MENCARI YANG TERSEMBUNYI
Ava mematung cukup lama di balik pintu kaca ruang meeting kantornya. Matanya menatap lurus pada dua pria yang sedang berbicara dengan Aldo di pintu depan. Satu pria berjas hitam dan satunya lagi berjas biru dongker. Keduanya terlihat gagah dan tampan. Tapi pria berjas biru terlihat … familiar.
“Ah, sial!” Ingatan Ava akhirnya mampu menemukan pria berjas biru itu. “Sial! Sial! Sial!.” Ava mengumpat terus menerus.
Fix! Pria berjas biru itu Nico. Pria yang Ava ajak bercinta secara random. Ava sadar, suatu saat mereka pasti bakalan ketemu lagi. Jakarta memang tidak seluas yang dibayangkan. Tapi, bukan di momen seperti ini. Dimana Ava adalah penjual, dan pria itu pembelinya.
Tangan Ava bergerak cepat untuk mengambil ponselnya. Ava mengetik ‘Nico Bio Group’ di situs pencarian g****e.
“Hah!” Ava menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Wajah Nico muncul bertebaran di layar ponsel Ava. Jadi pria yang Ava ajak bercinta, ternyata Wakil Direktur dari Bio Group.
“Gila! Gila banget.” Tubuh Ava mendadak gemetar. Bagaimana mungkin dia punya hubungan intim dengan kliennya sendiri.
“Tenang, Ava. Calm down. Bisa jadi dia udah lupa. Cowok tajir kayak dia, pasti udah biasa tidur sama banyak cewek. Gak mungkin dia ingat satu persatu.” Ava mencoba menguatkan dirinya sendiri. Sampai akhirnya…
“Terima kasih sudah mau berkunjung ke kantor kami.” Ava membuka meeting di pagi itu. “Seperti yang sebelumnya sudah pernah saya jelaskan, kami berniat…”
“Sorry,” Nico tiba-tiba menginterupsi. “Sebelumnya kamu kasih penjelasan ke Alex kan?”
“Iya, Bapak. Sebelumnya kami pernah beberapa kali meeting dengan Pak Alex.”
“Well. Kalau gitu sebaiknya kamu jelaskan lagi ke saya. Karena sekarang saya yang handle semua urusan dengan Amazed.”
“Hm, mengenai itu…” Ava terbata. Dia jadi bingung sendiri dengan permintaan Nico. “Mohon maaf, tapi sepertinya akan lama kalau saya harus menjelaskan lagi dari awal. Sebab kami juga sudah melewati beberapa pertemuan.”
“It’s ok. Kamu butuh berapa lama?” tantang Nico. “Saya akan disini sampai kamu selesai menjelaskan.”
“Heh?!”
Fathan tersenyum kecil. Sebenarnya, di tangan Fathan sudah tersimpan beberapa proposal Kerjasama antara Bio Group dengan Amazed. Fathan sengaja meminta semua dokumen mengenai Amazed ke asisten Alex sebelum mereka pergi ke kantor ini.
Namun tanpa perlu di beri kode pun, Fathan sudah tahu jika saat ini Nico sengaja ingin mengulur waktu. Bos sekaligus sahabatnya ini pasti tertarik pada Ava. Wanita yang Nico sebut Ana.
“Apa perlu saya kosongkan jadwal Pak Nico hari ini?” tanya Fathan, gerak cepat.
“Sepertinya begitu,” jawab Nico sambil tersenyum.
“Satu hari cukup untuk kasih penjelasan ke saya?” tanya Nico pada Ava. “Atau, perlu ditambah satu malam?”
Ava menelan ludahnya sendiri. Kata ‘satu malam’ yang Nico sebutkan, langsung mengorek kenangan Ava di malam itu. Dada Nico yang bidang, perut Nico yang kuat, hingga bahu Nico yang lebar, semuanya jadi terbayang di otak Ava.
“Cukup. Cukup hari ini.” Ava menjawab. Tegang.
Aldo tiba-tiba tertawa. “Saya jadi merasa tersanjung karena Pak Nico mau meluangkan waktu untuk mengenal perusahaan kami. Saya yakin, kerjasama kita pasti akan berjalan dengan baik.” Aldo tertawa kembali. “Ava! Hari ini kamu milik Pak Nico. Jelaskan semua yang perlu Pak Nico tahu,” ucap Aldo pada Ava.
