Sementara itu, Aphrodite yang dikawal paksa oleh dua orang pengawal telah tiba di Kastil Hestia. "Lepaskan aku!" bentak Aphrodite sembari meloloskan pegangan dari dua pengawal di sampingnya.
Namun, bentakan tersebut tak membuat dua pengawal Zeus luluh. Kedua pria bertubuh kekar dan tinggi itu masih menggiring sang dewi cinta masuk ke dalam kastil yang megah dengan interior mewah.Di saat yang hampir bersamaan, sang pemilik kastil turun dan menyambut kedatangan Aphrodite dengan senyum simpul. "Rupanya dewi cinta dan kecantikan yang dimaksud oleh dewa tertinggi," ujar Hestia dengan tatapan tenangnya."Lepaskan!" Aphrodite pun merasa malu dan berusaha melepaskan kedua tangannya saat mendengar suara dan kemunculan Hestia di depan matanya. Ia cukup segan dengan dewi yang bertanggung jawab atas perapian dan keluarga tersebut.Dua pengawal yang menjaga dirinya itu langsung melepaskan pegangan tangan daripada Aphrodite. Kini, salah satunya meminta persetujuan pada Hestia, "Dewi Hestia, bolehkah saya mengantarkan barang-barang dari Dewi Aphrodite pada salah satu kamar di kastil ini?""Tidak perlu. Biarkan saja di sini," titah Hestia tegas.Kedua pengawal itu pun meletakkan tas yang mereka sentuh. Lalu, Hestia menatap lekat pada keduanya dan berujar, "Kalian boleh pergi. Dewi Aphrodite menjadi urusanku sekarang."Dua pengawal bertubuh kekar itu pun berpamitan dan berlalu dari hadapan dua dewi berparas elok dan kharismatik yang kini sedang saling bertukar pandang. Lalu, Hestia mulai berujar pada Aphrodite, "Dewa tertinggi sudah menceritakan permasalahanmu padaku. Maka dari itu, ada beberapa hal yang harus ku sampaikan padamu."Aphrodite tak menanggapi ujaran dari sang lawan bicara. Kedua matanya masih fokus menatap Hestia dengan sorot yang menyiratkan rasa kesal. Ia yakin jika tinggal di kastil ini tak membuat hidupnya lebih mudah dan menyenangkan, melainkan dililit oleh tanggung jawab yang wajib dijalani."Pertama, kamu tidak diperbolehkan untuk keluar dari kastil ini tanpa ijin dariku. Kedua, kamu wajib menjalankan tugas rumah tangga yang diberikan. Yang terakhir, kamu tidak diperkenankan untuk membawa lawan jenis di kastilku yang suci ini." Hestia menjabarkan peraturan pada Aphrodite secara jelas."Membawa lawan jenis ke kastil ini?? Mana mungkin!" Aphrodite kembali berpendapat dan menepis jika dirinya akan melanggar salah satu aturan yang sudah ditetapkan."Ya, mungkin saja 'kan. Apalagi terkait dengan kasus yang menyeretmu di tempat ini." Hestia menanggapi dengan senyum remeh dan tatapan nyalang. Sangat terlihat sekali jika sang dewi perapian sedang menyindir lawan bicaranya.Darah Aphrodite kembali memanas saat diingatkan soal penyebab bagaimana dirinya bisa menjejakkan kaki di kastil milik Dewi Hestia. Namun, dengan segera, ia menarik napas dan menahan emosinya yang nyaris membuncah.Ia pun berujar dengan tatapan yang menyiratkan jika dirinya tak main-main dengan peraturan yang telah ditetapkan, "Aku yang terikat dengan estetika dan kesenangan, tak serta-merta asal memilih lawan jenis dan dengan sengaja membawanya kemari. Apalagi, dewa tertinggi menghukumku sekarang. Bagaimana mungkin aku berinteraksi dengan lawan jenis?"Mendengar celotehan tersebut, Hestia merenung sejenak. Ia paham betul sifat keras kepala yang dimiliki oleh Aphrodite. Maka dari