Shawn mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota Manhattan. Di samping Shawn ada Nicole yang sejak tadi melukiskan senyuman di wajahnya. Mereka saling berbicara hangat.“Kau tidak bilang padaku, tentang kau ke New York,” ucap Shawn sambil melirik Nicole yang duduk di sampingnya.Nicole tersenyum. “Aku tadinya ingin memberikanmu kejutan. Tapi sebelumnya, aku juga sudah menghubungi Jan. Jan bilang kalau kau sedang meeting.”“Iya, maaf. Hari ini jadwalku cukup padat.”“Tidak apa-apa. Aku mengerti, Shawn.”“Nanti orangku akan datang ke kantor polisi mengurus pria sialan yang berani merampokmu.”“Terima kasih, Shawn. Hm, tapi tolong kau jangan bilang dulu pada Oliver.”“Oliver pasti akan datang ke sini, kan? Kalau dia melihat luka di lenganmu, pasti kau akan dicerca olehnya.”Nicole mendesah panjang. “Nanti aku akan menjelaskannya. Tolong untuk sekarang kau jangan bilang pada Oliver, tentang keadaanku ini. Dia pasti panik. Dia sekarang sedang menangani kasus besar di Londo
Shawn turun dari mobil, ketika mobil sport miliknya sudah terparkir di Orlando Hospital. Setelah mengantar Nicole pulang, pria tampan itu segera menuju ke Orlando Hospital. Dia tak ingin membuat Nicole menunggu terlalu lama.Shawn merogoh ponselnya yang ada di saku celananya, dan mencoba menghubungi Ariel, tapi sayangnya beberapa kali dia menghubungi wanita itu, tidak sama sekali mendapatkan jawaban.Shawn memutuskan melangkah menuju ke ruang kerja Ariel, namun sebelum tiba di ruang kerja Ariel—pria tampan itu menghentikan langkahnya di kala berpapasan dengan perawat di sana.“Selamat sore, Tuan Geovan,” sapa sang perawat sopan.“Sore. Aku mencari Ariel. Di mana dia? Apa dia masih di IGD?” tanya Shawn ingin segera tahu keberadaan Ariel. Kening sang perawat mengerut dalam. “Tuan Geovan, Dokter Ariel DiLaurentis sudah pulang.”“Ariel sudah pulang?” ulang Shawn memastikan. Dia tak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh sang perawat. Dia sudah memiliki janji akan pulang bersama denga
Seorang pria botak berbadan tegap dengan pakaian hitam, dan wajah menyeramkan, hendak ingin masuk ke dalam hotel yang menjadi tempat Ariel menginap. Namun, baru saja dia dan rekannya hendak ingin masuk ke dalam hotel—langkah mereka sudah terhenti melihat Shawn datang.“Tahan.” Rekan pria itu menarik, bersembunyi di Semak-semak pohon demi menghindar dari Shawn. Tampak dua pria itu kesal karena melihat Shawn datang. Rencana mereka semua gagal akibat kedatangan Shawn.“Sialan! Kita terlambat! Shawn Geovan lebih dulu menemukan Ariel.” Pria botak itu menggerutu kesal.Rekannya ikut kesal. “Susah sekali menjebak Ariel. Kalau sudah seperti ini, kita harus mengatur cara lain. Kita tidak mungkin tetap nekat. Lebih baik kita bertindak di belakang Shawn Geovan. Jangan sampai pria berkuasa itu tahu.”Pria botak itu nampak juga sangat marah. Lagi dan lagi rencana yang sudah dia susun gagal total. Padahal tinggal satu langkah lagi rencananya berhasil. “Kau benar, kita harus mencari cara lain. Kita
Shawn belum menjawab apa yang Ariel katakan. Pria itu melihat jelas mata Ariel yang menatapnya dengan penuh rasa kecewa. Dia tahu bahwa sekarang Ariel tengah salah paham tentang hubungannya dengan Nicole.“Kau salah paham, Ariel.” Shawn melembut berusaha menjelaskan.Cemburu. Ini adalah fakta yang sudah Shawn tangkap. Kekasihnya itu cemburu pada Nicole. Padahal seaslinya, tidak pernah sekalipun dia bermaksud menyakiti hati sang kekasih.Air mata mulai jatuh. Buru-buru, Ariel menyeka air matanya itu. “Aku memiliki mata. Penglihatanku masih sangat baik. Aku bisa melihat sendiri. Tindakanmu pada Nicole sudah membuktikan bahwa kau masih mencintainya! Berhenti memanipulasi keadaan!” serunya dengan nada cukup kencang. Ariel meledakan kemarahan dalam dirinya. Ini bukan rumah sakit. Jam kerja telah berakhir.“Nicole adalah istri sepupuku sendiri Ariel. Aku tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Aku peduli padanya seperti aku peduli pada Savannah atau saudaraku yang lain. Aku kenal Nicole se
