Share

7. Who are you?

Zura … Taniskha … Wijaya. Mengapa Edric tidak bisa merasakan apa pun saat mendengar nama gadis itu? Hatinya seperti sudah kebas dihantam rasa rindu dan kesepian. Lagian, benarkah ini Zura yang pernah dia kenal? Mereka seperti dua orang yang berbeda.

Zura yang Edric kenal adalah gadis berusia dua puluh tahun, anak kuliah yang lugu dan polos. Sementara, Zura yang ini dari penampilannya saja sudah berbeda. Dia begitu elegan dengan balutan blazernya. Hanya melihat sekilas saja Edric tahu betul, setelan kantor itu berasal dari brand ternama dan mahal. Belum lagi riasan wajah serta tatanan rambut yang membuat wanita itu terlihat jauh lebih dewasa dari usianya yang seharusnya. Bukankah seharusnya dia baru dua puluh lima tahun?

What’s going on here? Apa yang telah terjadi? Apa yang sudah dia lewatkan? Edric masih terpaku di tempatnya sambil tidak berhenti menatap wanita itu.

“Brother!” Calvin menyikut lengannya. Alhasil itu membuat Radesh tertawa kecil. Edric sendiri terpaksa berdehem untuk menutupi rasa malunya.

“Maaf. Senang bertemu dengan anda, Nona Zura.” Edric mengulurkan tangannya ke hadapan Zura dan sengaja menekankan suaranya saat menyebutkan nama gadis itu. Saat Zura menyambut uluran tangannya dan kedua kulit tangan mereka bersentuhan, seluruh tubuh Edric bagaikan disengat listrik bertegangan tinggi. Sekelebat memori akan manisnya kisah mereka berdua bermunculan secara bergantian di dalam otaknya, layaknya video yang diputar dengan kecepatan tinggi.

“Mohon kerja samanya, Pak Edric.” Zura berucap dengan sopan sambil sedikit mengangguk. Setelah itu dia berusaha melepaskan tautan tangan mereka. Genggaman Edric terasa begitu kuat dan Zura merasa tidak nyaman.

Calvin mendesah pelan menyadari tingkah Edric sejak tadi. Usianya dan Edric hanya berjarak satu tahun saja. Selain sebagai saudara sepupu, mereka juga sudah lama menjadi teman dekat. Tentang Zura ini, Calvin pun sudah tau. Dia saja sangat terkejut melihat gadis itu ada di sana. Apalagi Edric, abang sepupu yang dia ketahui sudah mencari gadis itu sampai frustasi.

“Baiklah. Karena bapak-bapak sudah berkumpul di sini, saya sebagai moderator akan membuka pertemuan ini.” Yonathan akhirnya bersuara setelah merasa sesi perkenalan itu sudah cukup. Edric, Calvin, Radesh dan juga Zura kembali duduk di kursi masing-masing.

Perhatian Edric tidak terlepas dari Zura. Saat Yonathan mempresentasikan hasil kerja sama mereka selama satu semester yang baru saja selesai. Memang pertemuan ini diadakan setiap enam bulan sekali karena Edric dan Calvin juga memiliki kesibukan di perusahaan masing-masing. Terakhir kali, Radesh masih ditemani oleh Direktur Pemasaran yang lama. Yang usianya sangat jauh di atas Zura. Apakah Zura tidak terlalu muda untuk memegang jabatan sekelas direktur utama pemasaran?

“Maaf, Pak. Bisa slide-nya dimundurin lagi? Ada yang ingin saya tanyakan.” Suara Zura terdengar, memecah lamunan Edric yang sama sekali tidak fokus pada Yonathan. Bahkan warna suara gadis itu pun berubah menjadi lebih berat dan dalam. Lebih dewasa.

“Oh, baik, Bu.” Yonathan memundurkan slide sampai Zura memberi instruksi untuk berhenti.

