Share

2. Kejutan Lamaran

Happy Reading . . .

***

"Jack, kau ingin membawaku kemana?" Tanyaku yang sangat penasaran bercampur dengan sedikit bersemangat.

Kedua mataku yang saat ini sedang ditutup oleh sehelai kain, membuatku tidak mengetahui kemana Jack ingin membawaku. Setelah aku dan Jack yang bertemu selepas kami sama-sama selesai bekerja tadi, mataku ini langsung ditutup olehnya karena ia yang mengatakan ingin mengajakku ke suatu tempat dan juga memberikanku sebuah kejutan.

"Jika aku beritahu, itu bukanlah sebuah kejutan namanya.". Genggaman tanganku yang begitu erat pada tangan Jack ini, membuat pria itu yang dengan perlahan menjadi mataku untuk menuntun setiap langkah pada jalanan yang sedikit berbatu dan tidak rata ini.

"Kaki ku sakit," keluhku.

"Itu karena kau yang sedang menggunakan sepatu hak tinggi."

"Kau yang tidak memberitahuku ingin mengajak ke tempat dengan jalanan seperti ini," balasku dengan protes.

"Jika aku beritahu, ini bukan kejutan."

"Kau menyebalkan! Gendong aku," pintaku dengan merajuk.

"Sedikit lagi kita sampai."

"Jack..."

"Sedikit lagi kita sampai, Sayang. Bersabarlah sedikit lagi."

"Tanggung jawab jika kaki ku menjadi terluka."

"Tenang saja, nanti akan aku obati.". Hingga beberapa langkah kemudian dan kaki ku pun semakin terasa sakit karena buruknya perpaduan di antara jalanan berbatu dan sepatu hak tinggi yang aku kenakan ini, pada akhirnya setelah aku menaiki satu anak tangga terakhir, aku bisa merasakan dinginnya angin malam hari ini yang menyapu tubuhku.

"Kita sudah sampai. Kau sudah boleh membuka penutup kain di mata-mu itu."

Ucapan Jack yang sudah menyuruhku untuk membuka penutup mata ini, langsung membuatku dengan cepat menarik ke atas melewati kepalaku. Dan betapa terkejutnya aku setelah membuka mata, pemandangan malam hari kota Paris ini terlihat begitu menakjubkan di atas bukit tempat aku sedang berdiri ini langsung menyapa penglihatanku. Temaram lampu yang berkerlap-kerlip dari bangunan dan kendaraan yang berlalu lalang menyempurnakan pemandangan di sana. Aku tidak menyangka, Jack memwbawaku ke tempat yang bagiku sangat romantis ini.

"Kau menyukainya?" Tanya Jack kepadaku.

"Sangat! Bagaimana kau bisa membawaku ke tempat ini?"

"Aku ingin mengganti rencana makan malam kita kemarin yang gagal karena Foxxie sedang merajuk, dengan sekarang yang aku ingin mengajakmu untuk berkencan dengan berpiknik di sini. Lihatlah, aku sudah menyiapkan makan malam sederhana kita." Balas Jack sambil menunjuk sebuah kain dengan ukuran besar yang digelar sebagai alas di atas tanah yang berbatu itu dan juga terdapat keranjang yang aku yakini berisi makanan di atas kain bermotif kotak-kotak dan bewarna merah itu.

"Jack! Terima kasih," ucapku dengan senang atas keromantisan sikapnya itu terhadapku. Dan pelukan atas reaksi kegembiraan langsung aku berikan kepada Jack, yang dengan sigap juga mendekap tubuhku ke dalam pelukannya.

"Kau menyukainya?"

"Tidak perlu aku jawab, sudah pasti kau bisa melihatnya sendiri dari raut wajahku."

"Tidak kalah seperti restauran berbintang dari rencana kita yang gagal kemarin, bukan?"

"Ini lebih dari itu, Jack. Terima kasih sudah ingin menggantikan kencan kita yang gagal kemarin."

"Tentu, Sayang. Kita mulai makan malamnya?"

"Aku sudah lapar."

"Baiklah. Kau terlebih dahulu."

Jack mempersilakanku untuk duduk terlebih dahulu di tanah beralaskan kain tersebut. Dan malam ini pun aku dan Jack habiskan dengan makan malam sederhana namun lebih romantis dari makan malam di restauran berbintang lima sekalipun. Jack dengan segala keromantisan dan penuh kejutan itu, semakin membuatku jatuh cinta terhadap pria yang sudah membuka pintu hatiku terhadap sebuah hubungan itu.

"Kau juga tidak melupakan ice cream pistachio kesukaanku. Kau merencanakan dan membuat makan malam kita ini dengan begitu sempurna, Jack. Aku mencintaimu."

