Share

Housemate
Housemate
Penulis: Leyla Sadiya

Garis yang Tak Jelas

  "Aku sponge cake, Mbak 2 yang bentuknya cinta, ya," pinta seorang remaja laki-laki pada wanita yang berdiri di belakang meja kasir.

  Nasha, si pemilik bakery yang hari ini turun tangan menjaga kasir langsung mencatat pesanan pelanggannya dalam sebuah tablet.

  "Spesial buat kamu cintanya saya kasih bertumpuk-tumpuk," balas Nasha dengan senyum manisnya lalu menyerahkan sekotak roti pada pengunjung setianya itu.

  Remaja laki-laki yang hampir setiap hari mampir untuk membeli sponge cake itu menerimanya dengan senang hati lalu memberikan sejumlah uang untuk membayar kue pesanannya.

  Sudah 2 tahun ini Nasha fokus mengelola bakery miliknya. Dia yang semula bekerja di sebuah agen properti memilih untuk resign dan membuat usaha sendiri. Ya, meskipun tidak mudah. 2 tahun Nasha membangun bakerynya dan baru setahun ini pelanggannya meningkat pesat.

  "Saya cheesecake satu."

  Senyum Nasha langsung berganti dengan wajah ketusnya. Dengan pongah Nasha menyebutkan harga yang harus dibayar oleh pria tadi.

  Pria tadi adalah Satria Bimantara. Teman Nasha Aqila. Well, teman dalam segala bidang maksudnya.

  Teman SMA, teman kuliah, teman curhat, teman kondangan bahkan teman serumah alias housemate. Roommate? Bisa iya bisa juga tidak. Nasha sendiri tidak yakin.

  Hanya yang dia tahu Satria adalah teman yang sangat bisa diandalkan dalam berbagai situasi dan kondisi.

  Ya, terkecuali semalam. Hal yang membuat Nasha gondok setengah mati. Satria tidak bisa menemaninya ke acara pernikahan mantan kekasihnya.

  God! Ego Nasha rasanya tersentil saat menghadiri pernikahan mantan seorang diri. Mau bagaimana lagi, Satria juga memiliki urusan lain yang tidak bisa ditinggalkan.

  "Nas, masih ngambek?" tanya Satria begitu sepotong cheesecake dihidangkan di depannya. Bahkan sekarang pria itu menarik sebuah kursi agar bisa bertahan lebih lama lagi di depan meja kasir.

  "Sat, really kamu tanya gitu? Itu mantanku, Satria. Oh my god!"

  Dengan kesal Nasha meninggalkan meja kasir dan memberi kode pada salah seorang pegawai untuk menggantikan posisinya. Rambut panjangnya yang semula diikat menjadi satu kini diurai.

  Dia sangat ingin menyembur Satria dengan berbagai umpatan, tapi tentunya bukan di depan khalayak umum. Bakerynya baru naik daun. Jangan sampai dia menjatuhkan usaha yang sudah dibangunnya dengan susah payah.

  "Saya udah bilang saya gak bisa, Nas. Keisha lulus SMA dan semalam keluarga lagi makan-makan. Saya udah ajak kamu juga kan, tapi kamu gak mau."

  Tentu Nasha menolak dan lebih memilih untuk menghadiri pesta pernikahan mantan kekasihnya. Jelas Nasha tidak mau diberi cap gagal move on.

  "Ya ampun, Satria. Andai kamu tahu aku sama sekali gak berminat datang kesana. Aku terpaksa datang." Belum sempat Nasha merampungkan kalimatnya Satria sudah menyela lebih dulu.

  "Itu pilihan kamu sendiri, Nas. Kamu bisa menolak, tapi kamu tetap datang. Memangnya ada kenangan apa sih sama mantanmu yang itu?"

  Langsung saja Nasha terdiam. Apa dia harus jujur bahwa mantan kekasihnya yang kemarin menikah adalah laki-laki pertama yang pernah mencumbunya?

  "Mbak Nasha," panggil Jihan, pegawai bakery yang memasuki dapur dengan terburu-buru. "Bantuin di depan dong, Mbak! Rame banget itu."

  Mengangguk singkat Nasha langsung mengikuti langkah Jihan dan dengan sigap kembali berdiri di belakang meja kasir. Tanpa sadar Satria kembali mengikutinya dan duduk di kursi yang tadi sempat dipakainya.

  Mencoba acuh dengan keberadaan Satria Nasha terus melempar senyum pada pelanggannya. Sampai seorang pria lain yang datang membuat Nasha tertegun. Nasha tidak menyangka pria itu akan datang ke bakerynya.

