. Baginya itu akan menurunkan nilai kita di mata klien ataupun calon klien.
Hendry akhirnya mengangguk tanda sepakat. Berdasarkan angka hitungan mundur yang ada di bawah lampu merah, seharusnya mereka akan terbebas dari jebakan ini sekitar dua menit lagi. Hendry sudah siap dengan kaki yang berada di atas pedal gas-nya. Kebetulan juga mereka berada tepat di bagian depan. Setelah ini selesai, pria itu sudah berencana untuk melarikan mobilnya secepat mungkin.
Tapi kenyataan yang terjadi sama sekali di luar dugaan. Saat lampu merah di barisan mereka baru saja berganti menjadi hijau dan Hendry sudah menginjak gas sekuat tenaga, sebuah motor matic dari sayap kanan tiba-tiba melintas di detik terakhir lampu hijau di sana berganti menjadi merah. Sebuah kecelakaan pun tidak dapat dihindari. Sepeda motor itu terjatuh tepat di depan mobil Edric.
“Shit!” Edric mengumpat tanpa sadar. Dia sudah latah ingin membuka pintu mobil, namun dia mengingat kalau dia adalah putera Dominic Ethan Louis.
“Turun, Hen!”
Hendry lantas turun dan segera menghampiri motor yang mereka tabrak. Sial! Pengemudinya perempuan dan dia pingsan!! Hendry sedikit gugup karena sejumlah pengendara motor lain ikut berhenti. Tidak ingin membuat keputusan sendiri, dia memilih untuk kembali ke mobil dan memberi tahu Edric untuk meminta saran.
“Bawa dia ke dalam sini. Kita akan bertanggung jawab. Suruh anak buahmu untuk mengurus motornya!”
“Siap!”
Dibantu pengendara lain, Hendry lalu memasukkan wanita itu ke dalam mobil. Edric dengan cekatan memakai rayban dan masker saat dia memberi perintah itu kepada Hendry. Dia tidak ingin dikenali oleh siapa pun. Setelah pintu ditutup, Hendry mengurus sepeda motor yang sudah berpindah tempat ke tepi jalan. Untungnya tidak ada orang jahat di sini. Hendry menitipkan sepeda motor di pos polisi. Anak buahnya akan segera datang untuk mengurus benda tersebut.
Perjalanan menuju rumah sakit terdekat menjadi sangat mencekam karena gadis itu tidur di pangkuan Edric. Khawatir dia akan bangun dan membuat kekacauan lagi. Edric mengamati wajah itu dengan sekasama. Cantik. Polos tanpa sentuhan make up. Hidungnya mancung, alisnya tidak terlalu tebal. Bulu matanya lentik. Bibirnya tipis. Edric menduga gadis ini masih muda. Body-nya terbilang oke untuk gadis seusianya.
Ck! Sempat-sempatnya memuji tubuh perempuan yang sedang pingsan! Rutuk Edric dalam hati. Seharusnya dia memikirkan meeting yang sudah menunggunya di kantor.
Untungnya ketakutan mereka sama sekali tidak terjadi. Gadis itu tak kunjung siuman. Setibanya di rumah sakit, Hendry langsung membawa gadis itu ke ruang IGD agar segera ditindak. Edric sendiri memilih untuk mengurus administrasi. Setelah selesai, dia memerintahkan Hendry untuk berjaga di sana dan dia sendiri langsung berangkat ke kantor.
Waktu berlalu dengan cepat. Sore harinya, sang asisten sudah kembali ke kantor. Edric yang baru saja selesai meeting menyuruhnya untuk segera masuk ke dalam ruangan.
“Pak, tadi gadis itu sudah siuman.”
“Sudah pasti, Hen. Kalau belum, kau tidak mungkin ada di sini. Jadi, apa dia mengatakan sesuatu? Seperti sebuah tuntutan?"
