Teringatlah Joy pada masa-masa pertama kali ia mengenal kenikmatan itu, yang pertama kalinya membuatnya malu sekaligus takut akan dosa, karena kata orang-orang jaman dahulu, itu hal yang tabu. Tabu untuk dibahas, dibicarakan, apalagi diumbar.
Saat pertama kali melihat bayangannya yang tanpa sehelai benangpun pada sebuah cermin rias di depan wastafel, mungkin di hotel tempat wisata saat masih ABG bersama keluarganya. Saat ia masih remaja ting-ting dan baru belajar mengenakan bra.
Jauh sebelum mengenal Rey.
Sejak Joy tahu kenikmatan itu, ia jadi lebih berani, walau hanya di kamarnya sendiri. Mengunci pintu, lalu membuka semua yang ada di tubuhnya. Telentang di ranjang, berfantasi seolah ada pria tak dikenal sedang mengintipnya. Kadang telungkup, dibayangkannya ada sosok lelaki yang menggodanya, mengajaknya bercumbu.
Rasanya malu. Tapi melihat, menatap, mengekspos bayangan tubuhnya sendiri terasa begitu nikmat memabukkan. Apalagi menyentuhnya. Terasa ada yang pedih menggigit pada bagian tersembunyinya yang tak pernah ia ekspos, lalu keluar sesuatu yang cair dan lengket bagaikan madu murni nan lezat. Sehari-hari bahkan hingga kini, ia selalu bercelana panjang, berbaju kaus longgar, jadi tak pernah ada satu laki-lakipun melihat atau berminat pada Joy. Tubuhnya dianggap biasa saja, tak ada lekak-lekuk maupun lika-likunya, pendek kata, tak menarik.
Di saat Joy remaja, baju setali, kaus ketat, rok minipun ia tak punya. Bahkan gaun pesta prom-nya panjang dan rata, tak ada terbuka-terbukaan apalagi potongan pas tubuh plus belahan-belahannya.
Lalu sejak kapan pula, ia mengenal tubuh pria? Jauh sebelum Rey.
Bukan seperti ABG jaman sekarang. Bukan dari internet. Melainkan dari seorang karyawati muda yang bekerja di kantor kecil milik almarhum ayah, wanita biasa-biasa saja, tapi diam-diam juga sedikit nakal, berpengalaman dengan pria. Sebut saja namanya Vie.
Vie sesungguhnya tidak cantik-cantik amat. Tubuhnya pendek, agak gempal, dan kaki serta tangannya berambut, tak seperti wanita-wanita karir yang senang bercukur mulus. Tapi wajahnya menarik, seperti ada aura yang sangat seksi pada dirinya, dan ia sering gonta-ganti pacar. Setidaknya, itulah yang ia ceritakan kepada ABG Joy.
Suatu hari Vie membawa beberapa lembar foto print-an hitam putih dan berwarna, yang ia tunjukkan kepada Joy saat sedang tak ada siapa-siapa di rumah.
"Apa itu?" Joy penasaran.
"Buat refreshing saja." kata VieDan betapa terkejutnya Joy saat Vie memperlihatkan semua itu kepada mata perawannya.Foto model wanita muda berkulit putih tanpa busana, kedua pahanya terbuka lebar. Model yang 'berani' itu hanya menutupi bagian intimnya dengan kedua tangan, sementara dadanya penuh menyembul. Wajahnya cantik, juga matanya menatap tajam seolah menantang pada kamera.
Dan yang lebih membuat pipi Joy merona nyaris merah padam, sebuah foto close-up milik paling pribadi seorang pria, hitam putih saja, tapi sungguh membuat Joy yang polos begitu shock, antara malu, takut, jijik sekaligus penasaran.
"Kok suka sih sama foto-foto beginian?" tanya Joy pada Vie, penasaran, malu, tapi diam-diam menyukainya.
"Cuma untuk fantasi saja." jawab wanita muda itu dengan entengnya. "Jangan bilang siapa-siapa ya, rahasia."Dan kisah lama itu mengantarkan Joy pada dunia kedewasaan yang kini ia baru alami sendiri. Herannya, walau melihat hal yang sama pada Rey, rasanya sungguh berbeda.
Tak lagi merasa jijik atau tabu, tak ada lagi pantang-pantangan maupun rasa berdosa.
Dan begitu pula saat dirinya ditatap Rey untuk pertama kalinya.
