Share

SIAPA PAPAKU, MAMA?

Yumna berjalan dengan hati-hati di lorong-lorong supermarket, fokus mencari barang-barang yang dia butuhkan. Pikirannya terfokus pada tugas-tugas sehari-hari, hingga tiba-tiba dia melihat sosok yang sangat akrab. Dia terhenti sejenak saat melihat Diana, istri dari Farez, berada di lorong yang sama.

Pandangan mereka bertemu, dan saat itu Yumna merasakan kejutan dan kebingungan. Dia tidak pernah mengharapkan bertemu dengan Diana di tempat seperti ini. Wajah Diana mencerminkan kejutan yang sama, seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat.

Keduanya saling menatap, terdiam dalam ketidaknyamanan yang terasa tegang di antara mereka. Yumna merasa ada begitu banyak yang ingin dia katakan, namun dia terbungkam oleh keheningan dan beban masa lalu.

Diana akhirnya memecah keheningan, mencoba menjalin komunikasi dengan sikap yang tegar. "Yumna, apa kabarmu? Aku tidak mengharapkan bertemu denganmu di sini."

Yumna menggigit bibirnya, mencari kata-kata yang tepat untuk merespons. Dia merasakan kebingungan dan ketidakpastian, tidak yakin apa yang seharusnya dia katakan. Akhirnya, dia menjawab dengan suara lembut, "Aku baik-baik saja, Diana. Maaf jika ini terasa canggung."

Diana mengangguk dengan penuh pengertian, menyadari keadaan yang rumit di antara mereka. Meskipun suasana tidak nyaman, keduanya tetap bersikap sopan satu sama lain.

Yumna merasa campur aduk, dengan perasaan masa lalu yang kembali menghantuinya. Dia ingin menyampaikan penyesalannya pada Diana, mengungkapkan segala sesuatu yang ada di hatinya, tetapi dia tidak yakin apakah ini adalah waktu atau tempat yang tepat.

Dengan senyum tipis, Diana akhirnya berucap, "Semoga segala sesuatu baik-baik saja dalam hidupmu, Yumna. Jika kamu ingin berbicara atau memiliki kesempatan untuk menyampaikan sesuatu, aku akan siap mendengar."

Yumna mengangguk, merasakan sedikit kelegaan. Meskipun pertemuan ini menimbulkan banyak emosi yang rumit, setidaknya ada kesempatan untuk berbicara dan memperbaiki hubungan yang terjalin di antara mereka.

Keduanya melanjutkan perjalanan mereka di lorong supermarket, menyadari bahwa masa lalu tidak bisa diubah, tetapi mungkin ada ruang untuk pemahaman, pengampunan, dan kesempatan baru.

Setelah berkeliling memilih barang-barang yang diperlukan, Yumna tiba di kasir supermarket untuk membayar belanjaannya. Dia menempatkan semua barang di atas meja kasir dengan penuh perhatian, sambil mengatur dompetnya untuk mengeluarkan uang.

Sambil menunggu giliran, Yumna memperhatikan kegiatan di sekitarnya. Suara derap langkah, mesin kasir yang berdering, serta tawa dan percakapan pelanggan lain yang sedang berbelanja, menciptakan suasana yang hidup di sekitar supermarket.

Ketika tibalah gilirannya, Yumna dengan sopan memberikan barang-barangnya kepada kasir. Dia melihat wajah kasir yang ramah dengan senyuman, dan kasir tersebut mulai memindai setiap item dengan cekatan. Harga barang muncul di monitor dan Yumna menyimaknya dengan seksama, memastikan semuanya sesuai.

Setelah semua barang dipindai dan total belanja diumumkan, Yumna membuka dompetnya dan mengeluarkan uang dengan hati-hati. Dia menghitung jumlah yang dibutuhkan dengan cermat, pastikan tidak ada kesalahan.

Dengan senyuman dan ucapan terima kasih, Yumna menyerahkan uang kepada kasir. Dia merasakan rasa lega karena tugasnya telah selesai dengan baik. Dia menunggu sejenak untuk menerima kembali kembalian dan struk pembelian.

Saat kasir memberikan kembalian dan struk, Yumna memasukkannya ke dalam dompetnya dengan hati-hati. Dia mengucapkan terima kasih sekali lagi pada kasir, mengangkat tas belanjaannya, dan meninggalkan kasir dengan langkah mantap.

Yumna merasa puas karena telah menyelesaikan tugas belanja dengan baik. Dia merasakan rasa tanggung jawab dan keberhasilan saat membayar belanjaannya. Dengan barang-barang yang sudah dibelinya, Yumna melangkah keluar dari supermarket dengan perasaan lega, siap untuk melanjutkan aktivitasnya yang lain.

