Share

3. Enam Bulan Dari Sekarang

Happy Reading . . .

***

Pikiranku saat ini benar-benar sedang begitu kosong. Permintaan serta ucapan Jack dua hari yang lalu, membuatku benar-benar tidak bisa berhenti untuk memikirkannya. Tidak hanya itu saja, aku seakan merasakan hal yang berbeda setelah Jack melamarku. Entahlah hal apa yang membuatku merasakan perbedaan setelah Jack menyampaikan keinginannya untuk bisa memilikiku selama-lamanya. Tetapi yang jelas, di sini aku masih merasa tidak siap untuk bisa melangkah lebih jauh lagi untuk bisa memiliki hubungan yang serius dengan komitmen di dalamnya.

Katakan aku ini seorang wanita yang bodoh, karena masih tidak berani untuk melangkah lebih jauh lagi di saat sudah ada pria yang begitu siap dan berani untuk mengajak berkomitmen bersama. Tetapi, aku masih tidak siap jika hubungan yang sudah terlanjur semakin jauh dan dalam ini pada akhirnya nanti, akan kembali membuatku kecewa. Membuatku harus kembali merasakan sebuah pengkhianatan dan hancurnya kembali hati yang sudah sejak lama aku tata.

Tetapi aku yakin Jack tidak akan seperti itu. Aku percaya Jack tidak akan menyakiti hatiku apalagi sampai mengecewakanku. Hanya saja, aku masih membutuhkan waktu untuk bisa mengambil keputusan yang tepat. Tepat untukku dan juga untuk Jack. Karena, selain aku yang harus memastikan akan masa depanku yang dipertaruhkan lagi. Di sini aku juga harus memikirkan juga perasaan Jack yang pasti akan merasa kecewa dan sedih jika aku sampai menolak lamarannya untuk menikahi diriku.

"Makanan itu tidak akan habis jika hanya kau diami saja seperti itu, okay?"

Ucapan yang tiba-tiba saja terdengar di telingaku itu, membuatku langsung tersadar dari lamunan yang sejak tadi memang sedang menyerang diriku. Aku yang saat ini sedang makan siang seorang diri di sebuah cafe, langsung melihat keberadaan Ava yang rupanya tadi membangunku dari lamunan dan sudah mendudukkan dirinya tepat di kursi yang berada di hadapanku.

"Hei, Av. Bagaimana pertemuan tadi?"

"Kau memanglah asistenku. Tetapi bukan berarti kau harus selalu menanyakan bagaimana pertemuan yang sehabis aku lakukan sebelumnya, di saat kau sendiri sedang tidak terlihat baik-baik saja."

"Memangnya apa yang kau lihat, hah?" Tanyaku sambil mulai memakan makan siang yang sejak tadi memang belum sempat aku sentuh.

"Kau tahu kita sudah berapa puluh tahun saling mengenal, bukan? Aku tidak hanya mengenalmu sebatas satu atau dua hari saja. Aku bukanlah lagi teman, sahabat, keluarga, atau bahkan atasanmu saja. Tetapi kau ini adalah belahan jiwaku, Mandy. Apapun yang sedang kau alami dan rasakan, tanpa harus kau beritahu sekalipun. Dengan sendirinya aku sudah langsung otomatis mengetahuinya. Jadi, ada apa denganmu, hah?"

"Aku tidak ingin kau menjadi terus merasa kesulitan di setiap kau mendengar ceritaku, Av."

"Apakah aku pernah mengatakan bahwa aku ini merasa kesulitan di setiap mendengar cerita hidupmu itu?"

"Tidak."

"Maka dari itu ceritalah. Apakah ini mengenai Renne lagi? Dia masih tidak ingin berbicara denganmu?"

Ya, Renne. Setelah aku memutuskan untuk berpisah dengan mantan suamiku dan meninggalkan anak yang sangat aku cintai bersama dengan Daddy-nya, Renne benar-benar seperti anak yang membenci Mommy-nya. Jangankan untuk bertemu, berbicara saja rasanya sangat sulit untuk dilakukan bahkan sekalipun aku sudah berusaha keras menebalkan rasa malu di depan Bryce dan juga Lorraine di saat sesekali aku memiliki kesempatan untuk datang mengunjunginya. Walau rasanya begitu sedih dan sulit untuk bisa ku terima, tetapi itulah harga yang harus aku dapatkan, di saat aku sudah memutuskan untuk lebih memilih pergi meninggalkan satu-satunya anak yang aku miliki.