“Baik, Pak,” jawab Ava, tanpa bantahan.
Nico dan Ava duduk saling berhadapan. Ava sengaja menundukkan wajahnya agar tertutup layar laptopnya. Sebab Ava sadar jika mata Nico tidak pernah berhenti menatapnya.
Aldo Aksara pamit untuk kembali ke ruang kerjanya. Tentunya Aldo beralasan sedang ada pekerjaan. Padahal, Aldo malas jika harus mendengarkan penjelasan Ava. Pria itu lebih suka mendengar tentang berapa keuntungan yang bisa mereka dapatkan, ketimbang dengan cara apa dan bagaimana anak buahnya bekerja keras untuk mencapai keuntungan tersebut.
Nico juga memerintahkan Fathan untuk pergi lebih dulu. Nico tidak ingin pekerjaan Fathan jadi terbengkalai karena harus mengikuti permainan ‘penasaran’ Nico hari ini. Nico bersikeras untuk mendapatkan jawaban dari bibir Ava. Dia akan memastikan jika Ava memanglah Nia, gadis yang tidur dengannya di malam itu.
“Jadi berapa produk yang dijanjikan Alex ke kalian?” tanya Nico.
“Berdasarkan meeting ke tiga, Pak Alex minta kami membuatkan 3 iklan untuk 3 produknya.”
“Produk apa aja?”
“Ini, Pak…” Ava memutar laptopnya agar Nico bisa melihat apa yang ingin Ava sampaikan.
“Bisa kamu pindah kesini,” pinta Nico. Dia melihat Ava kesulitan ketika harus mengoperasikan laptop. “Saya juga perlu mengdengar suara kamu lebih jelas.” Nico menarik kursi yang berada tepat di sampingnya.
“Baik, Pak.” Ava tidak bisa menolak permintaan Nico. Padahal dia sudah berusaha menjaga jarak dengan pria ini.
“Jadi, ini 3 produk yang akan kami buatkan iklannya lebih dulu,” Ava mencoba menjelaskan secara detail pada Nico.
Nico mendekatkan kepalanya ke Ava. Bukan semata-mata karena Nico ingin tahu dengan penjelasan Ava. Tetapi Nico mencium aroma parfum yang tidak asing di hidungnya.
Tepat! Nico tersenyum sendiri. Ini aroma parfum yang sama. Aroma parfum Nia. Aroma parfum yang pernah Nico hisap dari tubuh Nia saat Nico menjelajah tubuh molek gadis itu.
“I will tell you something.”
“Ya?” tanya Ava.
“Ketiga produk yang Alex kasih ke kamu, adalah produk dengan penjulan terendah.”
“Ah. Baik, Pak.”
“Kamu yakin, bisa menaikkan penjualannya dengan iklan yang akan kamu bikin?”
“Jujur. Ini tantangan besar untuk kami. Tapi saya akan berusaha. Saya pasti…”
“Shut!” Nico memotong ucapan Ava. “Sebelum kami pindah ke Amazed. Kami menggunakan perusahaan iklan besar. Bahkan mereka menggunakan actor korea untuk jadi artis iklannya. Tapi, penjualan hanya naik 2%...”
Ava mengigit bibirnya sendiri ketika mendengar ucapan Nico. Dia merasa sedang ditaburi dengan beban besar oleh kliennya.
“Salah satu poin di kontrak yang kamu buat dengan Bio Group, menjelaskan jika kami bisa memberikan penalty pada Amazed jika penjulan produk tidak dapat memenuhi presentase yang diinginkan.”
“Iya, Pak.” Ava mengangguk. Dia tahu poin itu memang sangat memberatkan untuk perusahaanya. Ava juga pernah meminta Aldo dan manajemennya untuk mendebat poin itu. Tetapi Aldo dan manajemen perusahaan mengabaikan permintaan Ava. Mereka terlalu senang saat mendengar perusahaan sekelas Bio Group ingin menggunakan jasa dari perusahaan yang tengah berkembang seperti Amazed.
“Jadi, mulai lagi dari awal,” lanjut Nico.
“Mulai dari awal?” Ava kurang paham pada kalimat terakhir Nico.