Yang ada dan terus akan bertumbuh, rasa ingin menikmati dan dinikmati, yang menimbulkan kehangatan dalam tubuh dan jiwa. Rasa yang bila dilakukan di luar pernikahan dengan orang yang tak dicinta, malah akan berubah jadi trauma, getir menyakitkan.
Dengan Rey, Joy merasa ingin lagi dan lagi, takkan pernah ada bosannya, takkan ada puasnya 'terpuaskan'.
Dan begitu pula sebaliknya.
Rey di masa muda pun tak se-innocent wajahnya yang baby face. Ia hidup dalam keteraturan dan tata krama istana yang super ketat. Ia dididik untuk menghormati wanita, yang hingga sekarang pun masih dilakukannya.
Ups. Ia hanya 'berani' dengan Joy.
Kembali ke jaman ABG Rey si pangeran putra mahkota kerajaan monarki super kolot Evertonia. Di saat teman-teman seumurannya mulai sedikit berani 'bereksperimen', Rey yang banyak kumpul dengan sesama pemuda bangsawan tak berminat ikut-ikutan bermain wanita. Walau banyak sekali gadis yang ingin mendekati Rey secara pribadi.
Rey muda malah diam-diam pernah punya koleksi VCD kartun Zepun yang sedikit nyeleneh, bahkan pernah ketahuan ayahanda raja hingga ia dimarahi habis-habisan hingga dibuang entah ke mana. Toh, Rey tak kapok. Sebagai laki-laki muda yang cerdas dan mudah penasaran, ia suka belajar tentang hal tabu itu, bahkan diam-diam di kamar mandi istananya yang mewah, ia kadang larut dalam fantasinya sendiri, memuaskan diri dengan cara yang sudah jadi rahasia umum semua laki-laki di seluruh dunia.
Rey tak begitu munafik mengingkari bahwa ia suka tubuh wanita, bahkan sebelum bertemu Joy, ia juga mengidolakan bintang-bintang film Azia bertubuh indah dengan rambut panjang hitam berkilau.
Belum lagi tokoh-tokoh dalam film animasi yang kadang terlalu berlebihan dalam penggambarannya. Rey suka memanjakan mata, tapi pengembaraannya seakan tanpa ujung, dan tak lengkap tanpa ada rasa pada seseorang yang ia belum juga temui di dunia nyata.
Sejak bertemu Joy, lain lagi rasanya. Sekarang malah Rey lebih lagi mengerti, bahwa nafsu saja tak cukup, keinginan lahiriah saja tak sempurna untuk memuaskan, sebab tanpa suka, sayang dan cinta, pelampiasan nafsu purba manusia hanyalah hal sia-sia belaka.
Joy kembali ke masa kini bersama Rey, dimana mereka sudah sehari semalam penuh bersama-sama, seakan di dunia ini hanya ada mereka berdua saja.
Duduk berdua di pantai, membiarkan ombak sesekali menyapa tubuh mereka dan membasahi pakaian renang yang kini mereka kenakan. Joy cuek berbikini, cuma ada suaminya di sini, sebaliknya Rey pun bertelanjang dada.
Rey yang masih begitu awet muda dan tampan, bahkan semakin bersinar setelah menghabiskan 24 jam bersama Joy, yang juga tak lagi setomboy dulu, sudah bertransformasi menjadi 'angsa'.
"Bukan lagi anak bebek yang buruk rupa." Joy seperti bicara sendiri.
"Hah?" heran Rey. "Siapa?""Aku." Joy terkikih."Dari dulu juga bukan anak bebek yang buruk rupa. Kalau Joy begitu, aku juga Pangeran Katak. Dicium Joy baru berubah begini.""Uhh, ciumanmu memang tiada duanya. Kesal aku jadi kecanduan. Bagaimana bisa jauh lagi darimu, Pangeran Katak?" Joy meledeknya sambil membelai tengkuk Rey yang lembut. Dasar pria 'cantik' berkulit licin dan bersih, Joy sungguh tergila-gila dibuatnya.