“Nah, yang ini. Melihat grafik penjualan kita selama enam bulan terakhir dan juga berdasarkan data yang saya pelajari selama perusahaan ini berdiri, penjualan kita selalu baik. Belum pernah ada penurunan. Sama sekali. Produk tissue kita juga termasuk di jajaran brand terbaik di Dubai. Saya selaku direktur pemasaran yang baru merasa termotivasi sekaligus tertantang. Karena, selain bertugas untuk mempertahankan ini, saya ditantang untuk membuat gebrakan baru agar kita bisa melangkah lebih baik lagi dari angka ini.”

“Nah, pemikiran yang baik.” Radesh menanggapi sambil mengangguk-angguk.

“Apakah itu berarti Nona Zura sudah memikirkan bagaimana langkah kita ke depannya?” Calvin menimpali. Untungnya meeting ini tidak terlalu formal. Jadi pembahasan bisa saling tumpang tindih. Tidak ada yang melarang.

“Ini juga kalau bapak-bapak setuju. Selama ini kita hanya berkutat di target pasar makro seperti hotel dan restoran. Kita sama sekali belum menjamah target menengah ke bawah karena mindset kita adalah, produk kita mahal karena kualitas nomor satu. Tapi, seperti yang sudah kita ketahui, sekarang Dubai itu sedang disorot dunia karena destinasi wisatanya. Semakin banyak orang yang ingin datang kemari dengan latar belakang yang bervariasi. Tiket Indonesia - Dubai pun sudah mampu dijangkau oleh mereka yang bergaji under sepuluh juta. Belum lagi ada fasilitas bayar dengan credit card. Semuanya menjadi semakin mudah."

....

"Kita sudah tidak bisa lagi hanya memandang ke atas. Kita harus mulai memikirkan apa yang bisa kita ambil dari keberagaman wisatawan ini. Saya berpikir untuk membuat sebuah produk dengan kualitas medium, dengan memanfaatkan bahan recycle."

"Recycle? Bukankah itu melanggar prinsip kerja sama kita?" Edric spontan menanggapi. Mereka tidak pernah mendaur ulang sampah kertas hvs untuk dijadikan sebuah produk. Baik di Inti Global, Cakrawala maupun di Eco. Kualitas produk adalah nomor satu.

"Seharusnya tidak, Pak. Saya sudah membaca kontrak kerja sama Radesh Corp dan Eco Paper sejak puluhan tahun yang lalu. Di sana hanya membahas tentang produk yang dibuat harus dari bahan virgin, alias pulp murni. Namun, tidak ada poin yang membahas tentang produk recycle dan larangan untuk memproduksinya."

Edric menatap ke samping dimana Calvin sepertinya pun sedang berpikir.

"Saya bisa menunjukkan poin yang saya maksud di kontrak kerja sama kita yang baru saja di update dua tahun yang lalu." Sepertinya Zura sudah memperkirakan reaksi Edric. Dia sudah membawa kontrak kerja sama mereka. Yang asli, bukan copy-an. Hal ini cukup membuat Edric bertanya-tanya bagaimana Zura bisa dipercaya membawa berkas penting itu keluar dari brankas perusahaan? Se-percaya itukah Radesh kepadanya?

Setelah Zura menunjukkan poin yang dia maksud, gadis itu kembali meluncurkan pendapatnya karena melihat Edric dan Calvin diam tak berkutik.

"Selama ini 'kan kita hanya memproduksi tisu dengan jenis facial, bathroom roll, hand towel dan napkin untuk hotel dan juga restoran. Bagaimana kalau kita mulai memproduksi tisu dengan jenis travel pack seperti brand lain punya? Sekarang sudah tidak jaman lagi orang bepergian membawa sapu tangan atau handuk. That’s why tisu travel pack sangat laku di Dubai yang iklimnya panas ini."

"Tapi seperti yang anda katakan, sudah banyak produk serupa dari brand lain." Edric kembali menyela.

