Share

HMT 8 - TAMU TAK DIUNDANG

“Kau baru bangun?”

Anna tersentak ketika dia melihat Pamela yang masih terjaga di dapur. Anna menghampirinya dengan tatapan setengah mengantuk, tapi juga setengah menahan rasa pusing di kepala.

“Kau belum tidur, Mom?” Anna melirik jam di nakas yang telah menunjukkan angka satu.

“Aku akan tidur sebentar lagi setelah menyelesaikan ini. Kau tahu mereka menyukai roti lapis buatanku dan memesannya lagi untuk dua hari mendatang,” kata Pamela senang.

“Aku ikut senang mendengarnya, Mom. Katakan padaku jika kau memerlukan bantuan.”

Pamela mengangguk, lalu ikut bergabung dengan Anna merebahkan dirinya di sofabed.

“Kau pulang dalam keadaan mabuk, Anna,” kata Pamela memulai obrolan, lalu menyingkirkan rambut-rambut halus yang menutupi mata Anna sebelum melanjutkan perkataannya.

“Aku tidak pernah melihatmu pulang dalam keadaan tidak sadarkan diri seperti itu, Sayang. Ada apa sebenarnya?”

“Tidak ada, Mom. Aku hanya salah menegak whiskey yang berkadar alkohol tinggi. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi. Kuharap aku tidak mengatakan hal-hal aneh selama aku mabuk.”

“Aku pikir tidak,” sahut Pamela. “Katanya kau cukup tenang untuk ukuran orang mabuk.”

“Benarkah? Tapi, aku tidak yakin. Chris bahkan pernah mengungkitnya saat acara promnite semasa SMA dulu,” lanjut Anna.

“Chris?” Pamela mengulangi kata-katanya. “Kau pergi bersama Chris ke bar?”

Anna mengangguk. “Ya. Chris mengundangku ke acara temannya di The Baxter Inn sepulang dari kedai. Apakah dia tidak mengatakan apa-apa padamu?”

Pamela mendadak membungkam. Wanita itu seolah dipaksa untuk menggabungkan serpihan memori yang tentu tidak mungkin semudah itu dilupakannya. Dia merasa seperti ada sesuatu yang tidak sinkron antara ucapan Anna dan kenyataan yang dialaminya beberapa saat lalu.

“Mom? Kenapa kau tiba-tiba diam?” tanya Anna merasa heran. Anna mengubah posisi tubuh rebahannya menjadi duduk—menatap Pamela dengan penuh rasa was-was terhadap apa pun yang mungkin diperbuatnya selama dia tidak sadarkan diri.

“Apakah Chris mengatakan sesuatu padamu, Mom? Tidak apa-apa katakan saja,” ulang Anna sekali lagi.

Pamela menggeleng. “Sebetulnya aku merasa aneh. Kau bilang kalau kau pergi bersama Chris, tapi kenapa orang lain yang mengantarmu pulang?”

“Orang lain? Siapa?” Anna kembali bertanya.

“Andrew. Bahkan dia pula yang menggendongmu sampai ranjang.”

Anna melebarkan matanya. Seorang billioner sekelas Andrew Lewis rela melakukan semua itu untuknya? Sepenting apa dirinya sampai membuat pria berkelas seperti Andrew Lewis melakukan semua itu?

“Mom, apa kau yakin dia Andrew? Maksudku bisa saja kau setengah mengantuk dan kesulitan mengenali orang,” tanya Anna lagi masih setengah tidak percaya.

“Umurku mungkin sudah tidak muda, tapi mengenali wajah siapa yang menggendong putriku jelas aku sangat bisa. Apa kau pikir aku serabun itu?” Pamela memprotes tidak terima.

“Maafkan aku, Mom. Tapi, aku sama sekali tidak pergi bersamanya. Lagi pula, …."

Anna tercekat. Dia tiba-tiba teringat. Mereka memang tidak pergi bersama, tapi mereka tidak sengaja bertemu di sana. Tapi, kenapa? Kenapa Andrew Lewis melakukan semua ini? Lalu, Chris Rowell? Di mana pria itu semalam? Kenapa bukan pria itu yang mengantarnya pulang? Ini benar-benar gila. Ini sungguh tidak masuk akal.

***

Dear Anna,

Setelah melihat antusias pembaca terhadap naskah Anda yang berjudul HOLD ON, maka Anda berkesempatan kami undang untuk menjadi salah satu keluarga full time writer yang terpilih. Silahkan klik tautan di bawah ini untuk melihat keuntungan apa saja yang akan Anda peroleh selama menjadi full time writer. Jika Anda tertarik balas email ini dengan melampirkan kartu tanda pengenal beserta dokumen pendukung mengenai diri Anda.