“Gini…” Nico mendekatkan kursinya ke Ava. “Ada hubungan yang dimulai dari tidur bersama, lalu pacaran…”
Mata Ava terbeliak. Dia merasa jika Nico sedang menyindir dirinya.
“Tapi ada juga yang dimulai dari perkenalan, pendekatan, pacaran, lalu mungkin tidur bersama.”
Ava mencoba mengalihkan pandangannya dari tatapan Nico yang menjurus padanya.
“Intinya, dua-duanya sama-sama berakhir dengan pacarana dan tidur bersama…” Nico sengaja memberikan penekanan pada kata ‘tidur bersama’, “tapi, prosesnya yang berbeda.”
“So?”
“So, daripada kamu sekedar melanjutkan. Bagaimana kalau kita mulai dari awal?”
Ava masih belum benar-benar paham kemana arah pembicaraan Nico.
“Kita mulai dari perkenalan,” Nico mengulurkan tangannya pada Ava.
“Okay.” Ava membalas uluran tangan Nico.
“Kenali produk yang akan kamu iklankan. Cari tahu dimana kekurangan dan kelebihannya. Perbaiki kekurangan, tonjolkan kelebihan. Setelah itu, baru kamu iklankan.”
“Ah!” Ava akhirnya paham kemana pembicaraan Nico bermuara.
Bersambung…
PACARAN?! Tya merebahkan tubuhnya di atas ranjang tidurnya yang besar. Kepalanya terasa sakit, layaknya ada ribuan kerikil yang bertumpang tindih di dalam otaknya. Tya merasa bersalah, gundah, gelisah, dan entah apalagi istilahnya. Rasanya dia ingin mengucapkan sumpah serapah, tapi hanya diam yang lantas mampu dia ungkapkan. Air matanya menetes tanpa diminta. Tya merasa sudah gagal menjadi ibu dan bapak untuk Ava. Pengorbanannya, kerja kerasnya, dan lelahnya dibayar dengan luka dan nista. "Huh..." napas Tya terasa berat. Matanya mencoba terpejam meski air matanya terus mengalir dengan kejam. "Tan, makan dulu. Ava bikin telor dadar kesukaan Tante." ucap Ava dari depan pintu kamar Tya yang tertutup rapat. Hening. Tanpa balasan apalagi jawaban. Tante Tya masih juga tidak mau meladeni Ava yang sedari tadi berusaha untuk membuatnya keluar dari dalam kamar. Ava menggulung rambutnya yang panjang. Mengikatnya dengan tali karet berwana hitam. Dia berencana untuk membuat mie rebus d
MENIKAH DENGAN ORANG ASINGSuasana di ruang tamu rumah Tya mendadak hening setelah Ava mengeluarkan kalimat ampuhnya.Nico merasa lega, tapi entah kenapa, dia juga merasa kecewa. Ada sisi dari dirinya yang benar-benar ingin memiliki Ava. Menikahi gadis itu untuk menjadi pendamping hidupnya. Tapi sisi lain dari Nico juga mencoba melawan. Ingin tetap memegang prinsip bahwa pernikahan bukanlah jalan keluar dari cinta.Tante Tya mulai bisa bernafas lega. Keponakan satu-satunya tidak hamil di luar nikah. Dia tidak perlu merasa salah karena tidak becus dalam mendidik anak dari kakak satu-satunya.Sedangkan Ashanti, mungkin satu-satunya orang yang terpaksa harus menanggung marah. Dia kehilangan alasan kuat untuk memaksa Ava menikah dengan puteranya. Ashanti sebenarnya tidak terlalu peduli dengan kehamilan Ava. Dia hanya butuh alasan untuk menyelamatkan puteranya dari kehancuran yang dia yakini diperbuat oleh Alex.“Jadi…” Ava membuka suaranya lagi. “Pembicaraan soal pernikahan sebaiknya tida