"Tentu, Mandy. Aku ingin membahagiakanmu,”. Senyuman yang mengembang semakin lebar pun tidak bisa aku cegah lagi. Jack benar-benar membuktikan setiap ucapan yang berupa janji itu. Ia benar-benar mencintaiku dan ingin membahagiakanku, dan semua itu bukan hanyalah sebuah kalimat klise saja yang hanya untuk membuktikan rasa cintanya itu.

“Aku baru pertama kali dibawa makan malam di bukit seperti ini, dan kau adalah orang pertama yang mengajakku untuk berkencan di tempat yang ternyata sangat romantis ini. Semilir angin malam yang menyapu tubuh dengan sayup-sayup, suara binatang malam hari yang terdengar begitu merdu di telinga, lampu perkotaan yang begitu indah untuk di pandang. Kau pandai membuatku yang selalu terkesan akan dirimu, Jack.”

“Dan sekarang kau bisa membuktikan sendiri bahwa aku ini bukanlah seorang pria yang ingin main-main, seperti saat itu yang pernah kau pikirkan terhadapku, bukan?”

“Aku memiliki masa lalu yang tidak mudah. Maka, dengan masa depan pun aku harus menjadi lebih hati-hati lagi dalam memilih.”

“Aku memang tidak mengetahui masa lalumu, dan aku pun juga tidak ingin mengetahuinya. Biarkanlah itu menjadi bagian dari masa lalu saja dan tidak perlu diingat-ingat lagi. Dan sekarang, biarkan masa depan saja yang membuat hidupmu menjadi bahagia.”

“Kau sudah membuat hidupku menjadi bahagia, Jack.”

“Karena itulah memang tujuanku.”

“Terima kasih, Jack.”

“Tidak perlu. Karena aku memang ingin membuatmu bahagia,”. "Hei, Kira-kira sudah berlama lama kita menjalin hubungan ini?"

Aku yang sedang menikmati kembali ice cream kesukaanku itu, langsung menatap Jack dengan tajam dan siap melemparkan amarah karena dengan beraninya ia melupakan hari penting bagiku itu.

"Kau melupakannya? Kau tidak ingat kapan kau memintaku supaya bisa menjadi kekasihmu?"

"Kau ini, aku hanya bertanya. Mengapa jadi menuduh yang tidak-tidak?"

"Habisnya pertanyaanmu itu seperti memperlihatkan kau yang melupakan hari penting kita itu."

"Lalu, kau ingin menjawab pertanyaanku yang tadi, tidak?"

"Hampir dua tahun."

"Dua tahunnya itu kapan?"

"Kau bertanya seperti itu seakan benar-benar lupa dengan hari penting itu, Jack."

"Jawab saja pertanyaanku yang tadi."

"Enam bulan lagi."

"Berarti sama saja dengan hubungan kita yang baru berjalan satu tahun setengah, bukan?"

"Tetapi kita sudah mengenal lebih lama dari itu."

"Maksudku hubungan resminya."

"Memangnya kenapa sejak tadi kau menanyakan hal-hal seperti itu?"

"Karena..., enam bulan dari sekarang. Aku ingin menikahimu."

"Apa?!" Teriakku dengan cukup kencang atas keterkejutanku itu. Rasa terkejut yang aku rasakan itu pun belum berhenti sampai di situ saja. Karena kini, aku melihat Jack yang sudah mengubah posisi duduknya menjadi berlutut di hadapanku, dengan sebuah kotak yang baru saja dibuka olehnya itu.

"Mungkin kau sangat terkejut dengan semua hal yang begitu tiba-tiba ini, Mandy. Tetapi sudah sejak awal aku mengenalmu, aku merasa begitu yakin bahwa kau adalah tujuan hidupku. Aku ingin menghabiskan sisa usia yang aku miliki ini, bersama dengan tambatan hatiku. Pujaan hatiku, yang sudah membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama saat bertemu dengannya. Dan, Mandy. Aku ingin meminta jawabanmu pada malam hari ini. Maukah kau menghabiskan sisa hidupmu juga bersama denganku? Maukah kau membagi seluruh kehidupanmu kepadaku? Dan, maukah kau menerima lamaran ini dengan menikah denganku?"

Oh, tidak! Jack melamarku, apa yang harus aku lakukan? Jack melamar di saat aku yang masih tidak siap untuk membawa hubungan ini lebih dalam dan lebih serius lagi. Dan di saat aku sedang merasa nyaman dengan semua hal yang sedang aku jalani ini, Jack justru ingin menikahiku. Ia ingin membawaku ke dalam sebuah hubungan penuh dengan komitmen, dan bukanlah permainan. Aku masih tidak siap untuk menikah, dan bagiku hal tersebut begitu terburu-buru dan begitu cepat.

“Mandy?”

“Jack...”