"Benar, Pak. Tapi brand ECO kita 'kan sudah punya nama. Terkenal sebagai tisu hotel yang high quality. Sama seperti bantal dan sprei hotel, orang awam punya mindset kalau bantal dan sprei hotel itu berbeda dengan bantal dan sprei yang ada di rumah sendiri. Kalau tidur di kasur hotel sensasinya berbeda dengan tidur di kasur yang ada di rumah. Imej 'hotel' itu pula lah yang bisa kita bawa ke produk baru kita. Orang yang sudah sering memakai tisu ECO, pasti sudah tau jika kita punya kualitas."

"Sudah memperkirakan resikonya?" Edric sangat paham maksud Zura. Tapi tentu saja gadis itu harus tau ada nama baik yang harus dijaga. "Sudah memperkirakan reaksi mereka saat sadar bahwa kualitasnya berbeda?" sambung Edric.

"Di sini saya tidak bermaksud ingin menciptakan produk jelek, Pak Edric. Harap dipahami lagi, medium. Bukan low quality." Zura mulai terlihat tidak sabaran. "Saya yakin semua orang juga tau, untuk produk bagus pasti ada harga. Ketika muncul produk ECO dengan harga yang masih terjangkau di pasaran, itu artinya kita sudah menurunkan sedikit standar kualitasnya. Sedikit ya, tidak banyak. Tapi tetap masih lebih bagus dari brand lain."

Radesh sedari tadi hanya mendengar tanpa terlihat ingin menimbrung. Dia malahan menanti tanggapan Edric dan juga Calvin terhadap ide pengembangan produk anak buahnya.

"Bagaimana Nona Zura bisa yakin kalau produk ini akan membawa keuntungan kepada perusahaan?" Sekarang Calvin yang bertanya. "Apakah sudah ada gambaran strategi marketingnya? Mengingat di luaran sana sudah banyak brand kompetitor dengan harga yang bisa dibilang sangat murah. Bagaimana strategi perang kita dengan mereka, apa sudah dipikirkan?"

"Sudah, Pak. Sudah sempat brain storming dulu dengan tim pemasaran di Radesh Corp. Tapi masih belum jauh mengingat bapak-bapak belum tentu setuju."

"Coba jelaskan sedikit."

"Baiklah. Jadi seperti yang saya katakan tadi, hal pertama yang harus kita lakukan adalah membuat orang-orang tau bahwa selama ini kita sudah eksis di segmen hotel dan restoran. Mungkin nanti di iklan komersialnya bisa ditampilkan sedikit produk kita yang ada di Burj Khalifa atau Burj Al Arab. Setelah itu kita akan ...."

Edric mendengarkan penjelasan Zura dengan seksama. Gadis itu terlihat sangat serius. Tidak ada yang tau jika sekarang Edric sedang terhipnotis dengan cara Zura berbicara dan oleh setiap kata yang terucap dari bibir wanita itu. Dari mana dia belajar marketing bisnis dan public speaking yang bagus seperti ini? Apa yang dia lakukan setelah meninggalkan Jakarta? Apakah dia kuliah tentang bisnis? Karena sangat tidak mungkin pola pikir dan skill yang seperti ini bisa dia dapat dalam waktu sekejap.

Pasti ada orang yang mendukungnya habis-habisan sehingga bisa sampai di tahap ini. Tapi siapa? Dan kenapa? Sungguh beruntung Zura dipertemukan dengan orang tersebut. Lihatlah, gadis yang dulu hanya bekerja sebagai helper sekretaris di perusahaannya itu kini telah berubah menjadi pemangku jabatan yang cukup penting di Radesh Corp. Direktur Pemasaran? Bukankah itu artinya nasib omset perusahaan ada di tangannya? Sungguh, nasib seseorang memang tidak bisa ditebak.

*****

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Baha Mat
katanya gratis tapi kenapa Masih perlukan join untuk buka bab seterusnya
goodnovel comment avatar
Nellaevi
mungkin Zura bertemu dgn ayah kandungnyaa?
goodnovel comment avatar
Diah Widyatie
hai dik author OotBaho...sy hadir ya (Ig Widyatiediah)... seru jg nih sepertinya novel ini... semoga sesukses novel Dominic Chalondra ya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status