DIDATANGI CALON MERTUABukan Ashanti namanya jika hanya menerima. Ashanti mungkin bisa sabar saat dijadikan istri simpanan. Dia juga masih terima saat anak semata wayangnya dicatatkan sebagai anak dari istri sah suaminya. Tapi, Ashanti tidak bisa terima jika anaknya tidak bisa mendapatkan harta warisan suaminya.“Kita pergi ke rumah Ava,” perintah Ashanti kepada supir pribadinya.Ashanti sudah mengantongi alamat rumah Ava dari Fathan. Meskipun Ashanti harus memaksa dan meninggikan suaranya di depan asisten pribadi Nico, tapi Ashanti berhasil mendapatkan alamat Ava.“Tumben kamu mau nemenin tante lari pagi,” ucap Tya dengan nafas terengah-engah.“Aku butuh udara segar supaya berpikir tenang,” balas Ava sekenanya.Sebenarnya bukan itu alasan utama Ava menemani Tya olah raga pagi. Ava ingin memastikan tantenya tidak membuka me
MENANTU YANG TAK DIINGINKAN Dugaan Ava benar terjadi. Video keributan dirinya dengan Aluna tersebar dalam hitungan detik. Netizen Indonesia terbukti tidak pernah tidur. Ratusan bahkan mungkin ribuan komentar bermunculan di semua media social yang menayangkan video tersebut. Ratu viral ‘Aluna’ memang tengah disorot atas kasus kehamilannya di luar nikah. Jadi berita apapun yang berhubungan dengan nama Aluna, sudah pasti ikutan viral. Nico menaruh ponselnya di atas meja kerja yang ada di dalam kamar tidurnya. Tangannya memijit keningnya yang tiba-tiba terasa sakit setelah melihat video dan membaca beragam artikel yang membicarakan tentang isi dari keributan Aluna dan Ava. Nico mengingat salah satu komentar yang menyebutkan bahwa Nico ternyata sudah menghamili dua wanita dalam kurun waktu yang hampir sama. Sekarang namanya bukan lagi disebut sebagai pria yang tidak bertanggung jawab. Tetapi sudah dicap sebagai pria ‘Red Flag’ yang meniduri wanita disana sini. Namun bukan sebutan ‘Red
BENCANA ATAU RENCANAAva berdiri cukup lama di depan televisi yang sedang menampilkan berita skandal Nico dan Aluna. Sebenarnya, hingga saat ini Aluna belum memberikan konfirmasi apapun terkait ayah dari bayi yang dikandungnya. Namun foto-foto Nico dan Aluna di hotel sudah cukup untuk membuat natizen berkesimpulan bahwa Nico adalah pria tidak bertanggung jawab.“Udah hampir sebulan, tapi beritanya masih panas aja.” Agnes berkomentar di samping Ava yang sama-sama sedang menonton berita di televisi.“Gimana gak panas, beritanya di gosok terus.” Suara Gita terdengar menyahut, membuat Ava dan Agnes bergegas meninggalkan tontonan mereka.“So, gimana?” tanya Ava, penasaran.Gita menganggukkan kepala beberapa kali. “Gue beneran hamil.” Senyum cantik Gita tersembul.Ava, Agnes, dan Tiwi bersamaan memeluk Gita. Mereka tidak tahu apa arti pelukan itu. Entah pelukan sayang atau pelukan kasihan. Mereka juga belum tahu, apakah kehamilan Gita akan menjadi bencana atau justru rencana indah dari Tuha
HAMILNico hanya mematung. Menatap punggung Ava yang pergi menjauh hingga menghilang ditelan lift yang membawa gadis itu semakin jauh darinya.Nico tersenyum tipis.Lucu tapi juga dongkol. Ini pertama kalinya dia merasa tidak dihargai oleh seorang wanita. Wanita yang bukan apa-apa, bahkan siapa-siapa. Nico jadi menyesal karena sudah berusaha memberikan penjelasan pada Ava. Tapi, dia juga yakin jika dirinya akan lebih menyesal jika hanya diam sama, tanpa berusaha memberikan penjelasan kepada gadis itu.Lucu. Nico tersenyum lagi. Dia merasa seperti orang bodoh saat ini.Ava duduk terdiam di kursi halte bus yang sudah sepi. Gigi depannya mengigit ujung kuku jari tangannya tanpa dia sadari sepenuhnya. Pikirannya melayang. Merasa bersalah karena sudah bersikap kasar pada Nico. Tapi batinnya juga terus berteriak, memastikan apa yang dilakukannya sudah benar.Matanya lantas tertuju pada sebuah mobil yang melintas lambat di depan halte bus. Mobil yang bisa langsung Ava kenali pemiliknya. Mobil