Anna membulatkan matanya setengah tidak percaya sehingga membacanya beberapa kali. Tidak hanya naskahnya saja yang diterima beberapa waktu lalu, tapi sekarang justru tawaran untuk menjadi seorang penulis tetap pun datang kepadanya. Antara percaya dan tidak, Anna melonjak kegirangan bukan main. Anna menyambar benda pipih yang sedari tadi sengaja dia abaikan di atas ranjang dan memulai berselancar ke aplikasi di mana naskahnya itu bertempat tinggal.

Kembali Anna terbelalak. Dua puluh ribu pembaca dan belum ada satu minggu Anna publish di sana. Antusias pembaca pada penulis pendatang baru seperti dirinya ternyata tidak main-main. Anna sendiri pun tidak menyangka naskah erotis hasil olahan tangannya cukup disukai.

Keberhasilan didapat karena usaha dan kesabaran, Anna mempercayai itu. Tanpa pikir panjang lagi Anna membalas email itu beserta dokumen yang diminta dengan satu kali klik. Dia bahkan tidak berhenti tersenyum karena senangnya.

“Selamat pagi, Anna.”

Anna tertegun. Belum selesai Anna membereskan pertanyaan di kepalanya semalam, pagi ini Andrew Lewis telah kembali duduk di sana dengan secangkir kopi di tangan. Pria itu melempar senyum pada Anna yang cukup untuk membuat hati wanita mana pun meleleh, tanpa terkecuali dirinya. Andrew Lewis mendekat dan mendorong tubuh Anna untuk bergabung dengannya di meja makan.

“Sarapan itu penting, Anna,” cetus Andrew Lewis lagi tanpa mengurangi senyumnya. “Apa tidurmu semalam nyenyak? Apakah kepalamu masih sakit?”

“Apa urusan Anda tidak bisa ditunda sampai harus datang kemari sepagi ini, Tuan Andrew?” tanya Anna tanpa sedikit pun menggubris pertanyaan Andrew Lewis. Anna menatap tanpa berkedip pria disampingnya. “Apartemen ini bukan kedai kopi yang setiap Anda butuh kopi bisa langsung Anda dapatkan secara gratis.”

Andrew tertawa mendengarnya. Baru kali ini ada wanita yang bertanya seperti itu padanya.

“Bibi Pamela yang mengundangku masuk, Anna. Kau boleh protes padanya.”

Anna beralih pandangan ke ibunya. Pamela hanya mengangguk membenarkan perkataan pria itu.

“Tapi, bukan berarti Anda menerima setiap tawarannya, kan?” lanjut Anna masih tidak terima.

Andrew Lewis terdiam. Diam-diam dia membenarkan perkataan Anna. Memang sulit sekali menolak tawaran Pamela beberapa saat lalu dan itu diakuinya. Tidak tahu kenapa sejak dia membawa pulang Anna semalam mendadak keinginan untuk berada di dekat wanita itu semakin dalam.

“Ehem—” Anna berdehem. Dia menunggu jawaban Andrew Lewis. “Bahkan Anda kesulitan untuk menjawab pertanyaan saya,” tukasnya lagi.

Andrew Lewis menggeleng menyerah. “Baiklah aku akan pergi dari sini, tapi—” Pria itu sengaja menjeda kalimatnya. Dia membalas tatapan Anna sejenak kemudian memalingkan wajahnya ke Pamela.

“Boleh aku pinjam putrimu sebentar, Bibi Pamela. Ada banyak sekali yang harus kami bicarakan berdua. Dan aku tidak bisa mengatakannya di sini.”

Pamela mengerjap. Berdiam diri sejenak untuk mengatasi keterkejutannya dan beberapa saat kemudian dia menganggukkan kepala memberikan izin. Tanpa sedikit pun mempedulikan Anna yang bersiap untuk memrotes atas keputusannya.

“Mom?!” Anna melebarkan matanya karena tidak percaya. “Are you kidding me?”

Sungguh aneh. Mendadak bibir Anna membungkam dengan sendirinya. Anna seperti seorang penurut dan menuruti semua yang ibunya katakan. C’mon! Apa yang terjadi padamu, Anna? Apa yang membuat mulutmu terkatup hingga tak berdaya seperti ini?

Anna kembali tidak mengerti. Dia hanya bersikap pasrah dalam diam mengikuti Andrew Lewis yang tengah mendorong tubuhnya menuju pintu meninggalkan apartemen.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status