Fien Clark hanya berceloteh, tapi tak perduli dimana Alice berada. Karena sangat letih dan mengantuk, Fien segera berganti pakaian. Ia juga menyempatkan diri untuk melihat pakaian Alice apakah masih pada tempatnya.
"Terserah, yang penting aku mau istrirahat," ujarnya dan menarik selimut miliknya. Tak lama kemudian, ia mulai mendengkur dan tertidur sangat pulas.
Fien Clark bangun dan meregangkan otot lehernya. Ia merasa lelah, tapi setidaknya ia memiliki tidur yang cukup karena ia bahkan bangun kesiangan. Ia merasa tak masalah karena memang hari libur.
Akan tetapi ia sangat terkejut dengan kondisi rumah yang masih sangat berantakan.
"Kemana perempuan sialan itu? Apa dia benar-benar minggat?" gerutunya dan mencarinya ke dapur hingga di kolong mejanya.
Lalu Fien Clark teringat dengan gudang penyimpanan barang Erick di sudut ruangan di sisi kamar mandi.
Alice sedang menggigil kedinginan karena suhu tubuhnya yang sangat tinggi. Ia mer
Fien Clark menuju sebuah perusahaan untuk mengajukan tawaran menjalin kerjasama dengan perusahaan yang kini ia kelola. Ia telah melakukan perombakan nama dari Good Corporation menjadi Hip Hip Corporation. Ia juga telah mengubah management sedemikian rupa sehingga terlepas dari campur tangan ayahnya, Tuan Fernandez.Kali ini, ua menemui Tuan Barenzki Rudolf. Dia adalah pemilik perusahaan besar infrastruktur pertanian yang menjadi incaran Fien Clark untuk menjalin kerjasama yang lebih bergengsi. Ia akan merangkul perusahaan besar itu untuk meluncurkan sebuah produk baru yang belum pernah diproduksi sebelumnya.Tawaran itu adalah memproduksi sebuah alat multiguna yang memudahkan para petani mengolah pupuk organik secara praktis dan mudah hanya dengan limbah tumbuhan. Alat itu akan sangat praktis dan murah sehingga sangat terjangkau untuk petani skala apapun memproduksi pupuk pertanian mereka sendiri dengan aman dan ramah lingkungan.Fien Clark telah mendapatkan fil
Kedua mata Alice membola karena perintah Fien Clark yang tak masuk akal. Hanya dengan sebungkus mie instan haruskah ia menuruni lantai tiga puluh satu dan mengendarai taksi dua puluh menit untuk membeli mie instan? Lalu kembali sekitar tiga puluh menit kemudian, ini sungguh tak masuk akal."Kenapa? Aku berhak untuk mendapatkan pelayanan dari koki andalanku. Pergilah dan beli mi instan itu," katanya sembari mengeluarkan sebuah kartu untuk pembayaran."Baik, tentu saja aku akan pergi," kata Alice dengan wajah kesal dan sedikit marah.Fien tersenyum smirk melihat bagaimana Alice sewot ketika pergi. Lalu dengan santai ia duduk di kursi makan dan menyeret sepiring nasi dan lauk yang telah Alice masak untuknya. Ia makan dan menghabiskan menu itu dengan lahap."Lumayan," ujarnya dan bersendawa karena kenyang.Dalam empat puluh menit Alice tiba dengan sekantung kecil mie instan. Ia juga membeli saus tomat dan daun bawang untuk menambah rasa.Bergegas
Sayangnya, Fien masih terjebak dalam kemarahannya terhadap Alice. Ia hanya terobsesi untuk menjadi superior dan menginjak harga diri wanita yang membodohi dirinya.Setelah kejadian di ruang kerjanya, Fien kembali dingin dan tak perduli dengan Alice."Malam ini, pesta sampaign akan berlangsung. Pakailah pakaian ini sekarang." Fien menyodorkan sebuah mini dress berwarna coklat emas.Alice menerimanya, tapi pakaian itu tampak terlalu ketat dan terbuka."Fien, ini...," Alice ingin protes karena ia tak menyukai pakaian yang terlalu vulgar tersebut."Pakai saja, kau tak punya pilihan. Aku tak mengijinkan," ketusnya.Alice terpaksa menurut. Ia akhirnya mengenakan pakaian tersebut dan memoles wajahnya dengan make up sederhana.Tubuh Alice terbalut dengan sempurna. Ia melangkah menghampiri Fien yang sudah siap dengan setelan tuksedonya."Fien, aku alergi dingin. Bagaimana bisa kau membuatku berpakaian seperti ini?" Alice membuat ops