"Tidak, ini bukan mengenai Renne."

"Lalu?"

"Jack."

"Jack? Kau berpisah dengannya? Memangnya apalagi yang kurang darinya, Mandy? Aku yang sesungguhnya masih melarangmu untuk bisa memiliki sebuah hubungan saja harus mengecualikan hal itu sejenak, mengingat betapa baiknya Jack terhadapmu."

"Tidak, Av. Bukan karena aku yang berpisah dengan Jack."

"Lalu, apa? Ayolah, jangan membuatku terus menerus menebak mengenai apa yang sedang mengganggu pikiranmu saat ini."

"Dua hari yang lalu, Jack melamarku. Ia ingin menikahiku, Av. Dan aku tidak tahu harus menjawab apa. Hal seperti itu justru membuatku menjadi bingung dengan hubungan ini," jelas ku yang membuat Ava langsung terlihat terdiam, dan entah mengapa ia pun juga mulai menatapku dengan pandangan sedih, atau sendu, atau sejenisnya karena aku bisa merasakan sekaligus mendengar ucapan Ava yang selanjutnya mulai merendah.

"Hmm..., okay. Sebelumnya aku ingin mengucapkan selamat kepadamu, Mandy. Aku tidak menduga jika Jack akan melamarmu secepat ini. Kau baru berapa tahun menjalin hubungan dengannya?"

"Dua tahun."

"Waktu yang terasa sangat cepat untuk Jack bisa melamarmu, bukan?"

"Ya."

"Lalu, apa yang membuatmu menjadi merasa bingung, Mandy? Apa yang masih membuatmu merasa tidak bisa menerima lamarannya itu?"

"Aku tidak tahu, Av. Aku sendiri pun merasa bodoh atas hal yang aku rasakan seperti ini. Aku pun juga belum memberikan jawabanku terhadap lamaran itu. Aku belum menjawab 'tidak', tetapi aku pun juga entah mengapa tidak berani menjawab 'iya'. Masih ada sedikit rasa, aku takut mengalami kembali hal yang sama, seperti yang pernah aku alami dulu, Av. Walaupun aku mulai memberanikan diri untuk membuka diriku kembali kepada suatu hubungan, tetapi di lubuk hatiku sendiri masih merasa sulit untuk mengembalikan kepercayaan pada perasaanku sendiri ini seperti sedia kala. Itulah yang membuatku menjadi merasa bingung dengan semuanya, Av."

"Mandy, semuanya sudah berlalu, bukan? Kau sendiri yang pernah mengatakannya kepadaku, bukan? Bahwa lima tahun rasanya sudah cukup untukmu bisa mulai membuka diri kembali terhadap seorang pria. Dan aku pikir itu memanglah keputusan yang terbaik untukmu, Mandy. Kau yang mulai menerima Jack di hidupmu, itu adalah suatu hal yang baik. Jadi, apalagi yang masih menjadi pertimbanganmu?"

"Ini bukan hanya aku yang masih belum benar-benar bisa menutup hatiku untukmu masa lalu ku saja, Av. Tetapi, aku pun juga takut jika pada akhirnya nanti akulah yang akan menyakiti perasaan Jack, setelah Jack mengetahui semua hal tentang masa lalu ku."

"Aku pikir kau dan Jack sudah sama-sama dewasa untuk tidak ingin melihat ke belakang lagi. Mengenai kau yang memiliki masa lalu, dan kalian saling sepakat untuk tidak ingin membicarakannya, bukan?"

"Ya, memang. Tetapi tetap saja, Av. Jika aku memutuskan untuk memilih menerima lamaran Jack, itu artinya aku harus siap membuka kembali rasa sakit yang selama ini sudah berusaha sebisa mungkin aku sembuhkan, kepada Jack yang akan menjadi pasangan hidupku."

"Aku pikir Jack akan mempertimbangkan kembali bahwa dia akan lebih memilih untuk tidak mengetahuinya. Mandy, selain kau yang jauh lebih mengenal Jack, aku pun juga sama mengenal pria itu cukup jauh. Sebelum kita yang mulai tinggal di Paris ini saja, aku pun sudah mengenal sosok Jack terlebih dahulu. Aku tahu sifat Jack itu seperti apa, dan aku bisa menjamin bahwa pria itu sangat jauh berbeda seperti pria-pria yang pernah kau kenal sebelumnya. Sosok Jack sempurna untuk dirimu, Mandy. Jadi, jika aku bisa meminta. Bisakah kau terus mempertimbangkan kembali mengenai keputusan yang akan kau ambil nanti? Aku hanya ingin kau bisa terus bersama dengan orang yang bertanggung jawab dan bisa membahagiakan dirimu. Dan aku bisa melihat hal itu dari sosok Jack saat ia bersama dengamu, Mandy."