“Tidak, Pak. Dia tidak banyak bicara. Sepertinya dia juga sedang terburu-buru. Kami hanya mengobrol sebentar sebelum saya mengantarkan dia sampai ke parkiran. Motor yang sudah diantar ke rumah sakit masih berfungsi dengan baik,” lanjut Hendry.
“Kamu … tidak membuka identitas kita kepadanya ‘kan?”
“Tidak, Pak. Data bapak di kasir juga aman.”
“Oke. baguslah,” lega Edric. Identitas mereka memang tidak boleh terungkap. Mereka tidak tau siapa gadis itu. Meskipun tadi wajahnya seperti orang baik-baik, tapi semuanya bisa terjadi. Bisa saja ‘kan dia seorang penulis berita di situs online? Bisa rusak nama Inti Global kalau dia membuat berita yang tidak-tidak.
“Tapi, Pak, sepertinya dia tidak sedang baik-baik saja,” ucap Hendry melanjutkan lagi. Masih urung menyudahi laporannya kepada Edric.
“Maksudnya apa, Hen?”
“Tadi, saat dia masih belum sadar, ponselnya yang sedang berada di dalam tas berbunyi terus menerus. Karena takut itu sesuatu yang penting, saya mengambil benda tersebut dan melihat ada belasan panggilan tak terjawab dari sebuah rumah sakit X. Saya sangat yakin itu telepon yang sangat penting. Sehingga, saat ada panggilan selanjutnya, saya memutuskan untuk menjawab saja. Dari percakapan saya dengan pihak rumah sakit tersebut, saya diberi tahu bahwa ibu gadis itu sedang berada dalam ICU dan sedang menunggu untuk ditangani. Rumah sakit belum menindak karena belum ada kejelasan biaya. Sepertinya, tadi siang gadis itu sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk menyelesaikan administrasinya. Tapi … dia malah terlibat kecelakaan dengan kita.”
Hening. Edric memandang Hendry tanpa berkedip. Tidak berani berspekulasi bahwa maksud sang anak buah adalah, jika terjadi sesuatu kepada ibu gadis itu, maka mereka adalah penyebabnya. Mereka lah yang membuang waktu gadis tersebut sehingga berdampak terhadap penanganan ibunya.
“Tapi, saat dia siuman tadi, apa dia mengatakan sesuatu?”
Hendry menggeleng. “Dia langsung bergegegas untuk pergi. Dia juga tidak sempat mengecek isi tasnya.”
Lagi-lagi diam. Sepertinya isi pikiran mereka sama, tapi terlalu enggan untuk mengutarakannya. Takut dugaan mereka justru akan menjadi kenyataan.
“Ya sudah. Semoga ibunya masih sempat ditangani. Saya masih ada pekerjaan, kamu masih ingin melaporkan sesuatu?” Edric memutuskan pikiran buruk itu secepatnya. Memilih untuk berprasangka baik saja.
*****Selang dua bulan kemudian, gadis itu malah muncul di Inti Global dengan sebuah map cokelat dalam genggamannya. Edric yang masih sangat mengingat wajah itu tidak bisa berbohong bahwa dia terkejut. Gadis itu duduk di salah satu kursi calon karyawan magang yang akan ditempatkan di berbagai divisi.“Kau mengenalnya?” Edric sengaja keluar dari ruangan dan bebicara dengan Hendry yang selalu stand by di luar. Menunjuk ke dalam ruangan lewat celah transparan berbentuk kotak yang ada di daun pintu.“Iya, Pak. Dia gadis yang waktu itu.”“Bagaimana dia bisa ada di sini?” tanya Edric penasaran. Gadis itu tidak membuntuti mereka ‘kan? Dia tidak berencana ingin balas dendam ‘kan?“Sepertinya dia mengajukan lamaran untuk magang di perusahaan kita dan kebetulan lolos sampai ke tahap ini. Apakah anda ingin saya mengurusnya?” tanya Hendry antusias, seperti mengerti kekhawatiran Edric.