itu, ia tak lagi menyanggah ujaran-ujaran tersebut. Ia justru menanggapi, "Yang jelas, kamu harus menaati peraturan yang ku buat selama berada dalam masa hukuman. Jika sampai kamu melanggar, maka habis lah dirimu."Usai mendengar ucapan tersebut, Aphrodite bukannya merasa takut atau pun panik. Ia hanya mengangguk sebagai isyarat jika dirinya akan mematuhi peraturan dari Hestia. Akan tetapi, tidak dengan ambisi di dalam dirinya yang bertolak belakang. Ia justru sedang mencari jalan pintas agar dirinya bisa lepas dan lolos dari kastil yang merenggut kebebasannya."Selamat atau tidaknya, aku harus tetap keluar dari kastil ini. Aku harus menantang resiko yang mungkin saja tak seharusnya ku tabrak sejak awal," ujar Aphrodite dalam hati.-**-Hari-hari hukuman pun dijalani oleh Aphrodite susah payah. Dewi berparas elok tersebut wajib mengerjakan serangkaian pekerjaan rumah tangga yang belum pernah dilakoninya. Awalnya, ia sedikit tidak bisa beradaptasi atau menerima pekerjaan-pekerjaan yang menguras tenaga dan terbilang membuang waktu. Namun, mau tidak mau, ia tetap melakukan pekerjaan itu, terutama saat Dewi Hestia memberitahu jika dirinya bisa bebas lebih cepat apabila menurut.Hingga suatu ketika datang lah hari dimana dirinya seolah memperoleh penghargaan kecil. Kala itu, Dewi Demeter bertamu di kastil untuk menemui Hestia. Maklum saja, keduanya memang dikenal sebagai sahabat baik yang gemar bertukar pikiran dan cerita kehidupan."Wah, kamu engga lagi ngerasa kesepian ya. Udah ada Aphrodite soalnya," ucap Demeter dengan senyum simpul tersemat sembari merapikan rambut bergelombang panjangnya yang berwarna kuning keemasan."Memang. Itu positifnya, tapi asli tahan-tahanan kalau hadapi si dewi cinta itu." Hestia menghela napas kasar sembari mengusap dadanya perlahan."Keras kepala ya?" Demeter menerka maksud dari lawan bicaranya. Ia juga paham bahwa Aphrodite tergolong sebagai dewi yang memiliki watak keras kepala, pendirian dan prinsipnya tak dapat dirubah."Sangat. Aku sampai terkadang ingin melapor ke dewa tertinggi." Hestia berujar sembari menyuguhkan segelas wine putih pada Demeter."Lapor aja. Aphrodite memang agak susah ditundukkan." Demeter meneguk wine dari gelasnya perlahan."Engga. Sejauh ini, dia engga terlalu parah. Aku akan melapor kalau memang dia sudah kelewatan negatif dari segi kelakuan." Hestia memutar-mutar wine putih yang ada di gelasnya seraya menatap ke arah tangga, tempat biasanya Aphrodite melangkah saat akan beristirahat."Ehm, Hestia. Ada satu hal yang ingin ku bicarakan padamu." Demeter mulai fokus pada tujuan awalnya bertamu di kastil sahabatnya tersebut."Apa itu, Demeter?" Hestia balik bertanya. Ia diliputi rasa ingin tahu dalam sesaat usai mendengar pernyataan lain yang tercetus dari bibir merah sang sahabat."Anakku, Persephone memiliki tugas penting di Bumi. Sepertinya, ia akan sangat membutuhkan pertolongan Aphrodite." Demeter menjabarkan tujuannya sekaligus memberi sinyal jika Aphrodite boleh menemani putrinya untuk turun ke bumi.Hestia yang mendengar hal itu langsung bereaksi, "Tidak salah memilih partner kerja? Aphrodite itu bermasalah dan sedang dihukum, Demeter.""Bukan aku yang memilih, lebih tepatnya Persephone sendiri yang meminta. Ia yakin jika Aphrodite bisa menjadi partner kerja yang baik." Demeter menyampaikan