"Aku pun juga tidak ingin mengecewakan Jack dengan keputusanku yang menolak lamarannya itu, Av. Aku tidak bisa menyakiti hati seorang pria yang sudah memberikanku banyak kebahagiaan di dalam hidupku. Walaupun baru beberapa tahun aku mengenal Jack, tetapi aku pun juga sama sekali tidak memiliki niat ingin menyakiti hatinya. Aku sayang kepadanya, aku pun juga sangat mencintainya. Tetapi, aku tetap benar-benar membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan itu."

"Ya, aku tahu. Walaupun aku tahu sosok Jack itu seperti apa, tetapi di sini masa depanmu dipertaruhkan juga. Aku tidak ingin kau kembali merasakan kegagalan di setiap hubungan percintaan yang kau miliki, Mandy. Cukup masa lalu yang begitu berat itu saja yang menimpa dirimu," ucap Ava yang membuatku tersenyum akannya. "Okay. Lalu, kau merasa baik-baik saja bukan setelah Jack menyampaikan keinginannya yang ingin menikahimu? Aku takut kau menjadi merasa canggung dengan Jack, di saat kau sendiri yang masih tidak siap untuk dilamar olehnya."

"Aku tahu perasaan itu pasti akan tetap timbul di saat aku pun sudah mencoba untuk bersikap biasa saja setelah semalam ia melamarku, tetapi jawabannya tidak sesuai dengan keinginan yang Jack mungkin sudah harapkan. Tetapi, di sini aku akan berusaha bersikap bahwa lamaran Jack yang masih belum aku terima itu, tidak akan mengubah hal apapun di antara diriku dengan dirinya."

"Itu terasa lebih baik. Dan sekarang, berhentilah bersikap seakan-akan kau ini baru saja sehabis putus cinta. Ingat, Jack masihlah menjadi milikmu. Dan jangan biarkan kalian saling kehilangan satu sama lain."

"Av..., apakah jika aku menerima lamaran Jack, kebahagiaanku di masa depan nanti apa ada padanya?"

"Aku pikir, setelah panjangnya pembicaraan kita tadi, kau sudah mengerti dan bisa mengambil keputusan yang bijak. Tetapi rupanya kau masih terus saja menelaah akan keputusan yang sesungguhnya kau sendiri sudah mengetahuinya, Mandy."

"Apakah aku salah jika masih memiliki ketakutan untuk bisa mengambil setiap keputusan yang akan aku ambil, Av?"

"Tidak. Kau hanya membutuhkan sebuah keyakinan saja pada dirimu, yang hingga sampai saat ini masih belum sepenuhnya kembali pada sosok Mandy seperti yang dulu."

"Sampai kapan aku harus seperti ini, Av? Rasanya, lima tahun seperti waktu yang cukup untukku bisa melupakan semuanya. Tetapi, kenyataannya aku masih belum bisa melakukan semuanya. Jika seperti ini, harus berapa lama lagi aku harus menghabiskan waktu hanya untuk bisa membuat diriku ini benar-benar lupa dengan semua masa lalu itu?"

"Semua hal yang sedang dijalani itu membutuhkan proses, Mandy. Dan aku yakin, kau pun saat ini masih berada di dalam tahap proses. Sehingga, hal itulah yang membuatmu sampai menjadi belum benar-benar bisa melupakan segala masa lalumu yang begitu menyakitkan itu."

"'Apakah dengan aku yang benar-benar siap mulai menjalani masa depanku nanti, akan membuatku berhenti memikirkan rasa sakit itu, Av?"

"Ya, tentu saja. Menurutku, kau harus benar-benar mulai menatap ke masa depan bersama Jack, agar dirimu juga tidak terus menerus memikirkan rasa sakit itu lagi."