Rencana Edric meloloskan Zura demi mengetahui kabar ibu dari gadis itu akhirnya membuahkan hasil. Zura sengaja ditugaskan menjadi helper sekretaris Edric yang sedang berbadan dua, yang mobilitasnya sudah sangat terbatas. Alhasil intensitas pertemuan mereka cukup tinggi. Ingat ‘kan Edric sudah menyingkirkan Hendry untuk sementara? Sang asisten hanya bisa ke kantor jika Edric yang meminta. Hanya dalam waktu dua minggu, Edric sudah berhasil mengorek informasi tentang ibu Zura dari gadis itu sendiri.Ketakutan Edric ternyata benar. Hari itu, Zura memang sedang sangat buru-buru karena harus segera membayar deposit rumah sakit. Kalau tidak, ibunya yang sedang mengalami pendarahan di otak, tidak akan ditangani sama sekali. Saat itu Zura baru saja selesai menguras semua uang tabungan miliknya dan uang pensiun sang ibu yang ada di rekening.Namun, kecelakaan itu membuat Zura kehilangan banyak waktu. Saat gadis itu masih belum siuman, ibunya sudah terlanjur dipindahk
“Pak, maaf, mengganggu waktunya sebentar ....”Meeting online Edric mendadak diinterupsi oleh sang asisten pribadi, Hendry. Pria itu terpaksa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Kenapa Hendry berani masuk ke dalam ruangannya di saat dia sedang meeting dengan orang penting? Ada hal urgent apa?“Excuse me, Sir. Give me three minutes.” Edric kemudian memberi kode kepada lawan bicaranya di depan layar sambil menonaktifkan fitur microphone-nya sebentar.“Ada apa, Hen? Kamu tau saya sedang meeting.”“Pak, saya baru mendapat kabar kalau nomor ID kemahasiswaan nona Zura sudah tidak aktif.”“What?” Edric berdiri dari kursinya. Refleks. “Maksudnya bagaimana?”“Sepertinya nona Zura sudah berhenti kuliah, Pak.” Hendry menjawab dengan mantap. Namun jantungnya kini berdetak cepat karena sudah memprediksi reaksi sang bos setelah ini. Benar saja. Raut wajah Edr
Pencarian akan Zura ternyata menjadi sebuah misi yang membuat produktifitas Edric di perusahaan menjadi sedikit terganggu. Dia dan Hendry sibuk mendatangi rumah orang-orang yang dianggap mengenal dan dikenal Zura di masa lalu. Mereka ke rumah orang tua Zura yang dulu dan juga ke apartemen yang diberikan Edric untuknya. Keluar masuk sana sini namun tidak ada yang bisa memberikan petunjuk yang berarti.Edric malahan semakin dibuat bingung dengan adanya saksi yang mengatakan bahwa sebelum Zura meninggalkan apartemen, gadis itu sering membawa laki-laki masuk ke dalam apatemennya. Tak pelak perasaan Edric bagai dihantam batu seberat 1 ton. Apakah Zura berselingkuh?Dan saat pertanyaan konyol itu muncul dalam benaknya, Edric seketika tersenyum miring. Selingkuh? Bukankah Edric sendiri yang menyudahi hubungan mereka?*****Bulan berganti tahun. Edric tetap menjalani kehidupannya yang sedikit banyak sangat terpengaruh atas keperg
Dubai … dua hari kemudian. Edric dan Calvin sudah tiba di apartemen yang menjadi peninggalan buyut mereka, Louis. Dulu, apartemen yang berada di kawasan Marina Dubai itu dihadiahkan Louis kepada sang cucu sebagai hadiah pernikahan, yaitu Dominic. Sempat ingin menolak, namun akhirnya Dominic menerima pemberian mahal ini. Siapa sangka, sepertinya sang kakek memang sudah mempersiapkan semuanya, karena beberapa bulan kemudian, Dominic dan Brandon berhasil menandatangani sebuah kerja sama bisnis dengan salah seorang pengusaha berdarah Indonesia di Dubai. Jadi, apartemen ini benar-benar bermanfaat setiap kali mereka ada kunjungan ke sini. “Brother, sudah selesai belum? Jangan sampai tuan Radesh menunggu kita.” Calvin yang baru saja selesai mandi dan beberes terdengar memanggil Edric yang berada di kamar utama. Sesaat kemudian orang yang dipanggil keluar dengan penampilan yang sudah rapi, layaknya akan bertemu dengan rekan bisnis. “Hahhh, seharusnya kita tid