***

Yumna pulang ke rumah dengan hati yang masih terbebani setelah pertemuannya dengan Diana di supermarket tadi. Ketika ia membuka pintu rumah, suaranya dipenuhi dengan tawa riang anaknya yang enerjik, Aurora. Senyumnya segera terpancar begitu ia melihat Yumna memasuki ruangan.

"Mama! Mama pulang!" seru Aurora dengan gembira, lari ke arah Yumna dan melompat ke pangkuannya.

Yumna merasakan kehangatan dan cinta yang tak tergantikan saat ia memeluk Aurora erat-erat. Wajahnya yang lelah segera terangkat oleh kehadiran anaknya yang penuh keceriaan.

"Hai, sayangku," sapanya dengan lembut, mencium kening Aurora dengan penuh kasih sayang. "Apa kabarmu hari ini?"

Aurora melepaskan pelukan dan menatap Yumna dengan mata yang penuh kegembiraan. "Aku baik-baik saja, Mama! Hari ini aku bermain dengan teman-temanku di taman dan kami membuat kastil pasir yang besar!"

Yumna tersenyum melihat semangat dan keceriaan Aurora. Meskipun hatinya masih penuh dengan pertemuan tadi, ia tahu betapa pentingnya menghadirkan kebahagiaan dan ketenangan dalam kehidupan putrinya.

"Aku senang mendengarnya, sayang. Kamu pasti membuat kastil yang indah," kata Yumna dengan suara hangat. "Bagaimana kalau kita bersantai sebentar dan aku akan membacakanmu cerita sebelum tidur?"

Mata Aurora berbinar-binar. "Oh, iya, Mama! Aku suka cerita-cerita yang mama bacakan!"

Yumna merasakan beban dan kekhawatirannya mulai mereda saat dia memandang anaknya yang penuh kebahagiaan. Dia memahami bahwa meskipun ada masa lalu yang rumit dan sulit, ada juga cinta yang tak tergantikan di hadapannya.

Dengan langkah ringan, Yumna membawa Aurora ke ruang tidur mereka, siap untuk menciptakan momen-momen indah bersama anaknya yang penuh keceriaan. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menjaga kebahagiaan dan keamanan Aurora, dan terus berusaha memperbaiki diri dan menjadikan masa depan mereka yang lebih baik.

Yumna duduk di lantai dengan Aurora di depannya, mereka sedang asyik bermain bersama mainan. Tawa dan canda riang mengisi ruangan saat mereka saling melempar bola kecil.

Tiba-tiba, Aurora menghentikan permainan dan menatap Yumna dengan tatapan penuh keingintahuan. "Mama, siapa papaku?" tanyanya dengan polos.

Yumna terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba dari putrinya. Matanya memperhatikan Aurora sejenak, mencari cara terbaik untuk menjelaskan situasi tersebut.

"Dulu, sayang, kamu memiliki seorang papa," ujar Yumna dengan lembut, merangkul Aurora dalam dekapannya. "Namun, sekarang papa tidak lagi bersama kita."

Aurora menatap Yumna dengan wajah campur aduk antara kebingungan dan rasa ingin tahu. "Mengapa papa tidak bersama kita, Mama?" tanyanya dengan suara lembut.

Yumna mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjelaskan dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami oleh Aurora. "Kadang-kadang, sayang, dalam hidup, orang dewasa menghadapi kesulitan dan perbedaan yang sulit diselesaikan. Kadang-kadang, mereka memilih untuk hidup terpisah untuk menemukan kebahagiaan mereka masing-masing."

Aurora menatap Yumna dengan tatapan polos, mencerna kata-kata yang baru saja didengarnya. Wajahnya mencerminkan sedikit kebingungan, tetapi juga ada kecerdasan dan pemahaman dalam matanya.

"Mama, apakah kita bahagia tanpa papa?" tanya Aurora, mencari kepastian dari Yumna.

Yumna tersenyum lembut, mengelus pipi Aurora dengan lembut. "Tentu saja, sayang. Kita bisa bahagia bersama-sama, meskipun tanpa papa di sini. Kita memiliki cinta yang tak tergantikan di antara kita, dan selalu ada keluarga dan teman-teman yang mendukung kita."

Aurora merespons senyum Yumna dengan senyumannya sendiri, seolah merasa lega dan terhibur oleh kata-kata ibunya. Mereka melanjutkan permainan mereka dengan semangat baru, menikmati momen kebersamaan yang penuh cinta dan kehangatan.

Yumna berharap bahwa penjelasan sederhana ini akan memberikan Aurora pemahaman dan ketenangan. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu hadir dan mendukung putrinya, menjaga kebahagiaan dan kedamaian dalam kehidupan mereka berdua.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rosman
lanjut lah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status