"Kok bisa ya, tak bosan-bosannya begini denganmu walau kita sudah tahu sebanyak-banyaknya bagaimana kita luar-dalam?" Joy tiba-tiba bertanya. "Aneh bukan, kamu pernah bertanya-tanya hal yang sama, Rey Baby Hubby?"Rey pertama-tama diam saja. Wajahnya, terutama matanya yang kecil, tiba-tiba tersenyum, smize - smiling eyes, istilah Joy. Manis memikat."Sama seperti makanan, tiap hari kita mesti makan tapi dengan sedikit variasi, pasti akan terasa berbeda dan lebih lezat, iya kan?" mata sipit Rey membentuk emotikon ^_^."Ma, ma, maksudmu?""Seperti saat ini, kau tak biasa berbusana pantai, tapi siang ini kau memakai bikini." Rey menatapnya lekat-lekat, dimana Joy selalu berhasil dibuatnya jengah."Memangnya, bodiku bagus?" Joy selalu mengeluhkan betisnya yang besar dan membulat, pahanya yang tak begitu jenjang, serta pinggulnya yang besar, walau berat badannya masih ideal. Bahkan Rey lebih langsing dan ramping berkat keahliannya menjaga makan."Bagiku kau
Malam itu, Rey membawakan kejutan lagi untuk Joy. Sebuah 'peti harta karun' yang besar sekali, ia letakkan di dalam pondok cinta mereka."Kamu nemu harta karun? Ini harta bajak lautkah?" polos Joy, tapi ia sebenarnya agak 'tahu' itu apa. Tadi siang sudah ada bocoran dari sang pangeran imut."Pesta Piyama, dan ini prop-nya." Rey menyeringai nakal. "Impianmu sejak kecil kan, tapi yang ini plus plus dan ada aku..""Rey juga ikutan?""Aku mah tetap jadi pangeran saja, atau kau mau aku jadi incubus?" seringai Rey tambah lebar, mata sipitnya berkilauan."Idih, seksi tapi serem. Aku lebih suka kau yang innocent.""Tapi liar di ranjang. Joy has unleashed the beast within me." Rey pura-pura menerkam istrinya."Eh, jangan buru-buru ah, enggak lucu." Joy meleletkan lidah, menghindar, bersembunyi di balik peti."Yuk buruan kita buka, penasaran.""Kuncinya ada di balik celanaku." goda Rey. "Ambilkan? Takut ya?""Uuuh, enggak lucu." Joy
"Baju kita basah kuyup." Joy dan Rey setelah mandi, baru sadar kalau baju pasangan penjelajah mereka yang mirip seragam pramuka itu tadi bekas terendam lumpur hutan cokelat tebal. Mereka sudah mencucinya di danau, tapi kini tak punya gantinya. Menunggu kering, masih sangat lama. Mungkin besok baru bisa dipakai kembali!Syukurlah, di pulau Cinta ini mereka seperti Adam dan Hawa, hanya sepasang manusia berdua saja bersama hewan-hewan hutan atau pantai, dan sesekali juga masih ada hewan pengganggu. Hanya saja, nggak mungkin juga terus tak berbaju, 'bahaya' juga dong, walau mereka sudah halal jadi pasangan."Di tas ranselku ada handuk kecil dan handuk besar. Ambillah yang besar, Joy. Aku cukup yang kecil saja." Rey membuka ransel petualang anti airnya.Dikenakannya sehelai handuk putih yang cukup untuk melingkari pinggangnya, sementara Joy buru-buru membentuk handuknya menjadi kemben yang pas menutup dada hingga setengah paha. Uh, syukurlah, cowok yang ada di sini suda
Joy diam-diam suka mengamati Rey, semua tentang Rey, wajah dan juga tubuhnya. Sedari pertama mereka bertemu dan pacaran, cowok imut yang satu ini sudah menarik hatinya. Dari senyumnya, cara tertawanya, suaranya yang rendah ngebas dan juga tenor bila sedang menyanyi atau tertawa, cowok banget. Herannya ia tak terlalu maskulin secara lahiriah. Justru cenderung manis dan hampir-hampir feminin, dengan kulit cerah cenderung tak berbulu kecuali di bawah lengan, sedikit di dada, dan uhh, bagian pribadinya tentu saja. Rambutnya pun sangat hitam legam dan lembut, berbeda dengan rambut Joy yang kaku, kasar, cokelat dan lebat seperti sapu ijuk. Rey betul-betul Berbi dalam wujud cowok, bukan Ken. Dan ia tetap cowok banget. Jakunnya menonjol, mata cokelat sipitnya yang tajam dan indah, dan tentu saja tubuhnya yang ramping. Joy suka sekali membelai pipinya dan tengkuknya yang halus, serta tentu saja mencium keseluruhannya. Aroma tubuhnya yang tetap enak walau sedang tak berparfum sekalipun, apala