keinginan putrinya yang memang jarang bermain di tempat para manusia yang penuh dengan keserakahan dan ambisi."Hmm, aku akan bicarakan hal ini pada dewa tertinggi. Tunggu saja esok hari." Hestia tak langsung memberi jawaban atau penjelasan jika Aphrodite diijinkan untuk menemani Persephone."Pertimbangkan kembali. Mungkin saja, ajakan dari putriku ini bisa menjadi penghargaan atas dirinya yang bersedia menuruti hukuman. Lebih mujur lagi, jika Aphrodite mau berubah dan tak lagi melakukan kesalahan." Demeter kembali meyakinkan.Namun, Hestia hanya terdiam dan merenungkan setiap kata-kata dari sahabatnya. Ia memilih untuk merenung dan berujar dalam hati, "Itu berarti aku harus mengevaluasi pekerjaan dan perilaku Aphrodite belakangan ini. Kalau memang ada peningkatan, bukan tidak mungkin jika dia diijinkan untuk menemani Persephone bertugas di Bumi."TO BE CONTINUEDHari berganti hari, April dengan pekerjaan dan kesibukannya dalam menangani client yang memiliki masalah asmara dan hubungan awalnya berpikir jika saran dan solusi darinya tak membuahkan hasil apa pun. Bahkan, di kala blog tempat curhat miliknya mulai sepi dan tak begitu banyak pengunjung, ia berminat untuk menutup blog tersebut. Namun, di bulan keenam, saat April kembali membuka blog website miliknya, kedua matanya melebar dengan sorot tak yakin. Pasalnya, aneka ucapan terima kasih serta review positif yang dituliskan oleh para client berderet rapi di kolom komentar. Selain itu, kedua manik indahnya juga menangkap jumlah tips yang nilainya hampir mendekati dua ribu dollar. "Apa aku sedang bermimpi? atau jumlah tips yang tertera ini hanya sebatas halusinasi, mengingat aku sangat terobsesi untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari jasa dadakan yang sedikit memakan tabunganku ini?" April bertanya-tanya sambil memeriksa cara penarikan uang tips melalui bank. Setelah memakan wak
April pov "Selamat sore. Selamat datang di Lockey Brewery. Dengan April, ada yang bisa dibantu?" Aku menyapa pelanggan laki-laki dengan rambut hitam bergaya potongan fox hawk. Di saat yang sama, aku meneliti alis tebal yang melengkapi kedua mata hitamnya, dari wajah orientalnya yang terbilang memikat. Sepertinya, laki-laki ini baru pertama kali kemari. "Pesan ice espresso shaken ukuran medium ya." Laki-laki dengan kaos polo putih yang membalut tubuh tegap dan tinggi itu berujar. "Gula dan esnya normal?" Aku kembali memastikan. "Gulanya sedikit, tapi esnya normal ya," ucapnya seraya mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompet kulitnya yang berwarna hitam. "Baik," tandasku sambil mendata pesanan pada mesin kasir. Kemudian, aku bertanya untuk kesekian kalinya, "Atas nama?" "Dave," ujarnya singkat. Nama tersebut segera aku tuliskan dengan pena pada cup plastik yang berada di genggaman tangan kiriku. "Pembayaran dengan credit card bisa?" suara tenor yang terbilang kon
