Tidak terasa sudah seminggu aku menjalani masa orientasiku dengan sangat baik. Adeline puas akan kinerjaku terlebih Rayes yang puas akan pelayananku. Aku sudah membantunya mewujudkan setiap fantasi liarnya di kantor, lebih tepatnya di ruang kerjanya tanpa dicurigai oleh Adeline sama sekali.Kini aku kembali dipertemukan dengan Alexandre selama hampir 2 minggu aku tidak bertemu dengannya. Dan pimpinan langsungku itu, Alex, sedang duduk menikmati kopi yang kusajikan di meja tamu kantor Gerald, Ayahnya."Baiklah, Alex. Papa rasa Anna sudah siap menemanimu bekerja mulai hari ini. Mulai sekarang, Papa harap kamu bisa lebih meningkatkan kinerjamu dengan bantuan Anna." Ucap Rayes setelah menikmati segelas teh peppermint yang juga hasil buatan tanganku.Aku kembali berdiri tegak di belakang Alex berada."Sure, Pa. Thank you. Aku akan berusaha lebih keras lagi supaya Papa punya waktu lebih banyak bersama Mama di rumah. Papa tidak udah khawatir." Senyum Alex.Mataku segera bergerak cepat meliri
Siang bergati malam. Kini aku sedang menunggu kehadiran Roger di saat Alex sedang sibuk memesan makan malam. Aku tidak bisa membantah permintaan pertama Alex yang kini menjadi atasanku langsung. Aku hanya bisa meminta Roger memenuhi permintaan egoisku yang satu ini. Dan untungnya Roger memahami kondisiku."Halo. Good evening, Anna." Sapa Rayes dari arah belakangku.Aku terperanjak kaget dan segera berbalik menatapnya yang tersenyum melihat ekspresiku."Halo, tidak salah lagi. Kamu pasti teman Anna. Alexandre Rayes." Sapa Alex yang segera berdiri dan menyalami Roger."Roger Cliff. Oh? Teman?" Tanya Roger yang langsung melirikku."Tunggu. Roger Cliff? Apa Gwen Cliff adalah anakmu?""Hm? Dari mana kamu mengetahui Gwen?" Roger langsung mengalihkan pandangannya pada Alex dengan ekspresi bingungnya.Alex segera tertawa kecil. "Aku pacar anakmu, Tuan Cliff. Astaga dunia ini begitu sempit.""Oh, astaga. Halo, senang bertemu denganmu. Tolong jaga anakku dengan baik." Balas Roger segera menepuk
"Baby! Kemana saja. Daddy sudah menunggumu dari tadi." Ucap Rayes yang melihatku masuk ke dalam apartemen."Sebentar Daddy. Aku akan membersihkan diri. Be joining soon!" Balasku seraya berlari meninggalkan Rayes yang tengah duduk di ruang keluarga sembari menonton televisi dengan tablet kerja di pahanya."Hati-hati sayang. Ini lantai marmer."Kuacuhkan teriakannya dan lebih memilih segera membuka pakaian dan membasuh tubuhku yang dipenuhi aroma maskulin Roger. Tidak lupa aku membersihkan bagian bawahku yang sudah basah kuyup akibat permainan tangan Roger yang sangat terampil. Setelah kuyakini sudah bersih dan terbebas dari aroma Roger, aku segera memakai baju seadanya dan bergabung dan menonton siaran berita internasional disamping Rayes."Bagaimana hari ini? Apa Alex menyulitkanmu?" Tanya Rayes yang mengasingkan tabletnya kemudian merangkulku."Tidak Daddy. Alex tipikal orang yang harus melihat langsung. Akan lebih mudah baginya untuk mengerti situasi dan kondisi di lapangan dari pad
Kutepis segala macam pikiranku mengenai apa yang Roger ucapkan padaku tadi pagi. Aku harus fokus! Pagi ini aku harus kembali mengajari Alex banyak hal. "Selamat pagi, Anna." Sapa Alex saat aku membuka pintu kantornya. "Eh? Selamat pagi, Tuan Alex. Maaf aku terlambat." Ucapku yang segera beranjak ke mini bar dan membuatkannya segelas kopi. "Tidak, Anna. Aku yang kepagian. Tidak sabar untuk segera melanjutkan pelajaran darimu. Setelah makan malam, aku semakin bersemangat." "Hm? Memangnya ada apa, Tuan?" "Bertemu dengan orang tua kekasihku membuatku ingin segera bekerja dan memantaskan diri. Setidaknya aku harus tampil lebih mengagumkan lagi. Aku ingin membuat orang tua Gwen menyukaiku." Cengirnya dengan semangat membolak-balikkan sebuah dokumen. "Dengan senang hati aku akan membantumu." Kekehku yang kemudian memberikannya segelas kopi hangat untuk menemani semangatnya. "Terima kasih, Anna. Oh iya, tolong berikan laporan ini untuk Papaku dan olong catat apa saja yang masih kurang."
