Share

6. Hal yang mengejutkan.

Dubai … dua hari kemudian.

Edric dan Calvin sudah tiba di apartemen yang menjadi peninggalan buyut mereka, Louis. Dulu, apartemen yang berada di kawasan Marina Dubai itu dihadiahkan Louis kepada sang cucu sebagai hadiah pernikahan, yaitu Dominic. Sempat ingin menolak, namun akhirnya Dominic menerima pemberian mahal ini.

Siapa sangka, sepertinya sang kakek memang sudah mempersiapkan semuanya, karena beberapa bulan kemudian, Dominic dan Brandon berhasil menandatangani sebuah kerja sama bisnis dengan salah seorang pengusaha berdarah Indonesia di Dubai. Jadi, apartemen ini benar-benar bermanfaat setiap kali mereka ada kunjungan ke sini.

“Brother, sudah selesai belum? Jangan sampai tuan Radesh menunggu kita.” Calvin yang baru saja selesai mandi dan beberes terdengar memanggil Edric yang berada di kamar utama. Sesaat kemudian orang yang dipanggil keluar dengan penampilan yang sudah rapi, layaknya akan bertemu dengan rekan bisnis.

“Hahhh, seharusnya kita tidur dulu seharian, Vin. Kepalaku masih pusing akibat mabuk dua hari yang lalu.” Edric berbicara sambil menyetel arloji mahalnya ke setelan waktu Dubai. Jika sekarang adalah pukul delapan pagi, itu artinya di Jakarta sudah jam sebelas siang. Indonesia lebih cepat tiga jam dari tempat ini.

“Seharusnya kau tau diri untuk tidak mabuk-mabukan jika sudah ada rencana flight panjang. Tante sampai menitipkanmu kepadaku. Padahal, dari segi usia, seharusnya kau lah yang menjagaku di sini, selaku kakak yang paling tua.” Calvin terawa mengejek sambil berjalan ke arah pintu. Kartu akses sudah ada di tangannya dan mereka siap-siap keluar dari tempat itu.

“Fathan sudah di bawah?”

“Sejak satu jam yang lalu.”

“Kenapa dia selalu kepagian? Apa dia bertengkar dengan istrinya lagi?”

“Mungkin. Atau bisa jadi dia sudah tidak sabar mendapat cinderamata darimu. Ha-ha-ha.” Calvin tertawa puas. Cinderamata yang dia maksud adalah tip yang selalu diberikan Edric kepada supir berdarah Indonesia-Arab tersebut. Fathan adalah supir perusahaan yang selalu ditugaskan untuk mengantar jemput Ed dan Calvin selama berada di Dubai.

Turun dari gedung berlantai delapan puluh biasanya memakan waktu sekitar lima menit. People come in and out. Edric sampai tidak sabar karena baginya ini melelahkan. Terlalu banyak orang kaya di negara ini. Sampai-sampai lift VIP pun tidak ada gunanya. Semua pengunjung sepertinya menyandang status sebagai penghuni ekskekutif, seperti mereka berdua.

Setibanya di loby, Fathan terlihat sudah menunggu di salah satu sofa yang ada di lounge. Pria berkulit sawo matang itu melambaikan tangan ke arah mereka.

“See? Dia sangat bersemangat. Dia siap menerima lembaran dolar darimu.”

“Ck!” Edric berdecak menanggapi gurauan Calvin yang disampaikan lewat gumaman.

“Good morning, Gentleman. So glad to see you again.” Fathan menyapa dengan semangat yang patut diacungi jempol.

“Kau bisa berbahasa Indonesia saja seperti biasanya. Sehat ‘kan, Tan?” Calvin menepuk pundak Fathan dengan ramah sebelum dia dan Edric masuk ke dalam jok belakang mobil.

“Alhamdulillah, Bos. Sehat,” jawab pria itu seraya nyengir kuda. Setelah Edric dan Calvin masuk, dia pun kembali ke kursi kemudinya.

Perjalanan menuju kantor berlangsung hening. Dulu, saat Dominic dan Brandon membangun kerja sama dengan oang tua Radesh di Dubai, mereka membangun satu kantor kecil sebagai perwakilan Inti Global dan Cakrawala di sana. Tidak ada direktur, atau CEO. Hanya ada penanggung jawab yang menjadi perpanjangan tangan mereka dengan pihak keluarga Radesh selama Dom dan Brandon berada di Jakarta. Penanggung jawab itu ditugaskan untuk menangani hal teknis di lapangan, seperti mengawasi barang yang baru tiba di pelabuhan, maupun di bandara serta memastikan proses pengantaran ke pabrik keluaga Radesh berjalan dengan baik.

