ALEX VS NICO“Well, ini meja kerja kamu.” Tya mengantarkan Ava sampai ke meja kerjanya. “Itu ruang kerja Pak Alex, dan yang itu, meja kerja saya.” Tya menunjuk ruang kerja Alex dan meja kerjanya dengan telunjuk.“Baik, Mbak.” Ava mengangguk mengerti. Matanya mengelilingi ruang kerja di lantai lima belas yang cukup luas.Ava memperhatikan meja kerja barunya dengan seksama. Tidak banyak meja kerja yang berada di ruangan besar ini. Ava menebak jika meja-meja besar yang berada di depan masing-masing ruangan adalah milik sekretaris dan asisten pribadi dari para eksekutif yang ada di lantai ini.Ada beberapa eksekutif yang memiliki lebih dari satu sekretaris. Contohnya Alex, Ava bisa melihat jika direktur Bio Group itu memiliki dua sekretaris dan satu asisten pribadi. Tapi Nico … Ava jadi menengok pada ruang kerja Nico yang berada cukup jauh dari tempatnya. Nico hanya memiliki satu sekretaris dan tanpa asisten pribadi.“Hmm,” Ava bergumam sendiri. Mungkin benar kata Tya. Nico adalah bos yan
CINDERELLA Entah sudah berapa kali Ava memperhatikan gaun berwarna hitam yang tergantung di salah satu sudut kamar tidurnya. Bukan hanya gaun hitam itu saja yang Ava dapatkan dari kartu kredit Alex. Sepasang sepatu berwarna merah, satu set perhiasan emas dengan kilauan mutiara merah juga sudah Ava pajang di dalam kamar tidurnya. “Cantik!” Ava memuji barang-barang indah nan mahal tersebut. Kalau bukan karena Tya, Ava pasti hanya membeli satu gaun pesta saja. Tya dengan santainya membeli banyak barang untuk Ava dan tentunya untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan harga. “Entahlah…” napas Ava berhembus. Jujur saja, hatinya masih tidak tenang sampai gaun indah itu melekat di tubuhnya saat ini. Ava takut Alex akan menagih semua biaya pakaian dan perhiasan indah ini. “Sudahlah!” Ava berusaha melupakan masalah itu. Setidaknya untuk saat ini. Ava sudah telihat cantik dengan gaun hitam, perhiasan serta sepatu merah yang tampak elegan di kakinya yang indah. Sebuah mobil Mercedez Benz b
SERBA SALAH ‘Mohon maaf sekali, Pak Alex. Saya tidak bisa ikut ke acara private Pak Alex malam ini. Jika boleh, saya diberikan kesempatan lain untuk bertemu dengan teman-teman Pak Alex di waktu lain.’ Alex membaca pesan singkat yang dia terima dari Ava. “Pak Nico membawa Ava pergi.” Berita itu yang juga Alex dapatkan dari sekretarisnya bersamaan dengan pesan singkat yang sedang Alex baca. “Nico!” Alex tersenyum tipis. Jadi gadis itu memang penting untuk Nico. Senyum Alex lantas melebar. Tebakannya terbukti benar. Nico memang tengah berusaha melindungi Ava dengan cara apapun. “Semoga Pak Alex gak marah.” Ava menaruh kembali ponselnya ke dalam tas setelah mengirimkan pesan perpisahan pada Alex. “Dan semoga dia masih mau bantu saya. Bantu Amazed,” sindir Ava pada Nico. Nico hanya melirik tipis. Namun tidak menggubris sindiran Ava. Gadis itu hanya tidak tahu niat Alex. Namun Nico juga tidak ingin memberitahukan niat Alex padanya. “Rumah kamu dimana?” tanya Nico. Ava mengetik alamat
ADA RASA DIANTARA KITANico menghela napasnya cukup panjang setelah memastikan tantenya Ava keluar dari rumah ini. Entah kenapa, Nico jadi tegang. Seperti dipaksa bertemu calon mertua.Matanya menyapu sekeliling rumah yang tidak terlalu besar. Tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan rumahnya tentu saja. Hanya ada dua kamar tidur yang berjejer. Satu ruang tamu mungil yang sengaja disatukan dengan ruang makan dan dapur minimalis.Tidak banyak barang yang ada di rumah ini. Sepertinya Ava maupun tantenya bukan wanita yang suka mengkoleksi barang-barang. Tampak rapi, meski sederhana. Terlihat nyaman, walaupun apa adanya.“Lucu.” Nico memuji foto gadis kecil yang dia tebak adalah Ava di masa kecil.Ada juga beberapa foto yang memperlihatkan betapa bahagianya gadis kecil itu saat sedang bersama kedua orang tuanya. Foto Ava saat masih bayi juga tidak luput