Pertanyaan yang lolos di bibir Ariel, membuat suasana menjadi hening layaknya tengah berada di tengah hutan gelap. Kesunyian membentang. Lidah belum ada yang merangkai kata. Hanya tatapan mata saling beradu. Tatapan begitu dalam yang memiliki makna luas. Sejuknya tatapan itu seperti aliran sungai yang entah berhenti di mana. Yang pasti tatapan yang membawa kedamaian jiwa.Ariel masih menunggu jawaban dari Shawn. Manik mata cokelat terang wanita itu memberikan tatapan menuntut pada sang kekasih. Tatapan yang mengisyaratkan meminta kekasihnya itu untuk jujur tak menutupi apa pun.Ariel membutuhkan validasi yang kuat. Dia lelah hidup tenggelam dalam kepalsuan. Dia ingin mendengar langsung dari bibir Shawn—akan pengakuan rasa kekasihnya itu. Dia sudah lelah akan permainan. Dia tak ingin terjebak akan kebahagiaan palsu yang berujung membuat hatinya kecewa.“Kau masih bertanya setelah apa yang aku lakukan untukmu, Ariel?” Shawn menatap dalam Ariel.Ariel membalas tatapan Shawn. “Menginginka
Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Shawn tidak bisa tidur. Dia hanya berjaga di samping Ariel yang sudah terlelap. Pria itu membelai pipi Ariel dengan lembut sambil mengecupi mata wanita itu yang sembab.Shawn menyesal membuat Ariel menangis. Andai dia memiliki mesin waktu, dia tidak akan pernah membiarkan Ariel menangis seperti ini. Semua terjadi karena kebodohannya.Perlahan, Shawn mulai berbaring di samping Ariel. Pria itu menarik perlahan tubuh Ariel, agar masuk ke dalam pelukannya. Awalnya Ariel menggeliat, tapi untungnya wanita itu kembali tertidur pulas dalam pelukan Shawn.Shawn mengecup bibir Ariel, menghirup napas kekasihnya itu. Tatapannya menatap teduh sang kekasih. Untungnya, Ariel terlelap tidak terganggu sama sekali di kala dia memeluk kekasihnya itu. “Kau sangat menggemaskan kalau cemburu,” bisik Shawn sambil membelai pipi Ariel. Mata pria itu mulai terpejam, dan tertidur dalam keadaan memeluk kekasihnya itu.***“Shawn Geovannn!!!” Suara Ariel memekik ken
Ariel sudah seperti nemiliki pengawal. Dia pergi ke mana pun selalu diikuti Shawn. Kebetulan, hari ini adalah hari di mana Ariel libur. Dia bermaksud ingin berdiam di apartemen, tapi sayang rencananya gagal total, karena Shawn mengikutinya pergi.Ariel sudah berkali-kali meminta Shawn untuk pergi dari hadapannya, tapi tetap pria itu keras kepala. Bahkan setiap kali Ariel bergerak, maka Shawn itu bergerak mengikutinya.Ariel dibuat pusing akan tingkah Shawn. Dia membutuhkan ruang untuk sendiri, tapi keinginannya tidaklah bisa terwujud. Sampai detik ini, Shawn tetap tidak menginginkan pergi darinya.“Shawn, aku ingin pergi ke supermarket. Kau juga akan membututiku?” seru Ariel jengkel pada Shawn yang terus mengikutinya.Shawn memasukan tangannya ke saku celananya. “Aku akan terus mengikuti ke mana kau pergi.”Mata Ariel melebar tak percaya mendengar apa yang Shawn katakan. “Shawn! Hari ini adalah hari liburku. Aku ingin berada di apartemenku sendiri. Kau pulanglah! Tadi kan kau bilang N
Ariel pergi ke supermarket hanya bermaksud ingin membeli beberapa makanan dan bahan makanan yang kosong. Akan tetapi, semua keinginannya berbanding terbalik. Sekarang di hadapan Ariel adalah kantong plastik belanja yang banyak. Ya, dia sama sekali tidak menyangka kalau Shawn membelikannya banyak sekali makanan yang ada di supermarket.Ariel hanya tinggal sendiri. Dia tidak tahu cara bagaimana menghabiskan makanan sebanyak ini. “Shawn, kau bawa pulang saja sebagian. Ini terlalu banyak.” Shawn menyentil kening Ariel. “Kau jangan bodoh. Aku membelikan untukmu, bukan untukku.”Ariel mengusap keningnya pelan. “Kau yang benar saja, Shawn. Bagaimana caraku bisa menghabiskan makanan ini?”“Bisa kau jadikan stock.”“Kulkasku tidak muat menampung makanan ini.” Shawn tak banyak bicara. Pria itu mengambil ponselnya yang ada di dalam saku celananya, menghubungi sang asisten. Tampak kening Ariel mengerut menatap Shawn lekat-lekat.“Hari ini kau bawakan kulkas dengan ukuran besar dan kualitas terb