Rencana Edric meloloskan Zura demi mengetahui kabar ibu dari gadis itu akhirnya membuahkan hasil. Zura sengaja ditugaskan menjadi helper sekretaris Edric yang sedang berbadan dua, yang mobilitasnya sudah sangat terbatas. Alhasil intensitas pertemuan mereka cukup tinggi. Ingat ‘kan Edric sudah menyingkirkan Hendry untuk sementara? Sang asisten hanya bisa ke kantor jika Edric yang meminta. Hanya dalam waktu dua minggu, Edric sudah berhasil mengorek informasi tentang ibu Zura dari gadis itu sendiri.
Ketakutan Edric ternyata benar. Hari itu, Zura memang sedang sangat buru-buru karena harus segera membayar deposit rumah sakit. Kalau tidak, ibunya yang sedang mengalami pendarahan di otak, tidak akan ditangani sama sekali. Saat itu Zura baru saja selesai menguras semua uang tabungan miliknya dan uang pensiun sang ibu yang ada di rekening.
Namun, kecelakaan itu membuat Zura kehilangan banyak waktu. Saat gadis itu masih belum siuman, ibunya sudah terlanjur dipindahkan dari ruang ICU, ke kamar regular yang minim peralatan yang mendukung. Saat Zura sudah sampai ke rumah sakit, sang ibu sudah sekarat dan sudah tidak tertolong. Gadis itu hanya bisa menangis histeris melihat ibunya pergi karena kebodohan yang dia lakukan.
Sampai saat ini, Zura mengaku belum bisa memaafkan dirinya. Ibunya adalah satu-satunya keluarga yang dia punya. Sejak kecil, Zura hanya tinggal berdua dengan sang ibu yang merupakan seorang pegawai negeri sipil biasa. Dia bahkan tidak tau siapa ayahnya. Menyedihkan. Nasib gadis itu begitu menyedihkan. Namun kehidupan harus tetap berjalan. Zura memutuskan berhenti kuliah untuk sementara. Uang di dalam rekeningnya tinggal sedikit. Satu-satunya cara adalah mencari pekerjaan untuk bisa bertahan hidup.
“Kamu bisa mengandalkan saya.” Janji Edric suatu hari. Janji yang ia utarakan dengan tulus di masa-masa pendekatannya terhadap Zura. Edric tidak berbohong, dia menjadi sangat peduli terhadap gadis yang sudah dia renggut keluarganya itu. Katakanlah waktu kecelakaan itu mereka berada di pihak yang benar, karena jelas-jelas lampu sudah berganti menjadi merah. Namun, melihat Zura lah yang banyak dirugikan di sini, Edric menjadi yakin jika memang mereka lah yang salah. Seharusnya Hendry bisa lebih bersabar dan memastikan sudah tidak ada lagi kendaraan yang tertinggal dari jalur yang sebelumnya.
Berawal dari simpati, berujung pada kisah asmara yang sebenarnya sudah sangat bisa ditebak. Zura juga tidak bisa menyangkal jika perasaannya sudah tumbuh terhadap sang bos. Bagaimana tidak? Perhatian dan kasih sayang Edric membuatnya bisa melupakan kesendiriannya di dunia ini. Hanya saja, mereka harus menyembunyikan ini dari siapa pun karena Zura adalah karyawan Inti Global. Selama ini Edric berkencan dengan orang luar, sehingga sah-sah saja jika terekspos oleh media.
Hubungan backstreet mereka benar-benar bisa tersimpan rapih hingga satu tahun lamanya. Tidak ada satu pun karyawan Inti Global yang menyadarinya selain Hendry. Namun, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Edric tiba-tiba dijodohkan. Ayahnya, Dominic Ethan Louis yang sudah sepuh, merasa harus ikut turun tangan dalam hal memilih jodoh puteranya yang gemar berganti-ganti pasangan.
“Saya akan menikah dengan perempuan pilihan papa.”
Bagai disambar petir di siang bolong, Zura terkejut mendengar keputusan Edric yang di luar dugaannya. Gadis itu tidak mengira jika Edric akan menerima perjodohan itu. Lalu apa kabar dirinya? Apa Edric berencana meninggalkannya?