Namun, setelah bertahun-tahun kemudian, bisnis mereka semakin berkembang. Kini kantor kecil itu sudah menjadi bangunan besar yang lebih layak. Hal ini dikarenakan proses produksi yang sudah dipindah ke Dubai. Dulu, Dom dan Brandon memproses semuanya di Jakarta dan barang yang dikirim ke Dubai adalah produk jadi, tinggal jual. Setelah melihat ternyata banyak kekurangan di sana-sini, mereka pun merubah sistem. Produksi dilakukan di Dubai, mereka hanya mendatangkan bahan baku yang berkualitas dari Jakarta.

Pada akhirnya, setelah sepuluh tahun bisnis mereka berjalan, Dominic dan Brandon memutuskan untuk memberikan nama pada gedung tersebut. Caranya? Dengan membentuk satu perusahaan baru yang akan menjadi milik mereka bersama. Eco Paper. Setelah itu, di mata rekan bisnis mereka yang ada di Dubai, tidak ada lagi Inti Global, tidak ada lagi nama Cakrawala. Yang ada hanya Eco Paper.

“Tuan Radesh sudah sampai di kantor. Pak Yonathan baru saja mengirim pesan.” Calvin bersuara. Membuat konsentrasi Edric yang sedang membaca berita seputar Dubai pagi ini menjadi terbagi.

“Sepertinya orang-orang terlalu bersemangat pagi ini. Apa hanya aku saja yang masih ingin tinggal di apartemen dan tidur?”

“Ha-ha-ha. Bersemangatlah, brother! Malam ini kita akan ke club. Aku akan tutup mulut kalaupun kau akan mabuk!” Calvin membuat gesture mengunci bibirnya sebagai lambang dia berjanji tidak akan mengadu kepada orang tua Edric.

Tidak berapa lama kemudian, mereka tiba di pelataran gedung berlantai empat tersebut. Di Dubai yang dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit, gedung ini memang terbilang kecil dan tidak seberapa. Namun jika ditanya soal nama dan omset, tidak perlu diragukan lagi. Mereka tidak kalah terkenal bila dibandingkan dengan perusahaan industri lokal lainnya.

Saat memasuki loby, Edric dan Calvin langsung disambut oleh direktur dan jajarannya. Tidak banyak, tapi cukup menggambarkan bahwa perusahaan ini sudah memiliki struktur yang lengkap meskipun hanya sebatas pelaksana. Semua keputusan dan approval masih ada di tangan Edric dan juga Calvin.

“Selamat datang Pak Edric dan Pak Calvin. Tuan Radesh sudah ada di lantai tiga.” Yonathan, si manajer bisnis menyapa tanpa basa-basi terlebih dahulu. Cukup paham bahwa Edric bukan tipe yang suka membuang-buang waktu. Lihat lah, yang tersenyum hanya Calvin.

Mereka naik lift selama sekian detik menuju lantai tiga. Hanya sebentar, mereka sudah berada di depan sebuah ruang meeting. Saat Yonathan membuka pintu, yang bernama Radesh itu sudah ada di sana bersama seorang perempuan.

Apa … Edric tidak salah lihat?

Radesh dan perempuan itu spontan berdiri melihat orang yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Sama seperti Edric, gadis itu pun sempat menunjukkan ekspresi terkejutnya. Tapi tidak lama. Dia langsung bisa mengubah ekspresinya dalam hitungan detik.

“Halo, Tuan Radesh, terima kasih sudah bersedia menunggu.” Edric mengulurkan tangan ke arah Radesh dan disambut baik oleh pria berusia lima puluh itu.

“Ah, tidak jadi masalah. Senang bisa bertemu kembali dengan Pak Edric dan Pak Calvin.” Radesh tersenyum penuh arti. Setelah menyambut Calvin juga, laki-laki itu memperkenalkan seseorang yang berdiri di sampingnya.

“Hari ini, saya didampingi oleh Direktur Pemasaran Radesh Corp yang baru. Mulai sekarang, beliau lah yang akan berhubungan dengan bapak-bapak sekalian perihal kerja sama kita ke depannya. Perkenalkan, Nona Zura Taniskha Wijaya.”

Edric meneguk ludahnya sambil menatap lurus ke dalam manik hitam legam milik wanita yang berdiri di seberang meja. Apakah ini mimpi? Setelah empat tahun mencari ke seluruh pelosok Indonesia dan tidak ada hasilnya, kenapa mereka justru bertemu di tempat ini?

*****

Komen (2)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
jodoh GK kemana biar dilubang semut sekali pun ttp jodoh
goodnovel comment avatar
Nellaevi
jeng..jeng jeng...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status