"Jadi...,"

"Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Mandy." sela Ava yang sepertinya sudah mengetahui apa yang ada di pikiranku, dan hendak aku ucapkan tadi. "Dan sekarang, kau tidak perlu lagi ke kantor dan langsung pulang saja. Tidak perlu memikirkan pekerjaanmu dulu. Masa depanmu sedang ada di depan mata, Mandy. Jadi, pergilah dan katakan kepada Jack, bahwa kau menerima lamarannya dan siap menjadi pasangan sehidup sematinya."

"Av, tidak secepat itu, okay?"

"Apalagi yang kau tunggu, Mandy? Kau perlu tahu, bahwa Jack tidak akan melamarmu untuk yang kedua kalinya. Ya, walaupun aku tahu hal itu sangat mungkin untuk terjadi. Tetapi, bisakah kau juga memikirkan perasaan Jack yang pasti sangat ingin bahwa lamaran pertamanya itu langsung diterima olehmu?"

Aku pun sempat terdiam ketika mendengar ucapan Ava itu. Ia benar, aku tidak memikirkan perasaan Jack jika aku terus saja seperti ini. Aku tidak memikirkan begitu banyaknya pengorbanan, kebaikan, serta rasa sayang yang sudah pria itu berikan kepadaku, selama kami menjalani hubungan. Rasanya tidak akan adil jika aku terus menggantungkan jawabanku, hanya untuk mementingkan perasaanku sendiri saja.

"Aku masih harus menunggu lagi, Av."

"Menunggu apalagi, Mandy? Astaga!" Seru Ava yang terdengar frustasi setelah mendengar ucapanku tadi.

"Menunggu sampai jam kerja Jack selesai, Av. Memangnya kau pikir di saat jam makan siang seperti ini, Jack sudah selesai bekerja?"

"Aku pikir kau masih ingin menunggu apalagi," balasnya dengan senyuman yang langsung terlihat terbit di bibirnya.

"Apakah kau sudah merasa puas?"

"Aku seperti ini karena aku hanya ingin melihatmu yang bahagia, Mandy."

"Lalu, bagaimana dengan kebahagiaanmu sendiri? Aku belum melihatmu melakukan kencan kedua dengan yang terakhir kali. Rasanya sudah beberapa bulan yang lalu, bukan?"

"Hmm..., aku harus pergi saat ini juga. Covet ingin mendengar tinjauanku sore ini. Sampai jumpa," balas Ava yang langsung beranjak dari duduknya dan bergegas meninggalkanku dengan begitu saja. Di saat aku tahu, bahwa ia sedang menghindar untuk membicarakan mengenai permasalahan percintaannya dengan seorang pria, yang entah mengapa selalu saja tidak ingin ia bicarakan denganku.

***

Senyumanku langsung mengembang ketika melihat sosok Jack yang dari kejauhan datang menghampiriku, tepat di waktu yang sudah aku tentukan untuk bertemu dengannya di sebuah taman. Salah satu hal yang aku sukai dari sosok Jack, ia adalah tipe pria yang tidak pernah terlambat dan selalu tepat waktu disaat ia memiliki janji temu dengan siapapun. Dan malam ini, seperti yang sudah aku putuskan. Aku akan menerima lamaran Jack, setelah dua hari kemarin aku sudah benar-benar memikirkan keputusannya dengan baik. Aku sudah merasa cukup siap setelah berkonsultasi sejenak dengan Ava, untuk menerima Jack sebagai pasangan sehidupku dan sematiku.

"Hai, bagaimana harimu?" Sapaku dengan senyuman yang kini sudah berada di dalam pelukannya.

"Tidak semenyenangkan ketika bertemu denganmu seperti saat ini," balasnya sambil melepaskan pelukan, lalu memberikan sebuah ciuman dalam di keningku.

"Benarkah? Rasanya hari ini seperti begitu berat," ucapku sambil membelai lembut wajahnya, yang memang sedang terlihat begitu lelah.

"Tetapi, karena saat ini aku bertemu dengan wanita yang sangat aku cintai. Semuanya seakan terasa sepadan."

"Kau memang pandai membuatku selalu bersemu, kau tahu?"

"Karena aku memanglah rajanya," balas Jack yang membuatku tertawa kecil dan disusul juga olehnya.

"Baiklah, baiklah. Aku tahu hari ini kau sudah begitu sibuk, tetapi kau masih juga ingin datang untuk menemuiku di sini. Terima kasih, Jack."

"Apapun untukmu, Sayang. Kau tahu aku ini sangat mencintaimu, bukan?"