“Apa keputusan bapak sudah final?” tanya Zura sambil sekuat tenaga menahan air mata. Ah, selama ini dia memang memanggil Edric dengan sebutan ‘bapak’. Tidak ada panggilan manis seperti yang pasangan lain lakukan. Tapi Edric sama sekali tidak keberatan, karena menurutnya panggilan itu tidak terlalu penting. Yang penting adalah perasaan Zura. Itu dulu. Entahlah sekarang. Sepertinya Edric sudah tidak memikirkan perasaan gadis itu lagi saat mengutarakan niatnya menerima perjodohan sang ayah.
“Tapi tenang saja. Sebagai kompensasinya, saya akan menyekolahkan kamu. Kamu bisa memilih di kampus mana kamu akan melanjutkan perkuliahan.”
Demi apa pun, Zura tidak sanggup berkata-kata. Dia sudah memberikan segalanya kepada Edric. Segalanya? Ya. Segalanya. Termasuk kehormatan yang seharusnya dia jaga untuk suaminya kelak. Dia sudah membiarkan Edric menyentuhnya, menikmati tubuhnya. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali.
Kenapa dia terlalu berani melakukan dosa terbesar itu? Karena dulu Edric berjanji akan bertanggung jawab. Edric mengiming-imingi masa depan yang indah bersama Zura. Tidak jarang mereka bermimpi memiliki keluarga kecil dengan dua atau tiga orang anak. Sungguh harmonis. Lalu sekarang pria itu dengan mudahnya mengatakan akan menikah dengan perempuan lain. Apakah selama ini Edric berbohong demi kebutuhan biologisnya? Oh Tuhan!
Zura kehilangan suara untuk mempertanyakan maksud Edric. Harga dirinya benar-benar terluka. Sebanyak apa pun air mata yang tumpah, kenyataannya tidak akan membuat Edric akan tetap berada di sisinya. Mereka ibarat langit dan bumi. Sama sekali tidak ada jalan untuk bersama. Dari segi usia, Zura terbilang masih muda, masih kekanak-kanakan untuk Edric yang sudah memasuki usia matang. Gadis itu juga bukan siapa-siapa bila ingin bersanding dengan putera mahkota seperti Edric. Zura hanya bisa memukul dadanya kuat-kuat untuk meredakan rasa sakit yang kini mendera hatinya sampai ke bagian yang paling dalam.
Edric benar-benar serius dengan keputusannya. Selang sehari dari obrolan terakhir mereka, pria itu menurunkan surat pemberhentian Zura di kantor dengan alasan sang sekretaris sudah tidak memerlukan helper. Edric juga langsung membawanya ke kampus swasta yang cukup terkenal karena Zura tidak kunjung menjawab dia ingin berkuliah di mana.
Bukankah ini terlalu menyakitkan? Gadis itu merasa dibuang setelah Edric mengambil semua apa yang dia mau. Kalau saja gengsi bisa memberinya uang, maka dia tidak akan menerima tawaran kuliah dari Edric. Namun faktanya dia memang ingin kembali ke bangku pendidikan. Bukankah itu alasan utama sehingga dia ingin bekerja dengan segala keterbatasan yang ia miliki?
Sejak hari itu, Edric dan Zura tidak pernah bertemu lagi. Semuanya benar-benar berubah. Zura kembali merasakan pahitnya hidup sendirian. Apartemen mewah yang diberikan Edric kepadanya sebagai tempat tinggal, seakan tidak berarti karena tidak ada pria itu menemaninya. Hidup Zura yang sekarang malahan lebih menyedihkan dibanding bulan pertama dan kedua setelah kepergian mamanya. Dia sudah tidak memiliki apa pun yang berharga. Semuanya sudah habis seperti sampah yang terbuang.
