Malam yang semakin dingin dengan sayup-sayup suara rintik hujan yang mulai mengguyur seluruh penduduk Ibu Kota yang masih berada diluar sana meski jalanan sudah tidak lagi padat. Dengan segelas teh hangat yang menemaniku melihat indahnya pemandangan kota malam hari yang diterangi oleh cahaya lampu hias kota yang menyilaukan mata. Tak lama suara pintu yang terbuka setelah suara akses kartu yang berhasil diterima membuatku segera memalingkan kepalaku dan menangkap sesosok pria yang tersenyum ketika menyadari keberadaanku. Ia kemudian menutup dan mengunci pintu terlebih dahulu sebelum berjalan mendekatiku sembari membuka jasnya satu-persatu. "Kenapa belum tidur, Baby?" Tanya Rayes yang kemudian duduk persis di sebelahku. Matanya yang berbinar menatapku dengan sangat lembut. Ia tampak senang mendapatiku masih terjaga di jam yang seharusnya menjadi jam petualangku di dunia mimpi. "Aku menunggumu, Daddy. Daniel sedang tidur di kamarnya sendiri. Pekerjaan apa yang Daddy berikan padanya? K
"Aku tidak percaya begitu melihat namamu ada di daftar manifest-ku malam ini, Baby. Bisa-bisanya Rayes tidak berkata apapun tentang hal ini." Kesal Roger di cabin pesawatnya. "Aku juga tidak tau akan menumpang di pesawatmu, Roger." Jawabku ragu.Tentu saja ragu. Sekarang aku tengah duduk di jumpseat, kursi yang berada di cabin pesawat yang letaknya tepat di belakang kemudi pilot beserta co-pilotnya bekerja. Selain hanya aku dan Roger, keberadaan kopilotnya yang berada diantara kami berdua membuatku ragu menyapa Roger dengan sapaan yang semestinya. Meski kopilotnya terlihat sedang berusaha mengacuhkan keberadaanku dengan memperhatikan instrumen pesawat miliknya."Did you just called me by my name, Baby Girl?" Tanya Roger yang kini menatapku kesal.Aku menantang balik tatapan Roger sembari melirik ke arah kopilotnya beberapa kali. Mengingat ada orang lain selain kami berdua, bagaimana bisa dengan mudahnya mulut Roger menyapaku dengan sapaan itu?!"Oh, Felix kenalkan. Ini Anna, dia Suga
"Oh, jadi begitu ceritanya." Gumam Papaku yang sudah paham setelah semalam suntuk aku dan Daniel menceritakan kejadian yang tidak sebenarnya terjadi di ruang keluarga rumahku."Jadi gosip itu benar?" Sinis Niel kemudian."Sudah kubilang benar. Aku tidak tau kenapa aku bisa suka dengan pria dewasa seperti dia. Tapi yang jelas, semenjak aku melarikan diri dan menghilang dari kejaran Liam, Daniellah yang tidak berhenti mencari keberadaanku." Jelasku sekali lagi."Lalu Nak Daniel sudah kenal Anna sejak kapan?""Saya sering melihat Anna waktu rapat besar di perusahaan, Bu. Saya terpikat dengan keanggunan dan keuletannya mengurusi Tuan Alex waktu itu." Bohong Daniel."Oh begitu. Kalau boleh tau Nak Daniel jabatannya apa?""Saya General Manager di salah satu anak perusahaan Tuan Rayes dalam bidang keamanan gedung, Pak.""General Manager?" Kaget Papa dan Mama bersamaan.Aku melirik kaget Daniel. Sejak kapan Daniel memegang jabatan seperti itu? Apa ini yang dimaksud dengan latar belakang yang
Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari saat suara pintu gerbang rumahku terbuka dan terkunci kembali. Aku bangun dari tempatku bersantai di dalam kamar Nathaniel yang hangat. Menunggunya di balkon sepanjang malam bukanlah cara yang tepat kecuali aku mau mencari penyakit karena angin malam yang terasa sangat dingin sampai menusuk tulang. Tidak lama berselang, suara langkah kaki Niel mulai terdengar sebelum pintu kamarnya terbuka. "Apa yang kamu lakukan?" Sinisnya begitu melihatku sedang berbaring di kasurnya. "Aku mau bicara." Pintaku yang segera duduk di pinggir kasur. "Tidak perlu. Kau sudah mendapatkan restu Papa Mama, kau tidak perlu restuku." Ucap Niel yang berusaha mengacuhkan keberadaanku. "Iya tapi aku tetap mau bicara." "Aku capek." Jawab Niel singkat sembari melepaskan semua pakaiannya kecuali pakaian dalamnya. Melihat pemandangan erotis yang Niel seperti ini bukanlah menjadi sesuatu yang tabu untukku karena sudah terlalu sering aku melihatnya. "Niel, dengarkan aku