Untungnya Antonio bergerak cepat dan berhasil menyelesaikan misinya untuk menyimpan gambar-gambar Alice dengan aman."Maaf?" Antonio pura-pura bodoh dan menatap bingung pada Fien Clark.Fien Clark melangkah maju merebut ponsel Antonio. Iapun segera menghapus seluruh foto Alice di ponsel tersebut."Apa yang kau lakukan dengan foto para gadis-gadis ini?" tanya Fien Clark kemudian."Hmm, pakaian yang dikenakan sangat unik dan mengisnpirasi, jadi aku berniat untuk mengabadikan momen ini.""Lupakan, ini area pribadi kami, tak seorangpun yang boleh mengambil gambar di tempat ini.""Baiklah, maaf."Perbincangan singkat diantara mereka cukup menarik perhatian. Sementara Alice bersemu merah karena harus memakai balon kecil tersebut.Grace melihat Alice tersenyum puas karena beberapa balon kecil itu meletus di tubuhnya. Ia juga melihat pakaian Alice berada di atas meja di dekat toilet. Dengan sekali gerakan ia membuang pakaian Alice ke l
Alice mulai terbatuk-batuk di dalam mobil karena AC yang dingin menusuk kulitnya. Fien hanya melirik sepintas dan mempercepat laju mobilnya. Lagi-lagi ia bersikap emosional dan kasar terhadap Alice.Ia tak perduli saat Alice mendekap tubuhnya karena kedinginan. Padahal, perjalanan pulang membutuhkan waktu yang cukup lama.Uhuk uhuk. Alice merasa alerginya mulai kambuh dan menyiksa. Terasa sesak di dada dan selalu ingin batuk."Fien, bisakah kau mematikan AC? Aku kesulitan bernapas," keluhnya.Fien Clark tak menjawab, ia hanya menggerakkan tangannya untuk mematikan AC dan membuka sedikit kaca jendela mobilnya."Terima kasih," kata Alice lemah."Siapa lelaki itu sebenarnya?" Fien membuka percakapan."Entahlah, dia adalah saudara sepupu Sherly dan juga teman Lucy. Kenapa?""Kenapa katamu? Kurasa kau juga berbohong tak mengenal pria itu ya? Seperti kau berbohong kepadaku bahwa kau tak mengenal Erick saudaraku?""Fien, masala
Alice menghentikan taksi tak jauh dari rumah kantor milik Fien Clark. Ia hendak memindahkan barang ke rumah kost untuk bersama Violet lagi. Tak banyak yang bisa ia ceritakan kepada Violet kecuali karena hendak berhenti bekerja atas permintaan Fien Clark.Alice tak akan berterus terang dengan Violet kondisinya sekarang ini. Yang jelas, Fien Clark tak tahu kalau ia sudah meninggalkan rumah itu."Violet, apakah kau di rumah?" Alice menghubungi Violet ketika sudah di jalan."Aku? Aku sudah pulang ke desa Alice. Aku baru akan kembali setelah lima bulan mendatang. Apa yang terjadi?"Alice menjadi gugup karena tak menyangka Violet sudah kembali ke kampung halamannya. Saat ini ia tak membawa uang kecuali sekitar lima puluh dolar di dompetnya. Sayangnya kartu peninggalan Erick telah ia tinggalkan di kamar Fien. Ia tak mungkin kembali menemui Fien Clark."Sial, kemana aku akan pergi? Aku tak mengenal seorangpun di kota ini untuk menumpang," sesalnya.
Malam semakin larut, Alice duduk di emperan sebuah toko. Ia baru saja membeli sebungkus roti seharga satu dolar untuk makan malam, dan sebotol air mineral ukuran sedang.Tadi ia sudah berupaya untuk mencari pekerjaan di beberapa toko makanan atau restoran. Sayangnya ia belum beruntung untuk mendapatkan pekerjaan. Besok ia masih akan melanjutkan melamar pekerjaan di area pertokoan yang lain. Sebab, ia mungkin akan kehabisan persediaan uang kalau sampai tak mendapatkan pekerjaan.Alice mengunyah roti itu perlahan. Udara malam yang semakin dingin membuatnya batuk beberapa kali. Ia menahannya dan menebalkan mantelnya dan bersembunyi di tempat yang lebih hangat."Ini adalah takdirku, Erick. Setelah kepergian mu aku merasa kehilangan segalanya." ujarnya sembari mengunyah roti dengan isian coklat leleh tersebut.Sementara itu Fien telah kembali ke rumahnya dengan kecewa. Eddie juga kembali dengan hasil yang nihil. Tak seorangpun yang bisa ditanya tentang k
Antonio merasa sesak saat memikirkannya. Bagaimana kalau adik perempuan satu-satunya itu memang benar di tangan pembunuh?"Ayah, lakukan sesuatu secepatnya jika itu benar-benar adikku," pinta Antonio memohon ayahnya.*Fien gelisah tak bisa memejamkan matanya. Ia melihat perkiraan cuaca yang cukup dingin di luar sana. Cuaca dingin berada pada temperatur rendah sekitar dua derajat Celcius. Ia teringat bahwa Alice alergi dingin. Bagaimana jika dia sampai kedinginan dan sakit karenanya?"Alice, kemana sebenarnya kau ini?" Fien menegakkan punggungnya tak jadi menarik selimut untuk tidur. Membayangkan Alice meringkuk sendiri dalam dingin ia bergidik ngeri. Ia mulai berpikir keras kemungkinan dimana Alice berada. "Kenapa kau tak menghubungiku dan minta dijemput?" gumamnya. Fien mencoba menghubungi Alice tapi tak bisa terhubung sejak siang tadi.Fien mengambil jaketnya dan keluar dari kamar tidurnya. Ia bisa melihat Grace terlelap di sebuah sofa di ruang