I WILL PROTECT YOUAva cukup terkejut dengan permintaan Nico untuk menjaga jarak dari Alex. Berkali-kali Ava pikirkan, tetapi dia tidak dapat menemukan jawaban pasti atas permintaan yang bukan sekali ini Nico minta darinya.“Pak Nico suka sama saya?” tanya Ava dengan gamblang.Gamblang memang, tetapi gambling untuk Ava. Dia tidak tahu Nico akan menjawab apa. Jika iya, mungkin Ava akan minta waktu untuk berpikir dulu. Tapi jika tidak, Ava akan pura-pura sedang bercanda.“Hah?!” Nico kaget dengan pertanyaan Ava. Dan lucunya, jantungnya tiba-tiba berdebar mendengar pertanyaan gadis itu. “Bukan begitu,” Nico pura-pura tertawa.Ava pun berpura-pura tertawa. Dia memang sudah menyiapkan reaksi ini tadi. “Saya bercanda, Pak.” Ava menyeruput jeruk perasnya. “Makanya, jangan nyuruh saya menjauh dari Pak Alex. Kesannya Pak Nico lagi jealous.”“Jealous? Saya?” Nico tertawa. “Gak lah. Saya cuma worry.”“Worry kenapa?” tanya Ava. Raut wajahnya berubah serius.Nico khawatir Ava hanya akan menjadi ko
JADI YANG PERTAMASecangkir teh hangat terlihat mengepul dari kilatan cahaya matahari yang mengintip dari balik jendela ruang tamu. Tanaman hijau tumbuh subur di taman kecil yang terselip di depan teras rumah. Televisi sengaja dinyalakan meski Nico tidak menyaksikan acaranya dengan sepenuh hati. Matanya sesekali menatap kamar mandi yang berada tidak jauh dari dapur dan meja makan tempat dia menghabiskan sepasang roti panggang.“Kenapa gue masih disini?” Nico bertanya pada dirinya sendiri.Dia sedikit menyesal mengatakan ‘iya’ saat Ava menawarkannya untuk istirahat lebih dulu sebelum pulang. Sekarang Nico jadi merasa seperti pria yang tengah mencari cara untuk melakukan hal mesum kepada wanita yang tinggal sendirian di rumahnya.‘Mungkin aku bisa menciumnya’. ‘Tantenya gak ada.’ ‘Kami hanya berdua di rumah ini.’ ‘Sepertinya lebih dari cium juga bisa’. ‘Mungkin … bercinta?’. ‘Apa dia mau?’. ‘Bagaimana kalau dia menolak?’. Isi kepalanya penuh dengan kata-katanya sendiri. Dan Nico merasa
JEBAKAN UNTUK AVAPipi Ava memerah. Bersemu malu setelah mendengarkan ucapan Nico. Sekarang bagaimana dia bisa bersikap seolah-olah bercinta adalah hal biasa, seperti saran Agnes sebelumnya. Jelas, Ava tidak akan bisa bersikap seperti itu jika Nico tahu bahwa Ava belum pernah melakukan hal itu sebelumnya.“Gita!” Ava mengeram di depan sahabatnya. “Mulut lu ya, bener-bener!” Ava melempar bantal kursi di ruang tamu ke arah Gita yang sedang asik duduk di atas sofa sembari memainkan ponselnya.“Salah gue apa sih, kok dimarahin.” Gita memelas.“Bisa-bisanya lu ngomong gitu di depan Pak Nico.” Ava melemah. Dia menjatuhkan badannya ke atas sofa. Tubuhnya serasa lemas mendadak.“Pak Nico?” Gita menggeser posisi duduknya menjadi menghadap Ava. “Lu manggil ‘Pak’ ke cowok yang ‘tidur’ sama lu?” Kening Gita berkerut. “Apa jangan-jangan dia udah tua? Tapi mukanya masih muda ah. Ganteng lagi.” Gita tersenyum sendiri. Matanya melayang, seperti membayangkan Nico adalah pria impiannya. “Atau … argh! G
I WILL GET YOU Tanpa curiga sedikit pun, Ava mendatangi tempat acara yang Aldo informasikan. Alexa club memang cukup terkenal di kalangan anak muda Jakarta. Namun tidak ada yang tahu dengan pasti siapa pemiliknya. Konon katanya seorang pengusaha dari Australia. Ada juga yang bilang seorang penjabat negara. Karenanya Alexa club hampir tidak pernah tersentuh oleh masalah dari kepolisian maupun perpajakan. Namun Alexa club sebenarnya sudah lama dimiliki oleh Alex. Pria itu membeli Alexa yang sebelumnya bernama Phoenix dari seorang temannya yang pernah kuliah bersama di Australia. Alex mengganti nama club dan merubah semua design di tempat itu menjadi sesuai dengan impiannya. Si paling pintar bernegosiasi itu sengaja memberikan beberapa persen sahamnya secara cuma-cuma kepada beberapa orang penting di pemerintahan agar club-nya dapat berdiri tegak tanpa tersentuh masalah. “Akhirnya kamu datang juga.” Aldo menyambut Ava yang baru tiba. Wajah Aldo sangat sumringah saat melihat Ava data