Aku dan Daniel tiba di rumah setelah seharian berkeliling mencari kebutuhan resepsi kecil-kecilan kami yang akan berlangsung bulan depan. Tidak semewah cerita dongeng, pernikahanku hanya dihadiri oleh keluarga besarku yang ikut terkejut akan keberadaanku yang sudah kembali kerumah setelah Papa dan Mama menceritakan kejadian lengkapnya kepada mereka berdasarkan pengakuan palsuku dengan Daniel. "Kamu capek sayang?" Tanya Daniel yang bersimpuh di depanku yang sedang duduk dan merentangkan seluruh tangan hingga kakiku yang terasa keram dan kesemutan."Hm-mh." Gumamku saat Daniel mulai melepas satu persatu sepatu heels yang kugunakan seharian."Sudah lama sekali rasanya tidak melihatmu memakai sepatu tinggi ini. Apa kakimu tidak apa-apa?" Daniel memperhatikan tumit kakiku secara bergantian dengan seksama."Tidak apa. Badanku belum terbiasa beraktifitas padat seperti tadi, jadi rasanya capek sekali.""Semalam juga tidurmu kurang kan? Bagaimana akhir pembicaraan dengan Kakakmu? Apa berjalan
"Jadi sebenarnya apa yang terjadi? Aku tidak percaya kau bisa menaklukkannya. Nathaniel juga sama keras kepalanya sepertiku, bahkan sepertinya dia lebih parah." Tanyaku pada Daniel di perjalanan kami pulang kembali ke Ibu Kota di keesokan paginya. Tadi malam aku memilih untuk meninggalkan Nathaniel dan Daniel yang malah sibuk berdua di taman belakang rumahku. Keduanya terlihat jauh lebih akrab dibandingkan sebelumnya. Apalagi pagi harinya, Nathaniel ikut mengantar keberangkatanku ke bandara dengan Papa dan Mama. Ia bahkan sempat memelukku singkat dengan wajahnya yang masih menyimpan rasa gengsi. Namun jauh berbeda saat ia bersalaman dengan Daniel. Ia bahkan memeluk singkat calon suamiku itu! Daniel hanya terkekeh mendengar pernyataanku barusan. "Kami para laki-laki punya cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah. Yang penting sekarang Niel sudah merestui hubungan kita." Daniel mengusap-usap pipiku lembut. "Serius?!" Kagetku. Daniel mengangguk kecil berkali-kali. Aku tersenyum b
Pagi yang cerah saataku bersama dengan Rayes, Roger dan Daniel sedang duduk bersama di rooftop cafe yang terkenal akan keindahan pemandangan kotanya dengan makanan yang cukup enak. Rayes memesan satu area yang akan menjadi tempat kami bertemu dengan anak-anak Roger dan Rayes yang sedang berpacaran. Jujur saja aku sangat gugup begitu tau akan bertemu kembali dengan Alexandre dan Gwen setelah semua kebaikan yang mereka berikan padaku dulu. "Itu mereka." Bisik Rayes yang sedang duduk disebelah kiriku. Roger dan Daniel yang duduk di sebelah kananku segera melihat ke arah yang Rayes tunjuk, tidak terkecuali aku. Dan untuk pertama kalinya aku melihat Alex yang berpenampilan jauh lebih berwibawa dari yang terakhir kali aku melihatnya. Sedangkan Gwen masih tampak mengagumkan seperti sebelumnya. Ia tampak mengalungkan lengannya pada lengan Alex yang berjalan beriringan disebelahnya. "ANNA?!" Pekik Alex saat ia menyadari keberadaanku yang tengah duduk diantara Ayah mereka. "Hai." Tanganku m
"Alexandre Rayes, dengarkan aku!" Sentak Gwen yang menatap Alex dengan tegas.Alex terdiam tidak membalas. Ia tampak terkejut dengan sikap Gwen yang mendadak berubah menjadi lebih tegas dari biasanya."Papamu punya latar belakang yang berbeda dengan Papaku. Dengan perbedaan masalah itu mereka memiliki satu kesamaan. Mereka masih mau mempertahankan rumah tangganya meski sudah retak dan tidak bisa kembali utuh. Bedanya, Papamu masih begitu mencintai Mamamu, dengan segala kekurangannya. Apa kamu tidak kasihan dengan usaha keras mereka selama ini?" Kesal Gwen."Maafkan aku Tuan Rayes, tapi kalau aku berada diposisi istrimu juga aku pasti akan memintamu mencari penggantiku. Daripada aku harus mengetahui kalau suami yang sangat kucintai sudah menyentuh wanita yang tidak jelas diluar sana." Bela Gwen."Tapi Gwen, apa kamu tidak geli melihat ting-""Alexandre Rayes! Jangan menghina seseorang hanya karena kamu tidak berada di posisi yang sama dengan mereka! Kamu tidak tau usaha apa yang sudah