"Tentu saja. Buktinya saja di saat aku yang menyuruhmu untuk datang ke sini, kau langsung datang."

"Ini sebagai tanda cintaku kepadamu, Sayang."

"Dan apakah kau ingin tahu tanda cintaku kepadamu?"

"Apakah itu?" Tanya Jack dengan nada yang penuh dengan penasaran, sambil menarik pinggangku ke dalam dekapannya hingga tubuh kami benar-benar saling melekat satu sama lain.

"Aku..., menerima lamaranku, Jack."

Senyuman lebar yang mengembang di bibirku setelah mengatakan kalimat yang seakan langsung begitu melegakan perasaanku, justru membuat Jack terdiam dan menatapku dengan lurus. Reaksi yang sesungguhnya tidak aku harapkan datang dari Jack itu, membuatku juga menjadi ikut terdiam. Dan keheningan pun langsung menguasai situasi di antara kami. Beberapa saat berlalu, hingga aku pun mulai memberanikan diri untuk membuka pembicaraan kembali.

"Jack..., apa kau baik-baik saja? Jangan terdiam seperti ini saja, okay?"

". . ."

"Jika aku salah berbicara, tolong beritahu aku."

"Bisakah kau mengatakannya lagi? Aku ingin mendengarnya sekali lagi."

"Hmm..., mengenai aku yang menerima lamaranmu?" Tanyaku yang merasa tidak yakin akan arah pembicaraan Jack setelah ia yang mulai membuka mulutnya lagi untuk berbicara.

"Katakan sekali lagi, Sayang!" Balasnya dengan tegas yang membuatku langsung membalas ucapan Jack dengan tak kalah tegas darinya.

"Aku menerima lamaranmu, Jack."

Begitu aku mengakhiri kalimat ucapanku itu, tanpa aku duga Jack langsung memelukku dengan erat, dan juga mengangkat tubuhku ke gendongannya. Hal yang membuatku sangat terkejut akannya, namun hal itu justru membuatku dibuat kembali tersenyum dengan lebar akannya. Perasaanku yang semula mengatakan bahwa Jack akan merasa tidak terima atas keputusanku ini, langsung menghilang dengan begitu saja ketika melihat reaksinya yang tidak terduga seperti ini.

"Kau sungguh menerima lamaranku, Sayang?" Tanya Jack seperti ingin meyakinkan diriku atas jawaban yang sudah aku berikan kepadanya tadi.

"Ya, aku menerima lamaranmu. Harus berapa kali lagi aku meyakinkan dirimu bahwa aku memang menerima lamaranmu, hah?" Balasku yang kini sudah menatap kembali wajah Jack, yang juga sudah menampilkan senyuman dengan raut senang di wajahnya.

"Aku hanya ingin memastikan saja bahwa ini bukanlah mimpi, Sayang."

"Tetapi ini memang bukanlah mimpi. Aku menerima lamaranmu, dan aku ingin menjadikanmu sebagai pasangan hidup dan matiku, Jack."

"Sungguh?"

"Aku bersungguh-sungguh."

"Terima kasih karena kau sudah memberikan jawaban yang aku nantikan sejak kemarin, Sayang. Maafkan aku yang tidak memberikanmu cincin yang indah di saat aku sedang melamarmu. Tetapi, niat dan keinginanku yang ingin menikah denganmu ini, bukanlah sebuah lelucon yang main-main saja."

"Tidak masalah kau yang tidak memberikanku cincin yang indah. Yang terpenting, enam bulan dari sekarang. Tepat di dua tahun usia hubungan resmi kita, kita akan menikah, bukan?"

"Ya. Enam bulan dari sekarang, aku akan menikahimu, Sayang."

Senyuman yang semakin tidak bisa aku kendalikan dengan terus terbit di bibirku ini, menjadikan bukti bahwa perasaanku saat ini sangatlah bahagia. Keputusan yang sejak kemarin sudah aku pikirkan rupanya tidaklah salah. Justru aku menjadi merasakan kebahagiaan setelah dengan yakin menerima lamaran itu. Perasaan yang sudah sejak lama juga tidak aku rasakan di dalam diriku ini, dan kini bersama dengan Jack aku bisa mendapatkan darinya kembali. Sosok yang juga aku percaya, bahwa ia akan menjamin serta memberikan kebahagiaan untukku di masa depan.

***

To be continued . . .

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status