*****
“Pak, maaf, mengganggu waktunya sebentar ....”Meeting online Edric mendadak diinterupsi oleh sang asisten pribadi, Hendry. Pria itu terpaksa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Kenapa Hendry berani masuk ke dalam ruangannya di saat dia sedang meeting dengan orang penting? Ada hal urgent apa?“Excuse me, Sir. Give me three minutes.” Edric kemudian memberi kode kepada lawan bicaranya di depan layar sambil menonaktifkan fitur microphone-nya sebentar.“Ada apa, Hen? Kamu tau saya sedang meeting.”“Pak, saya baru mendapat kabar kalau nomor ID kemahasiswaan nona Zura sudah tidak aktif.”“What?” Edric berdiri dari kursinya. Refleks. “Maksudnya bagaimana?”“Sepertinya nona Zura sudah berhenti kuliah, Pak.” Hendry menjawab dengan mantap. Namun jantungnya kini berdetak cepat karena sudah memprediksi reaksi sang bos setelah ini. Benar saja. Raut wajah Edr
Pencarian akan Zura ternyata menjadi sebuah misi yang membuat produktifitas Edric di perusahaan menjadi sedikit terganggu. Dia dan Hendry sibuk mendatangi rumah orang-orang yang dianggap mengenal dan dikenal Zura di masa lalu. Mereka ke rumah orang tua Zura yang dulu dan juga ke apartemen yang diberikan Edric untuknya. Keluar masuk sana sini namun tidak ada yang bisa memberikan petunjuk yang berarti.Edric malahan semakin dibuat bingung dengan adanya saksi yang mengatakan bahwa sebelum Zura meninggalkan apartemen, gadis itu sering membawa laki-laki masuk ke dalam apatemennya. Tak pelak perasaan Edric bagai dihantam batu seberat 1 ton. Apakah Zura berselingkuh?Dan saat pertanyaan konyol itu muncul dalam benaknya, Edric seketika tersenyum miring. Selingkuh? Bukankah Edric sendiri yang menyudahi hubungan mereka?*****Bulan berganti tahun. Edric tetap menjalani kehidupannya yang sedikit banyak sangat terpengaruh atas keperg
Dubai … dua hari kemudian. Edric dan Calvin sudah tiba di apartemen yang menjadi peninggalan buyut mereka, Louis. Dulu, apartemen yang berada di kawasan Marina Dubai itu dihadiahkan Louis kepada sang cucu sebagai hadiah pernikahan, yaitu Dominic. Sempat ingin menolak, namun akhirnya Dominic menerima pemberian mahal ini. Siapa sangka, sepertinya sang kakek memang sudah mempersiapkan semuanya, karena beberapa bulan kemudian, Dominic dan Brandon berhasil menandatangani sebuah kerja sama bisnis dengan salah seorang pengusaha berdarah Indonesia di Dubai. Jadi, apartemen ini benar-benar bermanfaat setiap kali mereka ada kunjungan ke sini. “Brother, sudah selesai belum? Jangan sampai tuan Radesh menunggu kita.” Calvin yang baru saja selesai mandi dan beberes terdengar memanggil Edric yang berada di kamar utama. Sesaat kemudian orang yang dipanggil keluar dengan penampilan yang sudah rapi, layaknya akan bertemu dengan rekan bisnis. “Hahhh, seharusnya kita tid
Zura … Taniskha … Wijaya. Mengapa Edric tidak bisa merasakan apa pun saat mendengar nama gadis itu? Hatinya seperti sudah kebas dihantam rasa rindu dan kesepian. Lagian, benarkah ini Zura yang pernah dia kenal? Mereka seperti dua orang yang berbeda. Zura yang Edric kenal adalah gadis berusia dua puluh tahun, anak kuliah yang lugu dan polos. Sementara, Zura yang ini dari penampilannya saja sudah berbeda. Dia begitu elegan dengan balutan blazernya. Hanya melihat sekilas saja Edric tahu betul, setelan kantor itu berasal dari brand ternama dan mahal. Belum lagi riasan wajah serta tatanan rambut yang membuat wanita itu terlihat jauh lebih dewasa dari usianya yang seharusnya. Bukankah seharusnya dia baru dua puluh lima tahun? What’s going on here? Apa yang telah terjadi? Apa yang sudah dia lewatkan? Edric masih terpaku di tempatnya sambil tidak berhenti menatap wanita itu. “Brother!” Calvin menyikut lengannya. Alhasil itu membuat Radesh tertawa kecil. Edric sendiri
