Share

Di Ujung Tanduk

Ruangan Arsenio telah kosong!

Anak kecil itu tak ada lagi di ranjangnya. Begitu juga dengan si ibu sambung.

Wajah Nala seketika pucat pasi. Kemana Arsenio?

Ia berbalik keluar kembali. Memeriksa ke kanan dan kiri lorong. Namun tak ada yang terlihat menggendong Arsenio. Cepat sekali menghilangnya wanita itu.

Dengan tangan yang gemetar Nala menelepon Arshaka kembali.

"Om! Arsenio nggak ada!" teriaknya panik.

"Wanita itu sudah membawanya pergi. Aku sudah meminta pihak Rumah Sakit untuk menutup jalan keluar."

"A-apa yang harus Nala lakukan sekarang?" Nala mengusap wajahnya panik.

Tut tut.

Bunyi telepon yang diputus terdengar. Nala langsung menatap layar ponselnya. Ternyata Arshaka mematikan teleponnya.

"Oh, ya Allah! Apa yang harus hamba lakukan? Harusnya hamba tak meninggalkan Arsenio sendirian," keluhnya dengan raut pias.

Tungkai kakinya tiba-tiba terasa lemah. Tapi ia tak bisa berdiam diri. Ia harus mencari Arsenio sampai ketemu.

Semua pintu keluar sudah ditutup. Berarti wanita itu hanya bisa bersembunyi di suatu tempat di dalam Rumah Sakit.

Nala memilih mencari melalui lorong ke sebelah kanannya. Setiap kamar pasien ia buka dan melihat ke dalamnya.

Hingga akhirnya ia melihat Arshaka datang bersama seorang pria yang ia duga adalah asisten laki-laki itu. Melangkah tegap dengan wajah dingin.

Nala langsung berlari menghampiri.

"Om, Nala nggak bisa menemukan Arsenio," lapornya kalut.

Arshaka membalas tatapan yang cemas itu dengan tatapannya yang dingin dan menghujam.

"Kalau terjadi sesuatu pada Arsenio, aku tak akan memaafkan mu!" ancamnya.

Nala terpaku. Ia saat ini sudah merasa sangat bersalah dan tertekan. Mendengar kecaman Arshaka membuatnya semakin hancur.

Mata cemerlangnya seketika berembun.

Sementara Arshaka dan asistennya telah berlalu, melewati Nala yang membatu dengan tungkai yang terasa rapuh.

Setelah beberapa saat berdiri dengan perasaan yang bercampur aduk, Nala kembali tersadar. Ia harus menemukan Arsenio. Bukankah ia telah berjanji untuk menjaga dan memberikan anak itu kasih sayang? Ia tak akan membiarkan wanita itu menyiksa Arsenio lagi.

Dengan semangat yang terbakar, gadis itu mulai bergerak kembali untuk mencari.

Setiap orang yang dilewati ia tanyakan. Dan setiap kamar pasien ia periksa.

Namun hasilnya masih nihil.

Akhirnya Nala turun ke lantai pertama. Tapi ia tak menemukannya dimana-mana.

Nala menghapus keringat yang mulai mengucur di dahinya. Ia tak ingin menyerah. Tapi ia harus mengubah caranya mencari. Ia harus memikirkan tempat yang tepat untuk seseorang bersembunyi.

Yang paling tepat adalah kamar mayat, gudang, toilet dan roof top. Tapi roof top rasanya mustahil, karena wanita itu akan semakin sulit untuk membawa Arsenio keluar.

Nala akhirnya memilih untuk mencari ke kamar mayat terlebih dahulu. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti kembali.

"Semua orang pasti akan mencari ke sana. Wanita itu pasti udah memperkirakan. Jadi yang akan dipilih pasti adalah tempat yang mustahil," gumamnya.

Langkah Nala akhirnya berputar balik. Ia berlari menuju lift untuk naik ke lantai paling atas.

Tiba di lantai lima, Nala naik lagi menggunakan tangga untuk mencapai roof top.

Angin langsung menerpa wajahnya saat ia membuka pintu. Nala melangkah keluar, pada puncak atap gedung yang lumayan tinggi itu.

Tak ada apa-apa di sana. Namun entah kenapa, Nala merasa feeling-nya tak salah. Arsenio pasti ada di atas atap itu.

Kaki Nala tetap melangkah hingga ke tengah. Dan matanya melihat seutas tali yang terikat di tiang, sementara ujungnya jatuh ke bawah gedung.

Mungkinkah wanita itu turun dari sana? Rasanya mustahil, kecuali wanita itu memang gila.

Meski merasa tak yakin, Nala menjenguk juga ke bawah dengan hati-hati.

Dan betapa terkejutnya ia saat melihat di ujung tali tergantung sebuah karung.

Karung itu bergerak pelan.

Nala bisa mendengar suara gemerincing di dalamnya. Matanya seketika membelalak tak percaya.

Itu Arsenio!

"Senio!" teriaknya. "Ya Allah ya Tuhan!" paniknya dengan wajah pucat.

Tangannya dengan sigap memegang tali. Lalu menarik sekuat tenaga.

Buk!

Sebuah pukulan tiba-tiba menghantam punggung Nala.

"Akh!" teriak gadis itu dengan tubuh tersungkur di lantai atap.

Tali di tangan nyaris terlepas. Namun Nala kembali memegangnya erat dan berbalik menghadap penyerangnya.

Wanita itu berdiri dengan bibir menyeringai dan tangan menggenggam sepotong kayu.

"Kau terlalu pintar untuk penampilan bodoh mu itu! Tapi sayang, kau mengambil langkah yang salah dengan mencampuri urusanku!"

"Kau juga terlalu jahat untuk penampilan sederhana mu. Dan aku tak akan membiarkanmu menyakiti Senio!"

"Hahaha," wanita itu terbahak. "Kalian salah paham padaku. Aku tidak akan menyakitinya. Anak kecil itu seperti ATM untukku. Dengan mengasuhnya aku akan mendapatkan uang warisannya."

"Wanita gila!" desis Nala.

"Ya, aku memang sedikit gila. Karena itu aku akan bersenang-senang denganmu sebentar sebelum pergi dari sini." Wanita itu tersenyum misterius. "Kita akan lihat, seberapa kuat tangan mu itu."

Wanita itu kemudian melepaskan ikatan tali di tiang, sehingga Nala merasakan berat Arsenio seutuhnya. Sekuat tenaga ia mempertahankan talinya.

Buk!

Wanita itu kembali memukul punggung Nala.

"Akh!" pekik Nala kesakitan.

"Bagaimana? Kau menyerah?"

"Kalau Arsenio jatuh, kamu akan kehilangan uang warisannya!"

"Well, aku masih bisa mendapatkan uang asuransinya. Lagipula, aku tau Arshaka telah mengalihkan hak asuhnya, jadi anak itu nantinya tak akan berguna lagi bagiku."

Menyadari nasib Arsenio yang semakin di ujung tanduk, Nala mengikatkan tali itu di lengannya sekuat mungkin.

Buk!

Pukulan keras itu kembali menghantam bahunya. Nala merasa tulangnya remuk. Sakitnya luar biasa.

Matanya mulai nanar. Sakit yang mendera akhirnya membuat gadis itu tak sadarkan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status