Zura … Taniskha … Wijaya. Mengapa Edric tidak bisa merasakan apa pun saat mendengar nama gadis itu? Hatinya seperti sudah kebas dihantam rasa rindu dan kesepian. Lagian, benarkah ini Zura yang pernah dia kenal? Mereka seperti dua orang yang berbeda. Zura yang Edric kenal adalah gadis berusia dua puluh tahun, anak kuliah yang lugu dan polos. Sementara, Zura yang ini dari penampilannya saja sudah berbeda. Dia begitu elegan dengan balutan blazernya. Hanya melihat sekilas saja Edric tahu betul, setelan kantor itu berasal dari brand ternama dan mahal. Belum lagi riasan wajah serta tatanan rambut yang membuat wanita itu terlihat jauh lebih dewasa dari usianya yang seharusnya. Bukankah seharusnya dia baru dua puluh lima tahun? What’s going on here? Apa yang telah terjadi? Apa yang sudah dia lewatkan? Edric masih terpaku di tempatnya sambil tidak berhenti menatap wanita itu. “Brother!” Calvin menyikut lengannya. Alhasil itu membuat Radesh tertawa kecil. Edric sendiri
“Brother!” Seruan Calvin serta sikutan sang sepupu di lengannya membuat kesadaran Edric kembali. Pria berkulit putih itu tersentak kecil dan langsung salah tingkah menyadari sekarang Zura dan Radesh sedang melihat ke arahnya.“Kau ingin menambahkan sesuatu?” ujar Calvin lagi, kini dengan anda yang sudah merendah. Sebenarnya, tanpa bertanya pun, Calvin tau Edric akan mengatakan tidak. Dia sangat tau jika sang sepupu tidak fokus dengan rapat mereka sejak tadi. Seandainya bisa, Calvin ingin sekali mengguyur kepala Edric dengan air es yang ada di dalam gelasnya demi mengembalikan kesadaran laki-laki itu.“Ah, tidak. Tidak ada.” Edric menjawab sambil tersenyum tipis. Kan? Dugaan Calvin benar.“Jadi Pak Edric sepakat ya dengan usulan Ibu Zura tadi?” Berbeda dengan Radesh yang sepertinya masih ingin memastikan Edric benar-benar memahami isi meeting mereka. Siapa juga yang tidak sadar jika sedari tadi pria itu seperti terp
Calvin menghela napas lega saat melihat Edric akhirnya muncul dari lift VIP yang baru saja terbuka. Pria itu nyaris kehabisan bahan obrolan dengan Radesh. Namun dia tidak mendapati Zura berjalan bersama Ed. Calvin langsung memahami jika percakapan mereka tidak berjalan dengan baik.“Maaf membuat Pak Radesh menunggu lama.” Edric menghampiri mereka sambil menyampaikan permintaan maafnya.“Tidak apa-apa, Pak Edric. Saya dan Pak Calvin juga sedang asik mengobrol.” Radesh menyahut dengan ramah. “Ah, Ibu Zura-nya ke mana?”“Sedang ke toilet dulu, Pak. Mungkin sebentar lagi akan turun.” Edric hanya mengarang. Hanya kebetulan karena Zura juga tidak ada di sini. Besar kemungkinan gadis itu singgah ke toilet untuk memperbaiki penampilannya.“Ohh,” gumam Radesh. “Ah ya, Pak Edric, tadi saya dan Pak Calvin sudah merencanakan dinner bersama, entah besok malam atau lusa. Semoga Pak Edric tidak keberatan.