“Brother!” Seruan Calvin serta sikutan sang sepupu di lengannya membuat kesadaran Edric kembali. Pria berkulit putih itu tersentak kecil dan langsung salah tingkah menyadari sekarang Zura dan Radesh sedang melihat ke arahnya.“Kau ingin menambahkan sesuatu?” ujar Calvin lagi, kini dengan anda yang sudah merendah. Sebenarnya, tanpa bertanya pun, Calvin tau Edric akan mengatakan tidak. Dia sangat tau jika sang sepupu tidak fokus dengan rapat mereka sejak tadi. Seandainya bisa, Calvin ingin sekali mengguyur kepala Edric dengan air es yang ada di dalam gelasnya demi mengembalikan kesadaran laki-laki itu.“Ah, tidak. Tidak ada.” Edric menjawab sambil tersenyum tipis. Kan? Dugaan Calvin benar.“Jadi Pak Edric sepakat ya dengan usulan Ibu Zura tadi?” Berbeda dengan Radesh yang sepertinya masih ingin memastikan Edric benar-benar memahami isi meeting mereka. Siapa juga yang tidak sadar jika sedari tadi pria itu seperti terp
Calvin menghela napas lega saat melihat Edric akhirnya muncul dari lift VIP yang baru saja terbuka. Pria itu nyaris kehabisan bahan obrolan dengan Radesh. Namun dia tidak mendapati Zura berjalan bersama Ed. Calvin langsung memahami jika percakapan mereka tidak berjalan dengan baik.“Maaf membuat Pak Radesh menunggu lama.” Edric menghampiri mereka sambil menyampaikan permintaan maafnya.“Tidak apa-apa, Pak Edric. Saya dan Pak Calvin juga sedang asik mengobrol.” Radesh menyahut dengan ramah. “Ah, Ibu Zura-nya ke mana?”“Sedang ke toilet dulu, Pak. Mungkin sebentar lagi akan turun.” Edric hanya mengarang. Hanya kebetulan karena Zura juga tidak ada di sini. Besar kemungkinan gadis itu singgah ke toilet untuk memperbaiki penampilannya.“Ohh,” gumam Radesh. “Ah ya, Pak Edric, tadi saya dan Pak Calvin sudah merencanakan dinner bersama, entah besok malam atau lusa. Semoga Pak Edric tidak keberatan.
Zura sedari tadi hanya berdiam diri di tengah tiga orang pria yang sedang sibuk membahas trading dan saham. Dia sebagai pendengar mulai bosan karena Radesh kelihatannya sangat nyaman dengan Calvin dan Edric. Zura berniat untuk mencari angin sejenak di luar gedung. Seingatnya, di bagian belakang stage vvip ini ada pintu yang mengarah ke balkon gedung. Dia kemudian berbisik kepada Radesh untuk permisi dan pria itu mengangguk sebagai tanda mengizinkan.Melihat Zura yang bangkit berdiri, perhatian Edric langsung terbagi dari Calvin yang sedang berbicara ‘Mau ke mana dia?’ Batin Edric penasaran.“Ibu Zura mau ke mana?” Mulutnya refleks terbuka dan melontarkan pertanyaan konyol itu. Namun, sedetik kemudian, dia langsung menyadarinya dan mengutuk dirinya. Sebegitu tidak inginnya dia Zura pergi. Ke manapun itu.“Dia ingin mencari angin.” Radesh yang menjawab karena Zura tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Gadis itu seperti tida
Zura merasakan jantungnya berdenyut lebih kencang mendengar bisikan Edric yang begitu persis di telinganya. Dia menegakkan kembali punggungnya dengan tempo yang wajar, karena Calvin masih menunggu jawaban atas pertanyaannya : 'Dia (Edric) bilang apa?'"Dia hanya mengigau dan dia sudah tertidur," jawab Zura. Berusaha membuat Calvin tidak khawatir. Kenyataannya memang Edric terlihat kembali tenang setelah bisikan terakhirnya.Sial. Dia tidur tenang, aku yang berdebar. Zura mengumpat dalam dirinya sendiri. Dibuangnya pandang ke arah jendela mobil. Debar-debar di dalam dadanya sekarang ini persis seperti debaran saat pertama kali Edric sering menggodanya di kantor dulu. Saat sang bos mulai menunjukkan perhatian lebih yang tidak pernah dia duga.Hufffff. Semakin sesak dadanya mengingat hal tersebut. Karena pikiran Zura sudah langsung melompat ke satu tahun setelahnya. Saat Edric tiba-tiba membuangnya karena sebuah perjodohan.Kedua mata Zura tidak dapat berboh