Siang itu Rey dan Joy kembali ke pondok setelah hampir 24 jam berpetualang di hutan dan di gua, menghabiskan waktu kembali ke zaman Adam dan Hawa sampai ke zaman batu."Seru ya, tapi kita kekurangan pakaian." keluh Joy."Memang kita butuh?" Rey lagi-lagi pasang tampang sepolos bayi baru lahir."Idih. Awas kalau sepulang dari sini kau masih senakal ini. Apalagi pas ada mamaku.""Gapapa, imajinasi kepergok saat begituan itu seru kok. Aku sering membayangkan kita sedang begituan di kamar sedangkan di balik pintu banyak orang, kita cuek saja, pintu tak terkunci dan sewaktu-waktu ada yang masuk. Bagaimana, imajinasi yang hebat, bukan?" Rey yang memang suka nonton film senang menggoda istrinya."Kau pikir aku tak pernah berpikir begitu? Dulu aku sering tak berbaju sendirian setelah mandi, di kamar, berimajinasi ada yang mengintipku, lalu mendobrak masuk dan menggangguku. Invasion of privacy." Joy ikutan nakal, sebab ia senang juga melihat Rey merem melek saat tu
Joy pernah menghabiskan waktu di rumah saja sendirian saat Mama pergi ke Kota M selama beberapa hari. Ditinggal di rumah saat libur kuliah, dihabiskannya waktu di rumah tanpa rasa sepi. Oh ya, saat itu ia belum mengenal Rey. Jadi masih jauh lebih polos dan tak seliar si pengantin anyar sekarang, tentunya ;)Tapi, tunggu dulu! Senaif-naifnya Joy, rasa ingin tahunya sama besar dengan semua remaja di dunia. Dan ia baru saja menemukan puluhan koleksi DVD dan VCD lama milik almarhum papa di gudang. Tersembunyi rapi di antara koran bekas dan barang jadul."Uh, apa kira-kira isinya?" dalam penasaran diputarnya keping rekaman film-film bajakan itu."Oh. OMG." Joy hampir tersedak, menjerit kaget, terbelalak.Ternyata almarhum Papa Joy sama saja seperti cowok pada umumnya. Umur boleh tua, tapi semangat dan gairah tetap muda. Ia diam-diam menyimpan 'harta rahasia' itu dari semua orang rumah, tertumpuk rapi di pojok gudang. Dan sekarang, Joy yang beruntung 'mewarisinya.'
Paginya, Joy terjaga sementara Rey masih pulas setelah 'Malam Geisha x Samurai' terpanas yang gak kalah heboh dengan film-film ZAV besutan mutakhir. "Kok Rey jadi liar begini beberapa hari ini ya, gara-gara aku, atau sebelumnya ia sudah berpengalaman?" sedikit curiga juga Joy, karena Rey piawai banget bermain cinta. "Tapi enggak, dia bukan playboy. Engga pernah sebelum nikah, mungkin karena itulah sehabis kami merid dia jadi begini. Uh, bahaya nih, kalau ada cewek yang tahu." Lagi-lagi Joy dilanda cemburu. Ia sering berusaha berpikir positif, sedari dahulu Rey mencintainya sebagai yang satu-satunya dan takkan rela menyakiti hatinya. Dan ia juga cemburuan sekali. Bukan tipe suami yang 'membebaskan istrinya' 100 persen. Bahkan Joy tak ingin ia foto seksi walau Rey hobi motret. Takut ada cowok lain yang akan suka Joy, yang memang pendiam tapi mudah bergaul dengan cowok dibanding cewek. Joy hendak bangkit dari peraduan dan meraih kimononya, tapi Rey tiba-tiba ter
Joy masih ingat saat-saat pertama kali ia merasakan hal tabu nan menyenangkan itu. Saat ia bertanya-tanya pada orangtuanya di sela-sela kegiatan renang di waterpark di zaman SD. "Kok anak perempuan pakaian renangnya sampai ke atas, sedangkan anak-anak laki-laki boleh hanya bercelana pendek saja?" Padahal, dada masih rata. Tak ada lekukan apalagi tonjolan.Sewaktu mulai tumbuh pun, Joy belum merasa nyaman menggunakan miniset alias first bra. Kenapa sih ditutupi, apakah punya anak perempuan begitu rahasianya sehingga tak boleh ada anak laki-laki yang boleh melihat, apalagi memegangnya?Joy lagi-lagi mencoba lihat lekak lekuk tubuhnya sendiri di sebuah cermin hotel di kamar mandi saat keluarganya berlibur di kota B. Dan merasa malu sendiri saat melihat mulai ada tonjolan, yang jika disentuh terasa geli. Ada sensasi tersendiri yang tak mampu dijelaskan dengan kata-kata. Dan Joy tak berani menanyakan kepada mamanya juga, mengapa titik dan bulatan kembar itu begitu misterius b