“Bagaimana? Aku masih menunggu jawabanmu. Maukah kau menikah denganku?”

“Aku... Hmm...”

“Mandy, kau tidak ingin menerima lamaranku?”

“Tidak. Maksudku, bukan seperti itu. Aku bukannya tidak ingin menerima lamaranmu. Tetapi...,”

“Aku mengerti.”

Suara Jack yang tersirat akan rasa kekecewaan itu, membuatku menjadi serba salah. Ia yang menutup kembali kotak berisi cincin yang sempat diperlihatkan kepadaku, dan memposisikan dirinya kembali duduk di tempatnya semula.

“Maafkan aku, Jack. Tetapi aku masih begitu nyaman dengan segala hal yang terjadi saat ini. Aku masih nyaman dengan hubungan kita yang terjalin seperti ini. Bukannya aku menolak lamaranmu, tetapi menikah bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, dipersiapkan untuk menjalani masa depan seperti itu, Jack. Pernikahan bukanlah hal yang bisa dijadikan sebuah permainan."

“Aku mengerti, Mandy. Pernikahan memang bukanlah hal yang mudah.”

Rasa ingin menolak sesungguhnya tidak ada di dalam lubuk hatiku. Bahkan rasa ini semakin besar saat aku tidak tega akan Jack yang aku yakin pasti sangat kecewa atas sikapku yang masih belum bisa mengambil keputusan ini. Tetapi aku bisa apa? Aku harus tetap memikirkan perasaanku yang tidak boleh salah dalam mengambil keputusan lagi. Apalagi hal ini mengenai perihal suatu pernikahan. Hal yang sudah pernah aku lalui, namun justru meninggalkan masa lalu yang sangat menyakitkan dan begitu membekas di hatiku. Perihal seperti itu sungguh meninggalkan trauma di dalam diriku.

“Tetapi kau ingin mengerti bukan, Jack?”

“Ya.”

“Kau ingin menungguku, bukan?”

“Maksudmu?”

“Berikan aku waktu untuk memikirkan semuanya. Memikirkan pertanyaanmu, yang menginginkan untuk menikahiku. Aku ingin memikirkan semuanya terlebih dahulu agar aku bisa mengambil keputusan yang terbaik.”

“Jadi, kau ingin mempertimbangkannya?”

“Ya. Berikan aku waktu untuk memikirkan semuanya terlebih dahulu.”

“Baiklah. Aku akan menunggu keputusanmu. Kapan pun dan apapun itu keputusannya, aku akan berbesar hati untuk menerimanya.”

“Kau tidak akan lelah menunggu?”

“Kau pantas untuk ditunggu, Mandy.”

“Tetapi, aku ingin meminta kepadamu agar kau tidak menaruh harapan besar. Maksudku, semakin besar kau berharap atas keputusanku, maka semakin berat jugalah rasa sakit yang mungkin akan kau terima jika keputusan yang aku berikan tidak sesuai dengan harapanmu. Ini bukan karena aku yang tidak mencintaimu, Jack. Tetapi, kau tadi sudah mengatakan ingin berbesar hati apapun itu jawabannya, bukan?”

“Ya. Kau benar.”

“Jack, apa yang membuatmu ingin menikah denganku?”

“Tidak lainnya, aku sangat sadar bahwa di usiaku yang sudah tidak muda lagi, aku harus mencari pasangan hidup. Aku sebenarnya bukanlah tipe seseorang yang merasa nyaman untuk hidup seorang diri untuk selama-lamanya. Hidup seorang diri terus rasanya tidaklah menyenangkan rupanya. Aku membutuhkan seorang pasangan hidup, yang bisa menyempurnakan hari-hariku. Mengisi kekosongan hatiku, dan hidupku. Dan aku sekarang aku sudah menemukan dirimu, Mandy. Sosok yang sempurna, yang lubuk hatiku mengatakan bahwa kau adalah orangnya. Bertahun-tahun aku mengenalmu, mengetahui sosok dirimu yang sesungguhnya, dan semua yang aku cari sudah berada di dalam dirimu. Maka dari itu, aku tidak ingin menunda semuanya lagi. Aku sudah menemukan hal yang aku cari selama ini, kau adalah tulangku yang hilang, Mandy.”

Rasa semakin tidak ingin menolak lamaran Jack tersebut, semakin menguasai diriku. Setiap kalimat yang diucapkannya itu, terasa begitu meluluhkan hatiku. Jack seperti sebuah kesempurnaan, dan rasanya akan sangat begitu disayangkan jika harus mengecewakan hati serta pria seperti dirinya. Aku sangatlah merasa tidak tega jika harus melukai hati seorang pria yang aku cinta, dan begitu baik seperti Jack. Aku tidak bisa!

***

To be continued . . .

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status