Jacob pov Sepintas, aku pernah membayangkan bagaimana bila suatu hari April tak lagi merasa nyaman denganku. Penyebabnya adalah sifatku yang cemburuan dan sangat posesif padanya. Namun, bayangan tersebut hanya melintas sekilas di pikiran. Selebihnya, aku tak pernah berharap jika hal itu menjadi kenyataan. Akan tetapi, di malam ini, waktu yang paling aku harapkan untuk meminta maaf dan mencari solusi dengan orang yang sangat aku pentingkan berubah menjadi malam yang kelabu. Kata-kata bermakna tak menyenangkan itu terlontar dari bibir wanita yang selalu aku dambakan kehadirannya. Di saat yang sama, aku dapat merasakan rasa perih di hati ini. Rasa tak terima juga turut muncul, seakan aku telah melakukan kesalahan fatal terhadap dirinya. Maka dari itu, aku melayangkan protes, "Tapi kenapa? apa karena masalah-masalah yang datang silih berganti?" Wanita dengan rambut cokelat keemasan itu menatapku dingin dan menanggapi, "Bukan tentang masalahnya, Jac, tapi sifat posesif dan cembur
Sementara itu, di Gunung Olympus, Zeus sebagai dewa tertinggi mengawasi pergerakan April alias Aphrodite melalui monitor yang terinstal di ruang kerjanya. Monitor itu menampilkan setiap kejadian yang dialami oleh sang dewi cinta. Di saat yang sama, dewa Dyonisus turut hadir sembari membawa beberapa botol anggur untuk dinikmati oleh Yang Mulia Dewa Zeus. Sembari mengecap rasa asam dari anggur merah yang baru saja diteguknya, Dyonisus berkomentar setelah melihat adegan yang menampilkan Aphrodite di monitor, "Sepertinya, dia memang tak ingin pulang. Lihat lah, dia terlihat senang membaur dengan makhluk fana, khususnya laki-laki." Lalu, Zeus mengusap kumis putih yang menyelimuti dagu serta rahangnya perlahan dan berkata, "Apa pun itu. Kalau memamg dia tak ingin pulang kemari, dia akan tetap berada di bumi, tanpa kekuatannya sebagai seorang dewi." Dyonisus mengulum senyum simpul dan menanggapi, "Tapi dia tahu sendiri 'kan bahwa hidup di bumi sangat berbeda dengan di sini. Harusnya A
April pov Seminggu kemudian, aku dan Jacob sudah mulai berinteraksi seperti biasa. Bahkan, kami berdua terlihat bersenda-gurau saat istirahat makan siang tiba. Hal itu tentunya mengundang sejumlah pasang mata dari orang-orang yang berlalu lalang. "Lebih baik, kita tuntaskan makanan di piring masing-masing, Jac," pintaku seraya menyikut lengan Jacob perlahan. Jacob pun menanggapi seraya berbisik, "Santai saja, April. Masih ada dua puluh menit lagi kok." Bersama dengan ucapannya itu, laki-laki dengan rahang tegas ini melahap sisa sup macaroni di mangkuknya dengan lahap. Lalu, aku menjelaskan, "Kamu engga takut kalau kita disangka memiliki hubungan?" "Kenapa harus takut? ditambah lagi, hal yang biasa bagi seorang atasan memiliki hubungan dengan sekretarisnya. Bukan sesuatu yang mengherankan, April." Jacob memaparkan. Meski aku adalah seorang dewi, tak berarti aku mudah dikelabuhi. Selain itu, aku sudah cukup membaur dengan manusia, khususnya dengan sejumlah pekerja di per
Di ruang meeting, pukul 08.10 AM Dengan suasana serius dan terarah, seluruh karyawan dari J Company mendengarkan penjelasan dari Louis selaku perwakilan dari Benoit Enterprise. Setiap kata dan lafal yang diujarkan oleh laki-laki berusia dua puluh enam tahun itu menambah daya tarik dan kharismanya. Hal itu lah yang membuat April terus memusatkan pandangan pada pria yang notabene baru ditemuinya sebagai rekan bisnis Jacob. "Sekian presentasi dari saya. Jika ada yang mau ditanyakan, kalian bisa bertanya satu per satu dengan tertib." Louis mulai menekan tombol pause pada laptop miliknya agar slide presentasi dari komputernya tidak berganti menjadi background desktop. Kemudian suasana yang semula hening di ruang meeting berubah menj