  "Tiramisu 2 dan roll cake pandan 1," ucapnya nyaris tanpa nada. Pun demikian dengan sorot wajahnya yang datar.

  Dengan kaku Nasha mengangguk. Tatapan matanya tak luput mengawasi interaksi antara Satria dengan pria yang merupakan kakak tirinya, Agarish.

  Bibirnya tersenyum miris. Agarish bisa tersenyum tipis dan mengobrol santai dengan Satria. Sedang dengan dirinya? Agarish hanya akan menampilkan wajah datarnya. Entah kesalahan apa yang pernah Nasha perbuat hingga Agarish selalu acuh padanya.

  Padahal kalau diingat-ingat lagi Nasha belum pernah membuat satupun masalah di keluarga barunya. Bagaimana bisa membuat masalah kalau sejak awal pernikahan bunda dengan pak Tanubrata, papa Agarish Nasha jarang sekali berada di kediaman Tanubrata.

  Masa SMA-nya dia habiskan dengan tinggal bersama ayah. Lalu setelah ayahnya meninggal Nasha dimasukkan ke asrama sampai dia lulus kuliah, bukannya ikut tinggal di kediaman papa sambungnya.

  Setidaknya dalam seminggu hanya 2 kali Nasha mampir ke rumah itu. Ya, Nasha menyebutnya mampir.

  Lalu dimana Nasha tinggal? Tentu di tempat kos dengan alasan menghemat biaya transportasi yang sebenarnya juga tidak seberapa. Kemudian saat memiliki bakery yang diberi nama 'Aqila's Bakery' tersebut Nasha memanfaatkan salah satu ruang sebagai tempat tinggal.

  "Udah, Bang," ujar Nasha sambil menyerahkan pesanan Agarish. Sesuai dugaan Agarish hanya memandangnya datar lalu pergi usai berpamitan dengan Satria.

  Dia hanya berpamitan dengan Satria.  Tidak dengan Nasha. Dipandanginya punggung tegap tersebut sampai tidak sadar Satria sudah memanggilnya beberapa kali.

  "Gak nyoba buat ngajak ngobrol?" Satria jelas tahu betul sepak terjang kehidupan Nasha.

  "Takut, Sat. Dia kelihatan gak tertarik sama kehadiran aku." Suara Nasha lirih terdengar.

  Bisa Satria tangkap dengan jelas nada kesedihan disana. Mereka saudara tiri, tapi lebih terlihat seperti 2 orang asing. Satria sendiri kurang paham apa yang membuat Agarish bersikap kelewat acuh terhadap Nasha.

  Seolah teringat satu hal Satria langsung menandaskan cakenya dan berpamitan, "Saya ada kerjaan lagi, Nas. Nanti balik lagi."

  Tangan Satria bergerak mengusap kepala Nasha pelan. Pria itu nampak terburu-buru.

  "Take care, Satria," ucap Nasha dengan senyumnya. Ya, meskipun tadi dia sempat sinis terhadap Satria, tapi Nasha tidak bisa berlama-lama sinis dan ketus pada Satria. Bagaimanapun juga Satria itu seperti penyelematnya.

  Penyelamat saat Nasha merasa kesepian, sendirian, maupun dalam segala situasi yang terasa sulit Nasha lewati. Nyatanya Nasha bisa melewati semua itu karena Satria masih setia berdiri disampingnya. Memberinya sebuah lengan untuk berpegangan saat Nasha merasa dunianya akan runtuh.

  Senyum Nasha mengembang sempurna kala melihat mobil Satria keluar area parkir bakery. Tidak masalah kakak tirinya seakan tak pernah menganggapnya ada. Yang terpenting dia masih mempunyai Satria.

  "Mbak, kenapa gak jadian aja sama mas Satria?" Kemudian pertanyaan itu membuat senyum Nasha berganti dengan raut wajah keheranan.

  "Mbak Nasha sama mas Satria kelihatan cocok. Daripada nanti cari calon lain terus ternyata dalam sama luarnya beda. Mending sama mas Satria aja, Mbak. Udah hapal luar dalam."

  Ucapan asal dari pegawai bakerynya itu ternyata mampu mengetuk sisi lain dari Nasha. Menikah. Apa dia masih bisa bergantung pada Satria kalau pada akhirnya pria itu akan menikah? Tuhan bahkan belum memberitahunya siapa jodoh Satria kelak. Lalu jika wanita beruntung itu bukan dirinya, Nasha harus berbuat apa?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status