Rayes sudah terlanjur memasukkan miliknyanya tanpa membungkusnya terlebih dahulu. Aku menyesali atas ucapca yang keluar dari mulutku barusan. Tidak seharusnya aku mendundangnya tanpa meyakinkannya aman terlebih dahulu. Bayangan Violla seketika menghujamiku. Aku takut akan bernasib sama dengannya jika tidak hati-hati.Tapi segala macam kekahwatiranku sirna sejalan dengan suhu panas yang Rayes salurkan padaku dari bawah sana. Hujaman dan hentakan lembut yang perlahan mengeras membuatku mengesampingkan akal sehatku demi mempertahankan suara kenikmatan yang berkali-kali hampir lolos dari mulutku."Baby?! Damn, your lava!" Bisik Rayes saat aku mencapai klimaksku.Semburan lahar panasku semakin membuat Rayes mempercepat hentakannya."Jangan di dalam, Daddy!" Aku mencengkram tubuh Rayes untuk menyadarkan pria yang sedang di mabuk kenikmatan itu."ARGHHH!!!!" Pekik Rayes saat ia menarik keluar batang kejantanannya dan memuncratkan cairan putihnya tepat di wajahku.Aku hanya bisa menutup mata
Roger membuka pintu kamar apartemenku dengan sangat hati-hati. Tantu saja ia sedikit kesulitan itu karena dia bersikeras tidak ingin melepaskan pelukannya padaku. Hingga akhirnya pintu terbuka dan membuat hatiku semakin berdebar karena takut kalau saja Rayes sudah menungguku di dalam."What a luxirous appartement." Komentar Roger saat pertama kali melihat interior apartemenku yang memang memanjakan mata."Can't refuse. Dia memanjakanku dengan kemewahannya. Begitulah cara dia menyampaikan perasaannya." Timpalku datar.Roger hanya diam dan terus berjalan mendekati kamar yang ia yakini sebagai kamar utama. Begitu pintu terbuka Roger semakin mengeratkan pelukannya. Entah apa yang dia pikirkan tapi aku bisa merasakan dia sedang mengontrol emosinya."Istirahatlah. Biar Daddy yang merawatmu. Badanmu hangat. Mungkin karena kelelahan." Roger merebahkan tubuhku dengan sangat hati-hati.Ia lalu berlutut dan melepaskan high heels yang masih menghiasi kakiku. Lalu melucuti segala aksesoris yang me
Aku memeluk tubuh Roger yang ikut tidur di atas kasur tempatku memadu kasih dengan Rayes jika pria itu menginap di apartemenku. Setelah pertengkaran yang cukup hebat itu, aku merasa lebih bisa mempercayakan hatiku pada Roger. Pria ini benar-benar memikirkanku diatas segalanya. Meski begitu aku tidak mau besar kepala. Aku tetap sadar posisiku hanya sebagai pemanis hidupnya."Jadi bagaimana progres kedepannya untuk status kita Daddy?""Apa maksudmu, sayang?""Maksudku mau sampai kapan Daddy menjadi Sugar Daddyku. Daddy tau aku tidak akan selamanya begini kan?""Jadi kamu sudah mau menikah?" Kekehnya."Punya calonnya saja belum.""Lalu kamu mau sampai kapan menjadi Sugar Baby Daddy?""Loh? Kok balik nanya? Ya sampai Daddy bosanlah.""Kalau Daddy bilang Daddy tidak akan bosan, bagaimana?""Kalau soal hati mana ada yang tau Daddy. Buktinya Daddy bisa melupakan istri yang sudah memberikan Daddy anak. Aku yang tidak memberikan Daddy apapu,n mungkin Daddy bisa lupakan sekejap mata.""Kalau ka
"Pagi, Anna." Sapa Alex mengagetkanku dari belakang. "Selamat pagi, Tuan Alex. Aku sudah memilah laporan yang bisa kita kerjakan hari ini." Balasku yang segera bergerak membuatkan Alex kopi paginya. "Sepagi ini? Sejak jam berapa kamu datang ke kantor?" "Sedikit lebih awal." Cengirku. "Oh, ayolah. Ayo kita sarapan dulu. Pekerjaan jangan dibawa beban. Bagaimana kalau kita menikmati breakfast menu di kafe depan?" Tawarnya. "Apa tidak masalah?" Raguku. "20 menit bagaimana?" Rayu Alex. "Baiklah. Setelah itu tidak ada lagi alasan pengalihan. Besok kita harus berangkat." Ucapku. "Great. Let's go." Alex kemudian berjalan keluar dan aku meninggalkan secangkir kopi yang untungnya belum kuselesaikan untuk mengikuti Alex turun ke lantai dasar dan menikmati satu set menu sarapan di kafe yang terletak persisi di depan kantor. "Alangkah bagusnya kalau kita juga punya kafe khusus untuk karyawan kita sendiri. Pembelian menggunakan id kantor akan mendapatkan diskon. Promo yang cukup menarik un